Daerah

Pekerja Anak-anak Akan Dikembalikan ke Sekolah

[caption id="attachment_3274" align="alignleft" width="300"]Sejumlah anak melukis layang-layang guna memperingati Hari Dunia Menentang Pekerja Anak 12 juni di silang monas, Jakarta, Minggu (12/6). Acara yang diadakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tersebut diikuti 34 sekolah dari Jakarta dan 2 sekolah dari Indramayu Sejumlah anak melukis layang-layang guna memperingati Hari Dunia Menentang Pekerja Anak 12 juni di silang monas, Jakarta, Minggu (12/6). Acara yang diadakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tersebut diikuti 34 sekolah dari Jakarta dan 2 sekolah dari Indramayu[/caption]

gagasanriau.com -Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Purbalingga, Jawa Tengah, berencana menarik pekerja anak-anak yang terbukti tidak sekolah. Mereka akan dikembalikan kepada orang tua untuk kembali sekolah menempuh wajib belajar 9 tahun. “Ini sudah sangat memprihatinkan, anak-anak lebih memilih bekerja sebagai buruh pabrik dibanding sekolah,” kata Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja, Tukimin, Jumat, 19 Juli 2013. Ia mengatakan, Dinas sedang mendata buruh anak-anak yang masih bekerja. Sasaran utama yakni ke pabrik bulu mata dan rambut palsu. Purbalingga menjadi daerah favorit investor untuk menanamkan modal. Akibatnya, banyak ibu rumah tangga dan anak-anak yang memilih bekerja dibandingkan bersekolah atau mengurus rumah tangga. Dampak lainnya, angka perceraian di Purbalingga tinggi. Tukimin mengakui, saat ini Dinas belum punya data pasti jumlah pekerja anak-anak di Purbalingga. “Dinas akan ke sekolah untuk mendata dan memasukkan kembali pekerja anak agar mau sekolah kembali,” ujarnya. Dia menjelaskan, untuk mengantisipasi masuknya pekerja anak-anak di perusahaan formal, Dinas sudah membentengi dengan pembatasan usia saat mengurus kartu pencari kerja. Pekerja yang diizinkan adalah mereka yang sudah memiliki KTP. “Saat ini, pembatasan persyaratan itu sudah mampu membuat perusahaan maupun pabrik tidak mempekerjakan anak,” ujarnya. Indaru Setyo Nurprojo, dosen Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, mengatakan banyaknya pabrik di Purbalingga berpotensi menimbulkan kerawanan sosial. “Anak-anak yang tak mengenyam pendidikan semakin banyak,” katanya. Selain itu, banyaknya pabrik bulu mata dan rambut palsu yang hanya mempekerjakan perempuan juga menjadi persoalan tersendiri. “Keluarga menjadi tidak harmonis karena tidak adanya sosok ibu,” ujarnya. ARIS ANDRIANTO

tempo.co


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar