Pertamina Diminta Fokus Pada Minyak

Senin, 25 November 2013 - 11:34:12 wib | Dibaca: 2031 kali 

[caption id="attachment_7137" align="alignleft" width="300"]Kilang Minyak Pertamina Kilang Minyak Pertamina[/caption]

gagasanriau.com, Pekanbaru - Persaingan antara Perusahaan Gas Negara (PGN) dengan Pertamina dalam pengelolaan gas sudah mengarah pada perseteruan sengit. Karena perseteruan dua BUMN tersebut, maka terjadi masalah dalam persinggungan pipa pada 11 titik di area Jawa Barat dan Jawa Timur yang menimbulkan keberatan dari Pertagas, sehingga menghambat pengembangan jaringan pipa yang sedang dibangun PGN.

Perseteruan sebelumnya juga pernah terjadi antara keduanya, yaitu perebutan pembangunan pipa gas Trans-Jawa pada tahun 2006 yang hingga kini masih mangkrak. Juga bersitegang skema penyaluran gas di Sumatera Utara, yang berujung pada pipanisasi gas Arun–Belawan menggusur FSRU Belawan ke Lampung.

Berlarutnya perseteruan itu salah satunya berakibat pada krisis listrik dan gas di Sumatera Utara, serta terhambatnya konversi BBM ke Gas pada pembangkit listrik Tambak Lorok dan Industri di Jawa Tengah. Dan yang menanggung kerugian semuanya itu tentu saja rakyat. Sangat disayangkan, kondisi perseteruan tersebut justru menguntungkan bagitrader non-infrastruktur (broker) yang mendompleng salah satu pihak, yaitu dengan menghembuskan wacana open access.

Dengan open access, para broker dapat leluasa menjual gas dengan memanfaatkan infrastruktur negara. Sebagai informasi, harga jual gas PGN ke konsumen, berkisar antara 8 – 10 USD/mmBTU. Sementara di Jawa Barat, para broker menjual gas sampai dengan 14 USD/mmBTU.

Untuk mencegah berlarutnya perseteruan kedua BUMN tersebut, pemerintah berupaya mengkonsolidasikan kedua BUMN. Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir, mengatakan pihaknya telah menuntaskan kajian merger PGN dan Pertagas, selaku anak perusahaan Pertamina.

Yaitu menempatkan perusahaan hasil merger sebagai anak perusahaan Pertamina. Dan sebagai gantinya, dijanjikan bahwa seluruh pipa akan di-open access. Dengan demikian seluruh broker gas dapat memanfaatkan fasilitas negara, tanpa campur tangan Pemerintah dalam penetapan margin dan keuntunggannya.

Namun, Peneliti dari Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi berpendapat, upaya itu sesungguhnya bukanlah merger melainkan pengambilalihan alias akuisisi PGN oleh Pertagas. Menurut dia, akuisisi biasanya dilakukan oleh perusahaan yang lebih besar terhadap perusahaan yang lebih kecil.

“Menjadi anomali jika Pertagas yang asetnya lebih kecil ‘mencaplok’ PGN yang memiliki aset jauh lebih besar. Apalagi kiprah PGN di perniagaan Gas Bumi jauh lebih  lama ketimbang Pertagas,” ujarnya, Minggu 24 November 2013. Kondisi ini, sambung Fahmy, mirip ketika KPC (Kalimantan Prima Coal) diakuisisi Bumi Resources.

Selain itu, kata Fahmy, Pertamina harus menyediakan dana segar dalam jumlah besar untuk membeli saham PGN, utamanya saham yang sudah dimiliki oleh publik. Merujuk data Bursa Efek Indonesia (BEI), saat ini kapitalisasi saham PGN di pasar bursa mencapai Rp115 triliun. Pemerintah memiliki 56,97% saham dan 43,03% milik publik. Artinya, jika Pertamina akan membeli saham pemerintah yang ada di PGN, maka Pertamina mesti menyiapkan dana minimal Rp 70 triliun atau setara dengan 56,97% saham.

Belum lagi ditambah dengan kewajiban untuk melaksanakan tender offer (membeli saham di investor publik) saham PGN sesuai dengan peraturan otoritas pasar modal. “Dana Pertamina akan jauh lebih produktif jika digunakan untuk membiayai usaha pengeboran dan pembangunan kilang minyak, sehingga tidak perlu membebani APBN,” tutur Fahmy.

Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Ucok Sky Khadafi, mengatakan jika Pertamina mengakuisisi PGN, maka bisa terjadi kemunduran dalam tata kelola migas. Pasalnya, kata dia, pola bisnis Pertamina tidak ubahnya seperti dahulu. “Ini ancaman. Pertamina ingin menjadi trader kembali, membuat GCG yang selama ini dibangun menjadi mundur. Pertamina ingin seperti dulu lagi, menguasai sumber migas, namun ketika itu yang terjadi bukan memberi kontribusi kepada negara melainkan terjadi korupsi secara besar-besaran.” Kata Ucok, Jumat, 22 November 2013.

Daripada sibuk dengan persoalan akusisi terhadap PGN, kata Ucok, lebih baik Pertamina melepaskan Pertagas. Pertamina hanya mengurus eksploitasi dan eksplorasi minyak. Adapun usaha gas bumi secara bertahap diserahkan kepada PGN. Hal ini bertujuan supaya Pertamina tetap fokus di minyak dan bisa berkompetisi di dunia internasional.

rilis/Eka Saputra

Loading...
BERITA LAINNYA