[caption id="attachment_4706" align="alignleft" width="300"] Mardianto Manan praktisi perkotaan Pekanbaru. gagasanriau.com[/caption]
gagasanriau.com ,Pekanbaru-Mardianto Manan Praktisi Perkotaan yang juga dosen di Universitas Islam Riau (UIR) memberikan kritikan dan juga saran terhadap kebijakan dan rencana yang akan dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru untuk menyulap jalan Agus Salim menjadi Malioboro nya Pekanbaru.
" Pemerintah jangan asal buat saja, saya setuju. Namun masih harus dikaji lagi, harus tau lah filosofi dari Malioboro itu seperti apa, jangan asal buat saja" ucapnya kepada gagasanriau.com melalui telepon genggamnya Senin (21/10/13). Mardianto juga menjabarkan bahwa Pekanbaru tidak akan bisa mengikui Yogyakarta yang menjadikan Malioboro sebagai salah satu icon budaya daerah tersebut karena menurutnya Pemerintah Daerah Jogja sangat serius menangani sebagai pusat budaya Jogja.
"Cobalah lihat, Malioboro di Jogja itu sudah menjadi icon, karena kota gudeg itu merupakan Daerah budaya, disana tak hanya menjadi tempat jual beli saja, namun juga menjadi pusat budaya. Sedangkan Pekanbaru belum bisa dikatakan sebagai kota Wisata. Di Malioboro saat makan kita bisa lihat para budayawan melukis wajah pengunjung, makan beling, ada juga yang ngamen, Dan saya rasa Pekanbaru susah mau jadi seperti itu." Tambahnya. Menurut Mardianto lagi, jika Pemko boleh saja bermimpi asal pada saat realisasinya tepat dan ditangani secara serius tidak asal-asal saja.
"Kita boleh bermimpi, tapi jangan asal dijadikan sebagai tempat menumpuk pedagang saja, namun juga harus bisa menjadikannya sebagai pusat budaya. Salah besar jika Pemerintah ingin menjadikan Pasar Agus salim sebagai Malioboronya Pekanbaru, tapi yang dilihat hanya pedagang" tutupnya sambil tertawa kecil.
Dian Rosari