[caption id="attachment_3936" align="alignleft" width="300"] Petugas Badan Hisab dan Rukhyat melihat posisi hilal saat matahari mulai terbenam GTC tanjung Bunga, Losari, Makassar, (08/7). Posisi Hilal saat terbenam matahari pukul 18.03 WITA tidak terlihat, karena cuaca berawan. gagasanriau.com[/caption]
gagasanriau.com Jakarta - Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Maaruf Amin mengatakan sidang isbat penetapan 1 Syawal hanya ada di Indonesia. Menurut dia, negara-negara lain, bahkan Arab Saudi, tak menggunakan sistem yang sama untuk menetapkan 1 Syawal.
”Di Arab pun, penetapan hanya dilakukan pemerintah karena tak ada organisasi masyarakat Islam,” kata dia saat dihubungi Tempo, Rabu, 7 Agustus 2013.
Sidang isbat penetapan 1 Syawal 1434 Hijriah dilaksanakan pada Rabu ini, 7 Agustus 2013, pukul 16.30 WIB, di kantor Kementerian Agama.
Menurut Maaruf, sidang tersebut bertujuan mencapai satu pemahaman dari sejumlah organisasi masyarakat ihwal mulai memasuki bulan Syawal.
Karena di Indonesia banyak ormas Islam yang merepresentasikan umatnya, kata dia, pemerintah perlu mendengarkan sikap para ormas tersebut. "Kesempatan mendengarkan itu ada di satu forum yang biasa kita kenal dengan sidang isbat," kata Maaruf.
Indonesia, Maaruf melanjutkan, juga menganut cara yang berbeda dengan negara lain dalam melihat hilal. "Kriterianya beda, yaitu penggabungan antara rukyah murni dan hisab murni," kata dia. "Namanya Imkanur Rukyah."
Ia menjelaskan, Imkanur Rukyah membuat Indonesia menetapkan 1 Syawal tak hanya berdasarkan wujud hilal, tapi juga memakai kriteria minimum hilal sudah berada pada posisi minimal 2 derajat. "Meskipun hilal terlihat, jika belum melebihi 2 derajat, tetap dianggap belum masuk bulan Syawal," kata dia.
Adapun Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar mengatakan Indonesia menganut sistem lebih baik dibandingkan negara lain dalam menentukan 1 Syawal. "Sidang isbat justru menujukkan pembangunan demokrasi karena masyarakat ikut terlibat," ujar dia saat dihubungi, Rabu, 7 Agustus 2013. "Di Malaysia pun, penetapan ini hanya dilakukan oleh kalangan tertentu."
MUHAMAD RIZKI
tempo.co