GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Pesan berantai soal kisruh antara PT Riau Andalan Pulp And Paper (PT RAPP) dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan beredar massif. Dimana pesan tersebut dikirim secara massal baik di Media Sosial (Medsos) maupun pesan di aplikasi Grup Whatapps maupun dikirim secara pribadi.
Dimana pesan tersebut salah satu bentuk perlawanan terhadap kisruh yang ditengarai dilakukan oleh perusahaan bubur kertas milik Sukanto Tanoto orang terkaya nomor 10 dari 150 orang di Indonesia versi Globe Asia pasca Tax Amnesty.
PT RAPP menurut kalangan di Riau sengaja membuat kegaduhan seolah-olah merasa dianiaya oleh pemerintah, padahal Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Pembatalan Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.93/VI BHUT/2013 tentang Persetujuan Revisi Rencana Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (RKUPHHK-HTI) untuk jangka waktu 10 tahun periode 2010-2019 atas nama PT. RAPP.
Namun sebagaimana dilansir dari merdeka.com Senin, 23 Oktober 2017, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK) Siti Nurbaya segera memanggil PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). RAPP dianggap tidak mematuhi Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 57 tentang Perlindungan Gambut.
"Besok dia (RAPP) kita panggil," ungkap Siti di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (23/10).
Siti menegaskan, Rencana Kerja Usaha (RKU) RAPP tidak sesuai dengan kebijakan nasional. Karena itu, Kementerian LHK sudah meminta agar rencana kerja usaha tersebut disesuaikan dengan aturan pemerintah.
"Namun hingga batas waktu yang diberikan, PT RAPP justru tetap memaksa ingin menjalankan rencana kerja sesuai dengan aturan mereka sendiri, dan tidak mau mengikuti aturan yang ditetapkan pemerintah." jelasnya.
Dan berikut pesan berantai yang diterima GAGASANRIAU.COM Minggu sore (22/10/2017).
Sadarlah Rakyat Riau, Kita Sedang Diadu Domba oleh April Group Untuk Melawan Negara…!
-------------------
Bukannya segera memperbaiki RKU sesuai aturan, RAPP (April Group) malah sedang ‘menikmati’ keresahan rakyat untuk melawan negara demi kepentingan bisnis mereka.
--------------------
Perusahaan nasional yang berbasis di Singapura, PT RAAP (April Group) melakukan hal radikal, melakukan pembiaran yang mengarah pada kesengajaan memprovokasi massa, dengan cara menggulirkan informasi-informasi menyesatkan ke ruang publik. Berikut beberapa hal yang perlu diketahui masyarakat Riau termasuk karyawan RAPP dan mitranya agar tidak terjebak dalam permainan para konglomerat, yang justru akan merusak kedaulatan pemerintah Republik Indonesia, serta menyesangrakan rakyat di kemudian hari akibat ulah curang mereka:
1. Dalam SK Menteri LHK ternyata tidak ada satupun yang menuliskan tentang pencabutan ijin perusahaan. Justru yang dilakukan KLHK adalah menegakkan aturan-aturan dalam PP perlindungan gambut. Pemerintah meminta RAPP untuk taat pada aturan, dan menyusun rencana kerja sesuai aturan yang ada di Negara Indonesia. Namun mereka tidak mau mengikuti aturan pemerintah dan tetap memaksa beroperasional dengan aturan yang mereka buat sendiri.
Mereka tetap memaksa untuk menanam di kawasan gubah gambut yang jelas-jelas butuh perlindungan karena sudah rusak dan sekarat dampak dari Karhutla yang rutin terjadi. Namun sejak awal, isu yang dihembuskan adalah soal izin dicabut, sehingga harus berhenti operasional.
Baca Juga PT RAPP Dicabut Izin, Jutaan Masyarakat Riau Terselamatkan
RAPP tidak jujur menyampaikan ke publik soal mengapa RKU mereka ditolak KLHK. Untuk diketahui, RAPP (April Group) satu-satunya perusahaan HTI di Indonesia yang belum mendapat pengesahan RKU. Hanya mereka yang membangkang pada pemerintah yang sah di Republik ini.
2. Ironisnya RAPP justru memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat, dan terus melakukan provokasi-provokasi yang berpotensi menimbulkan keresahan. RAPP tidak melakukan sosialisasi yang benar, tidak menentramkan suasana, tidak menyampaikan kejujuran, bahkan tidak mengeluarkan satupun informasi penting bahwa RKU ditolak bukan berarti izin dicabut.
RAPP dengan sangat-sangat sengaja membiarkan masyarakat diaduk-aduk emosinya, menyalahkan KLHK, dan berharap terjadi berbagai aksi melawan pemerintah atas nama rakyat, untuk menekan pemerintah agar menerima RKU mereka yang tidak sesuai aturan.
3. RAPP juga tidak pernah jujur menyampaikan ke karyawannya, ke masyarakat di sekitar areal konsesinya, jika mereka sebenarnya sudah sering melakukan pelanggaran-pelanggaran berkaitan dengan tata kelola lingkungan hidup. RAPP harusnya berterimakasih pada KLHK yang meski sudah mengirimkan berkali-kali surat peringatan, penegakan hukum, dan bahkan menurunkan sanksi, namun tidak sampai mencabut izin operasional mereka secara keseluruhan.
Untuk diketahui, KLHK memenangkan gugatan hukum lingkungan hidup atas grup April senilai Rp16,2 Triliun. Langkah hukum ini dilakukan akibat penebangan pohon yang dilindungi pada hutan lindung di luar IUPHHK-HT. Direktur-direktur juga RAPP tengah dilakukan pemeriksaan atas indikasi perambahan kawasan hutan negara di sekitar kawasan Taman Nasional Tesso Nilo.
Selain itu perusahaan April Group juga diketahui melakukan pelanggaran limbah B3 yang sangat parah dan merusak aliran sungai di Riau. Masih banyak kesalahan-kesalahan April Group lainnya, namun KLHK tidak gembar gembor menyampaikan ke publik. Sikap KLHK patut diapresiasi, karena lebih mengedepankan kerja yang tegas daripada mencari ‘popularitas’. KLHK sepertinya lebih memprioritaskan menjaga iklim investasi, dengan tetap melakukan tindakan hukum yang tegas tanpa perlu heboh-heboh tak jelas.
4. Penolakan RKU yang tidak sesuai aturan PP gambut, menunjukkan bahwa tidak ada iktikad baik dari perusahaan untuk mendukung perlindungan ekosistem gambut, yang sudah menjadi komitmen pemerintah untuk melindungi rakyat Riau dan juga rakyat Indonesia, dari bencana Karhutla dan kabut asap berulang. Perusahaan hanya memikirkan nasib bisnis mereka yang menggunakan areal gambut, tanpa peduli dengan masa depan gambut yang kian rusak akibat aktivitas bisnis mereka yang melanggar aturan.
5. Hal yang paling sangat disayangkan dan menunjukkan betapa radikalnya para konglomerat perusahaan RAPP (April Group) yang berbasis di Singapura ini, mereka bukannya segera mengambil langkah-langkah merevisi RKU meski sudah diberi kesempatan oleh KLHK, namun justru dengan sengaja terus mengulur-ngulur waktu, menolak melakukan konsultasi meski diundang berkali-kali, dan mengabaikan surat-surat peringatan dari KLHK. Perusahaan juga dengan sengaja melakukan pembohongan publik dengan melakukan hal-hal dramatis mengancam melakukan PHK.
Sengaja memancing emosi rakyat tanpa pernah jujur bahwa akibat ulah merekalah PHK itu terjadi. Mereka yang salah, tapi mengkambinghitamkan pemerintah. Ini sama artinya RAPP tengah mengadudomba antara rakyat dengan pemerintahan yang sah di negara berdaulat. Jika terjadi kerusuhan yang ditimbulkan atas provokasi ini, maka petinggi RAPP harus bertanggungjawab.
6. Perlu diingat….! 4.900 karyawan RAPP, jika dikali 3 (istri dan anak), serta pihak-pihak yang berkaitan dengan bisnis perusahaan, jumlahnya tentu tidaklah sebanding dengan jutaan rakyat Riau dan Indonesia yang terselamatkan dari siksa Karhutla dan asap saat gambut terlindungi. Tidak sebanding dengan harga diri bangsa Indonesia yang terjaga, saat bencana asap tidak lagi sampai ke negara tetangga. Tidak sebanding dengan terjaganya ekosistem lingkungan hidup yang baik dan sehat, tidak sebanding dengan oksigen yang bersih dan langit yang tanpa asap.
Namun demikian, ribuan karyawan RAPP adalah BAGIAN TAK TERPISAHKAN dari REPUBLIK INDONESIA yang juga harus dijaga haknya untuk hidup sejahtera dan sehat. Karyawan RAPP dan seluruh rakyat Riau, berhak untuk mendapatkan warisan lingkungan hidup yang baik hari ini dan masa depannya nanti. Jika pihak perusahaan memang memikirkan nasib seluruh karyawannya, dan memikirkan nasib rakyat Riau secara keseluruhan (mengingat mereka berbisnis alias mencari makan di Riau), maka harusnya mereka segera PATUH PADA ATURAN PEMERINTAH dengan merevisi RKU sesuai PP 57 tentang perlindungan gambut, dan tidak melakukan manuver-manuver menekan pemerintah dengan memanfaatkan rakyat. Adu domba yang dilakukan perusahaan, adalah cara-cara kolonial menjajah Indonesia di masa dulu. JANGAN DIULANG DAN DIBIARKAN…!
Mari kita jaga Riau dari tangan-tangan ‘penjajah’ yang kini memiliki banyak wajah. Seolah-olah merekalah pahlawan tenaga kerja, padahal di belakang kita mereka telah merusak hutan, lahan gambut, dan sedang menyiapkan bom waktu untuk mewariskan lingkungan hidup tak sehat bagi anak cucu kita nanti.
Rakyat Riau….Sadarlah. Sadarlah. Sadarlah. Kita sedang diadu domba hanya untuk kepentingan petinggi perusahaan. Mereka sebenarnya sudah diberi banyak dispensasi dan banyak jalan keluar oleh pemerintah, tapi justru sengaja membiarkan kita sama kita (sesama rakyat) untuk tidak percaya pada pemerintah kita sendiri. Perusahaan RAPP sedang menginjak-nginjak kedaulatan Negara Republik Indonesia, dengan secara terbuka melakukan perlawanan dan menggerakkan masyarakat dengan ketidaktahuannya, untuk melawan Negara.
Sementara mereka menjadi penonton dan menunggu endingnya. Semakin rusuh, semakin baik. Maka dengan modal itu pula, mereka seolah punya senjata untuk menekan KLHK segera menerima Rencana kerja yang melanggar aturan.
Rakyat Riau….Sadarlah. Sadarlah. Sadarlah. Kita sedang diadu domba oleh April Group untuk melawan Negara, dan mengajak kita tanpa sadar terlibat dalam merusak kekayaan gambut yang sebenarnya sudah sekarat karena aktivitas bisnis selama ini.
Kita tetap menderita, tetap begini-begini saja, digaji juga segitu-segitu saja dan mereka bisa tertawa menjalankan bisnis dengan aturan yang mereka buat sendiri, untuk mengumpulkan pundi-pundi kekayaan dari TANAH TUMPAH DARAH KITA.
Rakyat Riau….Sadarlah. Sadarlah. Sadarlah. Kita sedang diadu domba….!!!
Penjelasan Sekjen KLHK ini sudah gamblang sekali menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya, dan bukti bahwa selama ini kita telah diadu domba.
Ingat! Indonesia negara berdaulat dan punya aturan sesuai UU. Jika pecah kerusuhan karena rakyat terus diprovokasi dengan informasi menyesatkan, maka petinggi RAPP harus tanggungjawab.
Editor Arif Wahyudi