Gagasanriau.com, Rengat-Penangkapan Kepala Desa Kepayangsari, Kapri Nata dan Kades Anak Talang Firdaus merupakan bagian dari skenario Manajemen PT Tasma Puja di Kabupaten Indragiri Hulu, melakukan perambahan ilegal pasalnya aparat desa tersebut merupakan korban dari kehendak perusahaan untuk merebut lahan yang berupa Hutan Produksi Terbatas (HPT).
Demikian dilansir oleh media pemberitaan online lokal Riau,karena berdasarkan dari pengakuan tokoh masyarakat di Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau, pihak Perusahaan PT Tasma Puja telah mengucurkan dana dan membiayai aparat desa dengan menggunakan Koperasi desa setempat.
"PT TP diduga sebagai pemodal untuk perambahan kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) tanpa izin. Saya minta polisi mengembangkan kasus untuk mengungkap dalangnya," kata tokoh masyarakat yang juga mantan Anggota DPRD Indragiri Hulu Thamrin Zam di Rengat, Sabtu (10/5/2014).
Ia mengatakan, penegakan hukum tidak boleh tebang pilih dan jangan hanya mengorbankan warga sebagai pelaku tetapi juga pengusaha yang mendanai perambah hutan tersebut, karena tanpa ada dana dan perjanjian adanya lahan tidak mungkin warga berani.
Namun pihak kepolisian tetap mengatakan belum ditemukan adanya keterlibatan pihak PT Tasma Puja dalam kasus perambah hutan akan tetapi orang tahu bahwa tanpa didanai PT Tasma Puja mana Kades berani melakukan kegiatan itu.
"Perusahaan memberikan dana pinjaman sebesar Rp3 miliar kepada koperasi, sementara pihak perusahaan pasti sudah mengetahui bahwa lahan itu merupakan Hutan Produksi Terbatas," sebutnya.
Thamrin menjelaskan, awalnya rencana pembukaan kawasan itu meliputi lima desa yakni Desa Anak Talang, Desa Kepayangsari, Desa Cenaku Kecil, Desa Alim dan Desa Sipang. Namun dalam perjalanannya, Desa Alim dan Desa Sipang keluar dari kelompok lima desa.
Bahkan sebelumnya, PT TP sebelumnya sempat membujuk pihak Desa Alim dan Desa Sipang melalui beberapa kali pertemuan. Hanya saja, melalui pertemuan itu hanya diterima oleh pihak Desa Kepayangsari, Desa Anak Talang dan Desa Cinaku Kecil.
PT TP memberikan ganti rugi Rp3 juta per kavling dengan syarat masyarakat mau menyerahkan kebun karet. "Tetapi belakangan mengarah kepada HPT," ucapnya.(Ant)
Editor Tata Haira