Bulan Mei, Di Riau Diprediksi terjadi Kebakaran Lahan Hebat

Sabtu, 26 April 2014 - 12:07:19 wib | Dibaca: 1885 kali 

Gagasanriau.com, Pekanbaru-Berdasarkan analisa yang disampaikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana mewaspadai El Nino lemah yang akan muncul mulai bulan Mei yang membuat kondisi cuaca Indonesia akan kering dan sedikit curah hujan, sehingga berpotensi memicu terjadinya kebakaran lahan gambut.

"Selain kebakaran lahan gambut, juga berpotensi terjadi bencana asap, khususnya di Provinsi Riau," kata Kepala Bidang Data BNPB Agus Wibowo Sabtu (26/5/2014).

Secara klimatologis bulan Mei hingga September wilayah Riau curah hujan relatif sedikit ditambah dengan kondisi El Nino lemah, maka curah hujan akan lebih sedikit dari normalnya sehingga perlu diwaspadai adanya potensi kebakaran hutan dan lahan, katanya

Ia mengatakan BNPB menerima laporan lengkap dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru bahwa gejala anomali El Nino kecenderungannya akan terjadi mulai bulan Mei 2014 hingga Januari 2015 yang membuat kering wilayah Indonesia pada umumnya, dan Riau pada khususnya, karena curah hujan akan relatif sedikit.

Manurut dia, potensi kebakaran lahan gambut dan bencana asap akan terjadi di Riau dan sembilan provinsi lainnya. Khusus di Riau, prediksi hujan pada bulan Mei akan sangat kecil disejumlah daerah yang selama ini rawan terjadi kebakaran lahan dan hutan seperti di Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir, Rokan Hulu, Bengkalis, Indragiri Hulu dan Kuantan Singingi. Kondisi tersebut akan makin parah pada bulan Juni 2014.

Bahkan, tingkat potensi penyulutan api mulai bulan Mei akan merata di 12 kabupaten/kota di Riau.

"Selain itu, pada periode Juni-September arah angin akan bergerak dari selatan hingga barat daya menuju utara dan timur laut sehingga bila terjadi kebakaran hutan dan lahan, asap yang ditimbulkan akan berpotensi mengarah ke negara tetangga yakni Malaysia dan Singapura," kata Agus Wibowo.

Ia mengatakan pemerintah pusat melalui BNPB akan terus berkomitmen untuk membantu pemerintah daerah setempat untuk penanggulangan bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan. Sebabnya, permasalahan tersebut diyakini lebih dominan dipicu oleh upaya-upaya perluasan lahan dan hutan untuk pemanfaatan secara ekonomi baik oleh perorangan, kelompok, dan perusahaan.

Sebelumnya, bencana asap akibat kebakaran lahan dan hutan melanda Riau pada periode Februari hingga 4 April.

Agus mengatakan, berdasarkan citra satelit NOAA 18 menunjukan "hotspot" (titik panas) pada Februari lalu mencapai 2.208 titik, sedangkan pada Maret 2014 sampai dengan 23 Maret 2014 mencapai 1.398 titik. Kualitas udara pun menunjukkan pada kondisi berbahaya di hampir seluruh wilayah Riau pada Maret 2014.

Kondisi tersebut mendapatkan perhatian khusus dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk segera menginstruksikan penanganan secara terpadu pemadaman api dan asap.

Pada 14 Maret 2014, Presiden SBY menginstruksikan untuk melakukan Operasi Terpadu penanggulangan bencana asap melalui satuan tugas (satgas) Pemadaman Api dan Asap, Satgas Perawatan dan Pelayanan Kesehatan, dan Satgas Penegakan Hukum (Gakkum).

Bahkan, Presiden menyebut pembakar hutan dan lahan sebagai penjahat kemanusiaan karena jutaan orang menghirup udara berbahaya, mematikan aktivitas masyarakat dan perekonomian setempat. Berdasarkan data Satgas Operasi Terpadu, hingga 4 April lalu saat status darurat asap Riau dicabut, luas kebakaran lahan dan hutan di Provinsi Riau mencapai lebih dari 21.900 hektare.

"Penyelesaian kebakaran lahan dan hutan tersebut harus dilakukan secara bersinergi dan komprehensif antar kementerian dan lembaga, TNI, Polri, pemerintah daerah, masyarakat dan unsur-unsur terkait lainnya," ujar Agus Wibowo.(Ant)

 


Loading...
BERITA LAINNYA