GagasanRiau.Com Pekanbaru - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau menegaskan kegiatan Perayaan Hari Anti Korupsi Internasional (HAKI) 2016 yang ditempatkan di Provinsi Riau jangan dijadikankan ajang untuk seremonial, hura-hura, tanpa kesan perubahan sistem tata kelola pemerintahan namun masih banyak ditemukan tindakan koruptif dihampir semua lini.
"FITRA Riau mengharapkan kepada KPK perayaan ini menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola pemerintah baik lokal maupun nasional. Khususnya bagi pemerintah Provinsi Riau, mestinya momentum ini dijadikan ajang untuk berbenah semua sektor untuk memberantas korupsi" kata Usman Koordinator FITRA Riau kepada GagasanRiau.Com melalui rilis persnya (18/11/2016).
FITRA menilai, kata Usman lagi, KPK menetapkan Provinsi Riau sebagai tuan rumah kegiatan HAKI 216, tentu bukan tanpa alasan. Tentunya berkaitan dengan Provinsi Riau yang merupakan daerah yang masih terlilit dengan persaoalan korupsi di berbagai sektor.
"Temuan – temuan tindak pidana korupsi, yang melibatkan banyak pejabat daerah mulai gubernur, bupati serta pejabat tinggi di daerah. Sementara komitmen pemberantasan korupsi di daerah ini juga masih sangat minim, sehingga masih banyak ruang-ruang gelap untuk disalahgunakan" tukasnya.
Selain itu, tambah Usman, Riau juga ditetapkan oleh KPK sebagai satu dari tiga daerah yang masuk dalam kategori zona merah daerah rawan korupsi. Tentu hal ini tidak terbantah, karena faktanya memang banyak terjadi kasus korupsi yang terungkap oleh penegak hukum dengan modus yang mirip dan seolah-olah tidak ada pembelajaran bagi para pejabat, politisi dan pihak lainnya yang telibat.
Dipaparkan Usman, beberapa alasan KPK menetapkan Riau sebagai Zona Merah Daerah Rawan Korupsi, sebagaimana dimuat dalam majalah integrito pada pertengahan tahun 2016, yaitu rendahnya pelaporan LHKPN pejabat Riau, terdapat 49,25% eksekutif yang belum lapor dan Legislatif 65,57% belum lapor. Adanya intervensi pihak luar yang sangat kuat dalam perencanaan kegiatan, penganggaran, dan pengadaan barang jasa, bantuan sosial dan bantuan keuangan.
Selain itu, belum ada komitmen pemerintah daerah untuk memperbaki sistem dan prosedur yg memadai dan TRANSPARAN, Masih marak sikap permisif terhadap pelaku koruptif, Pengendalia dan pengawasan yang kurang efektif serta komitmen kepala daerah terkait pencegahan korupsi masih sangat minim.
Editor Arif Wahyudi