Gagasanriau.com Pekanbaru-Berikut ini ada tulisan dari Asep Syamsul M. Romli seorang praktisi media yang juga Trainer Komunikasi media dalam tulisannya dan dimuat dalam blog pribadinya di Romel Tea. Ia menuliskan tips bagaimana tentang cara menghadapi wartawan gadungan alias wartawan bodrex alias wartawan amplop alias wartawan yang suka memeras dan memelas. Memeras artinya meminta uang (duit) secara paksa kepada narasumber. Memelas juga sama, meminta uang namun secara "halus" alias "merengek". Sebutan lainnya bagi wartawan demikian antara lain wartawan gadungan, wartawan abal-abal, WTS (Wartawan Tanpa Suratkabar), CNN (Cuma Nanya Nyanya), Muntaber (Muncul tanpa berita), dan... naon deui tah...? Wartawan gadungan ini sudah lama muncul dan berkembang. Kehadiran mereka bukan saja mencemarkan nama baik corps wartawan atau insan pers, tapi juga sangat meresahkan banyak kalangan, terutama kalangan pejabat, instansi, bahkan guru-guru di sekolah-sekolah. Cara Menghadapi Wartawan Cara menghadapi wartawan gadungan menjadi "pertanyaan favorit” yang selalu muncul, setiap kali saya menjadi pemateri pelatihan jurnalistik, termasuk di BATIC. Jawaban saya biasanya sebagai berikut: Perlakukan wartawan yang datang sebagai tamu –disambut ramah, dipersilakan masuk/duduk, disuguhi minum –juga makanan jika ada. Tanyakan nama, nama medianya, dan jika perlu minta ditunjukkan identitasnya (Press Card). Jika meragukan, minta contoh medianya dan telepon kantor redaksinya untuk konfirmasi. Tanyakan maksud kedatangannya. Jika mau wawancara, layani dengan baik. Jika sekadar silaturahmi, ngobrol-ngobrol, layani saja layaknya tamu. Jika Anda sibuk, sampaikan saja baik-baik. Jika ia memeras, mengancam, atau sejenisnya, perlakukan dia sebagai “preman berkedok wartawan”. Dengan nada bercanda saya katakan, “Serahkan ke petugas kemanan atau laporkan ke polisi!” Jika ia “memelas”, minta “sesuatu” selain informasi, berarti dia “pengemis berkedok wartawan”, ia termasuk kaum dhuafa. Maka, dengan nada bercanda saya katakan, “Arahkan dia ke dinas sosial, lembaga amil zakat atau lembaga pemberdayaan fakir-miskin!” Jika ia mengancam menjelek-jelekkan citra sekolah atau lembaga Anda, biarkan saja, dia salah, mencemarkan nama baik, bisa dilaporkan ke Dewan Pers bahkan langsung ke polisi dengan dakwaan “pencemaran nama baik”. Lagi pula, saya bilang, “Biasanya dia dari koran abal-abal, biarin aja, gak ada yang baca kok!” Lebih penting lagi, jangan lakukan pelanggaran atau penyalahgunaan dana dan wewenang! Kalau “bersih”, mengapa harus takut? Wartawan Aman! Saya tekankan, wartawan profesional dijamin tidak akan merepotkan, tidak akan mengganggu, pastinya akan sopan-santun, ramah, dan hanya meminta informasi (wawancara). Kalau sedikit "lusuh", harap maklum, 'gak sempet mandi kali karena sibuk liputan.... Setelah mendapatkan informasi atau konfirmasi itu, wartawan pro akan mengucapkan terima kasih dan pulang! That's it! No more... Gak akan minta ongkos, apalagi maksa. Paling-paling minta minum doang kalo dia haus..... Jika disodori uang, wartawan pro akan menolak karena wartawan profesional itu punya dan taat kode etik. Salah satu kode etik jurnalistik menyebutkan: Pasal 6: Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Penafsiran: