Menyoal Manfaat KTT APEC di Bali

Kamis, 03 Oktober 2013 - 02:22:20 wib | Dibaca: 2381 kali 

[caption id="attachment_4933" align="alignleft" width="300"]APEC Bali Forum tidak mengikat, sehingga tidak ada aturan ataupun sanksi. APEC Bali Forum tidak mengikat, sehingga tidak ada aturan ataupun sanksi.[/caption] gagasanriau.com ,Pekanbaru--Bali, untuk kesekian kali, kembali menjadi andalan Indonesia dalam menggelar hajatan tingkat global. Kali ini adalah Pekan Konferensi Tingkat Tinggi Forum Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) dengan mengundang 21 pemimpin ekonomi kelas dunia, seperti AS, Rusia, China, Hong Kong, dan lain-lain, serta melibatkan para eksekutif korporat se-kawasan selama 1-8 Oktober 2013. Sebelum pertemuan puncak para pemimpin ekonomi APEC, yang berlangsung pada 7-8 Oktober 2013, rangkaian KTT didahului oleh pertemuan para anggota Dewan Penasihat Bisnis APEC (ABAC) yang berlangsung pada 1-4 Oktober, dan dilanjutkan pertemuan para kepala eksekutif korporat dan para pemimpin Ekonomi (APEC CEO Summit) yang berlangsung 5-7 Oktober 2013. Didirikan pada 1989, APEC merupakan forum bagi 21 ekonomi di Asia Pasifik yang mendorong perdagangan bebas dan kerjasama ekonomi kawasan dan menyelenggarakan pertemuan secara bergilir setiap tahun. Forum ini tidak bersifat mengikat, sehingga tidak akan ada aturan maupun sangsi. Setiap tahun gelar KTT, para pemimpin negara anggota hanya dimintai komitmennya dalam mendukung rezim perdagangan dan investasi bebas. Bagi sebagian kalangan pengusaha papan atas dan pejabat pemerintah, pertemuan APEC tahun ini di Bali diharapkan makin serius berkomitmen atas liberalisasi perdagangan dan investasi di Asia Pasifik, dengan mengacu pada visi "Deklarasi Bogor," yang dibuat pada KTT 1994. Namun, kalangan lain, terutama masyarakat awam, mengaku masih belum merasakan hasil yang dibuat APEC, walau setiap tahun para pemimpin anggotanya bertemu dalam dua dekade terakhir. KTT ini lebih dilihat pada sisi kehebohannya, seperti pemblokiran wilayah tertentu maupun penutupan bandara untuk mengamankan para pemimpin anggota APEC dan delegasi mereka. Satu-satunya hal positif yang dirasakan adalah masyarakat tuan rumah menikmati infrastruktur baru untuk mendukung kelancaran KTT, seperti pembangunan jalan tol dan pemugaran bandara, yang kini dirasakan Bali. Rangkaian pertemuan selama Pekan KTT APEC dimulai dengan pertemuan ABAC, yang merupakan forum resmi bagi para pebisnis dari negara-negara anggota APEC. Menurut Ketua ABAC 2013, Wishnu Wardana, pada KTT kali ini para anggota APEC harus tetap konsisten mendukung integrasi ekonomi di kawasan sebagai cara untuk mempromosikan daya tahan dan pertumbuhan ekonomi sekaligus beradaptasi dengan perkembangan yang sedang terjadi. "Integrasi ekonomi regional menyediakan berbagai cara untuk menyalurkan harapan APEC akan pemulihan ekonomi, stabilitas pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, dan stabilitas keuangan," kata Wishnu dalam pernyataan seperti yang dimuat di laman resmi ABAC. "APEC harus mengejar agenda ambisius terkait perdagangan dan investasi bebas, tidak hanya dari segi barang namun juga jasa, sekaligus meningkatkan konektivitas termasuk penyediaan infrastruktur serta pasar keuangan yang terintegrasi," lanjut dia. Menurut dokumen yang diterima VIVAnews, ABAC sudah menyiapkan pokok-pokok rekomendasi kepada para pemimpin. Pokok-pokok ini sudah mereka rumuskan pada pertemuan persiapan KTT APEC di Kyoto, Jepang, Juli lalu dan akan dimatangkan lagi pada pertemuan di Bali ini selama empat hari mendatang. ABAC akan sampaikan hasil pertemuan mereka dengan para pemimpin APEC dalam suatu dialog khusus pada 7 Oktober mendatang. Salah satu pokok rekomendasi adalah mempercepat liberalisasi perdagangan dan investasi global. ABAC menyakini bahwa motor utamanya adalah Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang selama ini berjuang menuntaskan rangkaian perundingan untuk membuat aturan yang menjamin perdagangan bebas, yang dikenal dengan Putaran Doha. ABAC berharap agar APEC menunjukkan kepemimpinan untuk membangun dan mempromosikan Paket Putaran Doha, yang akan kembali dibicarakan pada pertemuan tingkat menteri WTO di Bali Desember mendatang. Pokok lain yang dibahas ABAC untuk disampaikan kepada para pemimpin APEC pada pertemuan di Bali kali ini adalah perlunya regulasi yang transparan dan jelas. Studi dari Pacific Economic Cooperation Council (PECC) pada 2012 menyoroti kurangnya transparansi regulasi menjadi isu yang paling menantang dalam mewujudkan kesepakatan dagang bebas. Para pebisnis utama APEC juga menyarankan peningkatkan konektivitas rantai distribusi agar tercipta lalu lintas perdagangan barang dan jasa yang lebih mudah, murah, dan cepat di kawasan Asia Pasifik. Upaya peningkatkan konektivitas itu untuk memenuhi 10 persen target APEC untuk memperbaiki kinerja rantai distribusi dari segi waktu, biaya, dan ketidakpastian pada 2015. Kalangan pebisnis APEC, dalam dokumen itu, juga mengimbau penguatan ketahanan pangan di kawasan. Mereka menyambut upaya APEC untuk membangun peta jalan berorientasi hasil untuk memenuhi tujuan jangka panjang dalam menciptakan sistem ketahanan pangan pada 2020. Peningkatan investasi dan pembangunan infrastruktur juga akan menjadi perhatian bagi kalangan pebisnis APEC. Mereka berharap para anggota APEC membuat suatu standar evaluasi dalam pemenuhan pembangunan infrastruktur. Oleh karena itu ABAC menyiapkan daftar keinginan para pebisnis soal infrastruktur dan perangkat kebijakan yang perlu dipertimbangkan di negara-negara APEC. Demikian ungkap Anindya Bakrie, anggota ABAC dari Indonesia saat menyampaikan hasil rapat tingkat pejabat senior (CSOM) ABAC di Nusa Dua, Bali, hari ini. Hasil rapat ini akan menjadi bahan utama pertemuan resmi ABAC, yang dimulai 2 Oktober esok. Menurut Anindya, salah satu poin penting yang ditekankan para pebisnis APEC adalah ABAC’s Enablers of Infrastructure Investment Checklist. Daftar ini merangkum perspektif kalangan pebisnis mengenai berbagai kebijakan dan praktik yang bisa dijadikan acuan bagi anggota APEC untuk menarik dan memberdayakan investasi asing (FDI) dalam sektor infrastruktur. "Daftar ini bertujuan untuk digunakan sebagai alat evaluasi yang bisa digunakan para pemerintah di kawasan Asia Pasifik untuk mengukur bagaimana peraturan-peraturan yang mereka susun bisa mengakomodasi modal, kemitraan dan mekanisme perencanaan jangka panjang yang dibutuhkan untuk suksesnya pembangunan infratruktur," kata Anindya. Selain itu, lanjut Anindya, ABAC juga menyusun sebuah laporan mengenai kebijakan dan institusi yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur secara lebih komprehensif. "Kami menyerukan pemerintah negara anggota untuk memanfaatkan daftar dan laporan ini dalam menyusun Rencana Tahunan atas Pembangunan dan Investasi Infrastruktur dan, bila dimungkinkan, bisa memanfaatkan daftar tersebut untuk dijadikan acuan tahun ini," kata Anindya. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia itu juga menilai bahwa KTT APEC kali ini menjadi ajang bagi pemerintah Indonesia untuk mengupayakan produk minyak kepala sawit, yang menjadi andalan ekspor pertanian RI, bisa masuk dalam daftar enviromental good list yang disusun APEC. Selama ini minyak kelapa sawit RI tidak bisa berkembang di pasar internasional lantara terganjal standardisasi dari AS. Ini menjadi salah satu kepentingan utama RI dalam forum APEC. Hingga jelang Pekan KTT APEC di Bali, delegasi Indonesia masih belum bisa mewujudkan target itu. "Ini perlu pendekatan diplomasi yang lebih baik lagi. Padahal produk AS seperti motor dan turbin masuk dalam daftar, tapi minyak kelapa sawit dari Indonesia tidak," kata Anindya. ABAC merupakan suara resmi dari kalangan pebisnis APEC. Forum ini melibatkan para pemimpin bisnis dari 21 anggota APEC yang dipilih secara resmi oleh kepala pemerintah masing-masing dan bertugas mengidentifikasi prioritas-prioritas kebijakan dan isu-isu krusial dari sektor bisnis untuk mencapai kerjasama ekonomi yang lebih erat. Tahun ini ABAC diketuai delegasi dari Indonesia, yaitu Wishnu Wardahana, yang merupakan Direktur Indika Energy . Selain Wishnu, delegasi ABAC dari Indonesia adalah Anindya Novyan Bakrie (Chairman Bakrie Global Ventura), Presiden Direktur Pertamina Karen Agustiawan, Gatot Suwondo (Presdir PT Bank Negara Indonesia), Arief Yahya (Presdir Telkom), dan Erwin Aksa (CEO Bosowa Group). Reaksi Masyarakat Sementara itu, sebagian kalangan masyarakat awam di Bali melontarkan reaksi beragam soal manfaat KTT APEC di Bali. Ada yang senang dan apa pula yang gusar. Seorang warga bernama I Nyoman Sudarta mengaku senang bahwa KTT APEC di wilayahnya ini membuat pemerintah membangun dan memperbaiki infrastruktur. "Bandara diperbagus, lalu ada juga jalan-jalan baru. Jalan underpass baru dan jalan tol baru. Pembangunan makin berkembang," kata dia . Namun, ada pula yang tidak begitu antusias atas manfaat yang bisa dihasilkan KTT APEC. Ada yang menyatakan, alih-alih memberikan manfaat bagi rakyat kecil, momentum KTT APEC malah bisa membuat mereka gusar. Demikian ungkap Giri, perempuan pemilik kios di perempatan lampu merah pintu masuk Bali Tourism Development Center (BTDC), Nusa Dua. Dia mengaku tekor karena penyelenggaraan KTT APEC. "Saya merasa rugi karena ada APEC ini. Sepi pembeli," keluhnya. Padahal sebelum APEC digelar, kiosnya masih didatangi satu atau dua turis mancanegara. Giri makin dongkol karena selama penyelenggaraan APEC, beberapa ruas jalan ditutup oleb polisi. "Seperti jalan di depan toko saya ini, jam 8 pagi tadi tiba-tiba ditutup. Baru dibuka lagi jam 12 tadi," imbuh Giri yang memiliki kios itu karena warisan dari ibunya. Giri pun mengaku tidak terlalu paham apa yang sebenarnya dibicarakan dalam forum yang dihadiri oleh 21 pemimpin negara dan kepala pemerintahan itu. Dia bahkan mengatakan tidak terlalu ambil pusing. Sejumlah warga lain mengaku sebatas mengetahui APEC merupakan pertemuan petinggi negara dunia. Soal isi pertemuannya, nyaris tak diketahui. Uun Gusti misalnya, perempuan penjual oleh-oleh sepatu di dekat kawasan BTDC mengaku tak tahu substansi pertemuan APEC. "Apa ya? Tahunya ada pertemuan APEC. Para petinggi negara hadir. Itu saja," kata Uun saat ditemui VIVAnews di tokonya, Selasa 1 Oktober 2013. Uun sejak tiga tahun belakangan berjualan di kawasan yang hanya berjarak beberapa meter saja dari lokasi pertemuan. Namun, hingga kini sama sekali tak ada penjelasan tentang pertemuan tersebut. "Belum ada penjelasan. Belum ada sosialisasi," katanya. Ia berharap pertemuan tersebut dapat mengenalkan wilayah lain di Indonesia, tak hanya Bali. "Biar wilayah lain lebih dikenalkan. Kan Indonesia tidak hanya Bali. Orang luar (negeri) harus juga kenal daerah selain Bali," harap Uun. Senada dengan Uun, Nyoman Suwana yang berprofesi sebagai polisi juga tak mengetahui betul isi pertemuan yang tengah dijaganya. Ia hanya mengetahui jika pertemuan tersebut merupakan pertemuan kepala negara yang akan membicarakan persoalan ekonomi. "APEC itu, Asia Pasific Economic Cooperation. Ya, membahas ekonomi lah," sebutnya. Namun, saat ditanya lebih detil persoalan apa yang dibahas oleh para kepala negara itu, Suwana mengaku tak faham betul. Sementara itu, Ketut Brumbun, seorang sopir taksi yang sedang berbincang dengan Suwana ikut menimpali pembicaraan. Baginya yang hanya tamatan Sekolah Dasar (SD), substansi pertemuan APEC tak terlalu penting baginya. "Saya hanya lulusan SD. Tidak tahu apa itu APEC. Yang penting nanti usai APEC banyak tamu datang, itu saja," harapnya. Menurut analis politik ekonomi internasional dari Universitas Indonesia, Beginda Pakpahan, selama 24 tahun bergabung menjadi anggota forum kerja sama ekonomi Asia Pasifik (APEC), implikasi yang dirasakan oleh Indonesia baru dinikmati kalangan pebisnis top semata. "Bagi rakyat kecil, baru sedikit merasakan dampak positif bergabung dengan APEC," kata  yang ditemui VIVAnews beberapa waktu lalu. "Karena ini merupakan forum ekonomi, maka yang merasakan manfaat secara langsung para pelaku ekonominya. Namun, sekarang yang jadi pertanyaan, apakah pengusaha kecil menengah (UKM) atau kalangan non bisnis bisa ikut merasakan implikasinya," lanjut dia. Viva.co.id

Loading...
BERITA LAINNYA