Subkontraktor PT. EMP Malacca Strait di Pulau Padang Abaikan Hak Pekerja

Jumat, 20 Juli 2018 - 16:12:42 wib | Dibaca: 5447 kali 
Subkontraktor PT. EMP Malacca Strait di Pulau Padang Abaikan Hak Pekerja
ilus

GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Isnadi, warga tempatan di Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau menyatakan PT. EMP Malacca Strait yang dulunya bernama PT. Kondur Petroleum SA, perusahaan yang bergerak di sektor Minyak dan Gas (MIGAS), abaikan hak-hak pekerja. Ia meminta agar pemerintah turun tangan menindaklanjuti kesewenang-wenangan pihak perusahaan.
 
“Lebih kurang 24 tahun EMP Malacca Starit menguras rata-rata 4.000 – 5.000 Barrel minyak bumi per hari di Pulau Padang, di tambah gas alam. Saat ini kegiatan eksploitasi Migas tersebut menyisakan banyak persoalan baik lingkungan, ekonomi, sosial maupun ketenagakerjaan" ungkap Isnadi kepada GAGASAN Kamis malam (19/7/2018).
 
Diterangkan Isnadi, PT. EMP Malacca Strait yang dulunya bernama PT. Kondur Petroleum SA, perusahaan yang bergerak di sektor Minyak dan Gas (MIGAS), mulai beroprasi sejak pertengahan tahun 1995 setelah mengakuisisi Resources Holding Incorporation, perusahaan induk Kondur Petroleum S.A.
 
Selain itu juga membeli seluruh saham operator Blok Selat Malaka yang merupakan Wilayah Kerja (WK) perusahaan tersebut di Provinsi Riau, tepatnya di Kabupaten Kepulauan Meranti, Siak dan Bengkalis. seluas 9.492 Kilometer Persegi.
 
Dipaparkan Isnadi, hal ini menurutnya dimulai tahun 2015 sistem manajemen perusahaan EMP merugikan pekerja dan masyarakat yang berada di sekitar wilayah kerjanya.
 
"Dari akses jalan yang tidak layak untuk dilalui karena rusak tidak terawat dan menyebapkan debu yang mengancam kesehatan. Selain itu ada lebih kurang 120 sumur minyak yang menjadi sumber hama bagi usaha pertanian, perkebunan dan usaha lainya yang dilakukan oleh masyarakat setempat, selain itu setiap tahun juga terjadi Kebakaran di areal sumur minyak yang tidak terawat tersebut” paparnya.
 
“Dan Mulai tahun 2015 – 2017 EMP juga melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap ratusan tenaga kerja lokal yang merupakan masyarakat setempat, namun masih mempekerjakan beberapa karyawan dari Jakarta dan sekitarnya yang sesungguhnya pekerjaan tersebut dapat dilakukan oleh orang tempatan"ungkapnya lagi.
 
PHK tersebut katanya lagi, cenderung dilakukan secara sepihak dengan mengabaikan hak-hak pekerja. "Seperti yang dialami oleh 52 orang pekerja divisi transportasi yang tidak mendapatkan kompensasi atas keterlambatan pembayaran upah pekerja sebesar Rp. 562.307,200, padahal jumlah tersebut harus dibayarkan kepada pekerja PT. Laut Jawa Makmur Sejati yang merupakan subkontraktor EMP Malacca Strait" paparnya.
 
Hal ini kata Isnadi lagi, sesuai dengan penetapan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kepulauan Meranti No: 560/DSTKT/2015/367 tanggal 13 November 2015 yang lalu.
 
Dibalik kondisi tersebut terang Isnadi, Tahun 2018 ini EMP Malacca Strait mulai memprogramkan untuk mengeksplorasi lebih kurang 6-7 sumur minyak baru di wilayah kerjanya yaitu di Kecamatan Tebing Tinggi Barat Kabupaten Kepulauan Meranti, Kecamatan Sungai Apit Kabupaten Siak dan Kecamatan Bantan di Kabupaten Bengkalis.
 
Selain itu juga saat ini sedang dalam persiapan untuk melakukan whell service (perbaikan sumur minyak) yang sudah ada dengan menggandeng PT. Bintang Energi Pratama (BEP) sebagai mitra bisnisnya.
 
Namun lanjutt Isnadi, ada hal yang tidak wajar ketika membaca surat pengumuman rekrutmen pekerja tanggal 7 Juni 2018 yang di kirimkan ke Camat Merbau dan ditembuskan ke Field Manager EMP oleh perusahaan tersebut. Dimana lanjutnya untuk kelengkapan alat pelindung diri berupa safety helmet, sepatu, kaca mata dan pakaian kerja tidak disediakan oleh perusahaan.
 
"Sedangkan peralatan tersebut merupakan pelindung untuk Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang itu diatur melalui Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan tentunya juga di titik beratkan melalui Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) Sektor Migas” tegasnya.
 
"Ini kesalahan patal dan kondisi ini mencerminkan ketidak profesionalan EMP dalam menjalankan usaha di sektor Migas”. Imbuh Isnadi.
 
“Untuk itu sudah semestinya pemerintah di level Kecamatan, Dinas Tenaga Kerja, Kementerian ESDM dan SKK Migas menyikapi atas situasi perusahaan seperti EMP Malacca Strait ini, sudah saatnya pihak-pihak terkait melakukan evaluasi kelayakan oprasionalnya agar tidak lagi ada pihak yang dirugikan sedangkan perusahaan terus menikmati hasilnya, pada tahun 2020 EMP sudah berakhir kontrak Wilayah Kerjanya (WK), dengan performance perusahaan seperti itu kami sebagai masyarakat sipil tentunya meminta kepada SKK Migas sebagai institusi yang berwenang untuk tidak memperpanjang kontrak kerja PT. EMP Malacca Strait di Blok Selat Melaka”. tutup Isnadi.
 
Loading...
BERITA LAINNYA