Soal Blok Mahakam, Jero Wacik Dianggap Memihak Asing

Sabtu, 20 Juli 2013 - 10:57:44 wib | Dibaca: 2336 kali 

[caption id="attachment_3305" align="alignleft" width="300"]Menteri ESDM Jero Wacik selalu mencari alasan untuk menghadang keinginan Pertamina tersebut. Sebaliknya, Jero Wacik terkesan mendukung Total dan Inpex untuk terus bercokol di Blok Mahakam. Menteri ESDM Jero Wacik selalu mencari alasan untuk menghadang keinginan Pertamina tersebut. Sebaliknya, Jero Wacik terkesan mendukung Total dan Inpex untuk terus bercokol di Blok Mahakam.[/caption]

gagasanriau.com -Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menilai, sikap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mempertimbangkan proposal Total E&P Asia Pasifik terkait pengelolaan Blok Mahakam sebagai bukti keberpihakan terhadap pihak asing.

“IRESS bersama ribuan penandatangan Petisi Blok Mahakam menyatakan menolak dengan tegas proposal tersebut. Kami meminta kepada Presiden SBY untuk segera memutuskan bahwa sejak 1 April 2017 Blok Mahakam akan dikelola oleh Pertamina,” kata Marwan Batubara melalui siaran pers di Jakarta, Senin (15/7/2013).

Menurut Marwan, sejak tahun 2007, Total dan Inpex memang telah puluhan kali mengajukan permintaan perpanjangan kontrak. Bagi Marwan, keinginan kuat Total dan Inpex untuk memperpanjang kontrak tersebut membuktikan bahwa Blok Mahakam masih menyimpan cadangan yang sangat besar.

Bersamaan dengan itu, Pertamina juga telah berkali-kali meminta kepada pemerintah untuk mengelola blok tersebut. “Pertamina pun telah berulang kali menegaskan kemauan dan kemampuan mengelola 100% Mahakam sejak 2017. Bahkan Menteri BUMN mendukung penuh keinginan Pertamina tersebut,” ujar Marwan.

Sayangnya, kata Marwan, Menteri ESDM Jero Wacik selalu mencari alasan untuk menghadang keinginan Pertamina tersebut. Sebaliknya, Jero Wacik terkesan mendukung Total dan Inpex untuk terus bercokol di Blok Mahakam.

“Sikap ini terlihat  dari peringatan (Menteri ESDM) kepada Dirut Pertamina untuk tidak meminta mengelola Mahakam, sambil mengatakan Pertamina tidak akan mampu dan dapat bangkrut jika bersikukuh. Saat itu Jero mengatakan Pemerintah telah berhitung secara rasional untuk kembali menyerahkan Blok Mahakam kepada Total dan Inpex ,” ungkap Marwan.

Namun, karena adanya gerakan Petisi Blok Mahakam, juga dukungan Menteri BUMN ke Pertamina, posisi Jero Wacik berubah. Namun, ternyata perubahan sikap Jero Wacik itu hanya manuver sementara karena ada gerakan perlawanan yang kuat.

Pada kenyataannya, ungkap Marwan, pada tanggal 10 April 2013 lalu, Jero Wacik menyatakan menunda keputusan kontrak Mahakam sampai terpilihnya Presiden RI pada 2014. Tak hanya itu, Jero Wacik juga membuka peluang untuk dimenangkannya Total dan Inpex terkait pengelolaan Blok Mahakam tersebut.

Sejalan dengan sikap Jero Wacik tersebut, kata Marwan, sejak April-Mei 2013, oknum-oknum KESDM, SKK Migas, Total, Inpex dan para pendukungnya aktif berkampanye bahwa Blok Mahakam perlu dikelola bersama oleh Total, Inpex dan Pertamina. Kampanye itu juga disertai desakan agar Total bertindak sebagai operator untuk 5 tahun pertama dan perlunya masa transisi.

Bak gayung bersambut, manajemen Total E&P Asia Pasifik mengajukan proposal kepada Menteri ESDM Jero Wacik mengenai skema bisnis pasca-berakhirnya kontrak Blok Mahakam. Dalam proposal itu, pihak Total menawarkan hak partisipasi 30 persen kepada PT Pertamina.

Total juga menawarkan adanya masa transisi pengelolaan Blok Mahakam pasca-2017 selama lima tahun. Alasannya, masa transisi ini diperlukan untuk transfer teknologi dan pengetahuan kepada Pertamina jika perusahaan migas milik Pemerintah Indonesia itu ditunjuk pemerintah sebagai operator blok itu untuk menggantikan Total.

Selain itu, kata Marwan, oknum KESDM, SKK Migas, Total, dan pendukungnya akan terus menebar isu seperti perlunya menjaga lifting migas dan penerimaan APBN, keharusan memenuhi kewajiban pengiriman gas dan besarnya investasi, dan lain-lain.

“Semua itu hanya akan dijadikan ‘perangkap’, sekaligus sebagai ‘kondisi kritis yang memaksa, untuk mengambil keputusan bahwa jika kontrak dengan Total & Inpex tidak diperpanjang, maka penerimaan APBN berkurang! Indonesia didenda karena gagal memenuhi kontrak gas. Ujung-ujungnya Blok Mahakam akan diserahkan ke Total dan Inpex,” tutur Marwan.

Marwan menilai, semua tindakan di atas hanyalah rekayasa dan niat buruk asing untuk terus mengangkangi Blok Mahakam. “Tujuan pemain orkestra ini jelas untuk mengkondisikan agar rakyat akhirnya dipaksa menerima tetap berkuasanya Total di Mahakam,” tegasnya.

Karena itu, Marwan selaku Direktur Eksekutif IRESS mendesak Presiden SBY untuk segera, pada bulan Juli 2013 ini, mengeluarkan Perpres yang menetapkan bahwa sejak April 2017 operator Blok Mahakam adalah Pertamina.

IRESS juga meminta KPK untuk memantau dengan cermat apa yang terjadi dalam proses perpanjangan kontrak ini. “Sesuai MOU KPK-BP Migas/SKK Migas 14 November 2011, KPK diingatkan untuk lebih proaktif memastikan bahwa keputusan kontrak Mahakam adalah memihak rakyat dan bebas KKN,” kata Marwan.

Ulfa Ilyas

Sumber Artikel: berdikarionline.com

Loading...
BERITA LAINNYA