[caption id="attachment_7564" align="alignleft" width="259"] Bank Century Yang Di Tutup[/caption]
gagasanriau.com ,Jakarta- Beberapa orang yang mengatasnamakan Gerakan Aktivis 77/78 menyambangi gedung KPK. Mereka meminta KPK agar bersikap tegas menindak SBY-Boediono karena dinilai telah menjadi otak dalam kasus Century. "Tidak ada keraguan sedikit pun bagi kami, dan seluruh rakyat Indonesia yang berpikir, bahwa otak perekayasa bailout Bank Century adalah Susilo Bambang Yudhoyono, yang menggunakan kekuasaannya sebagai Presiden RI, menerbitkan Perppu No 4 Tahun 2008,"kata kordinator Gerakan Aktivis 77/78, Sukmadji Indro Tjahjono di gedung KPK, Jakarta, Senin, (2/12). Boediono, kata dia, menyelewengkan kewenangannya (ketika itu) sebagai Gubernur Bank Indonesia untuk mengubah-ubah persyaratan CAR (Capital Adequacy Ratio) Bank Century hingga ke titik paling tidak masuk akal, hanya demi (seolah-olah) sahihnya Bank Century digelontori uang rakyat hingga Rp 6,7 triliun. "Oleh sebab itu, kami (Gerakan Aktivis 77/78) minta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak melakukan langkah-langkah konyol dan bertele-tele. Segera menangkap dan menetapkan Wapres RI Sdr Prof Dr Boediono M.Ec sebagai tersangka,"tandasnya. Dengan demikian, kata dia, penegakkan hukum bisa segera melangkah ke Sdr Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai orang paling bertanggungjawab atas pembobolan uang rakyat Rp 6,7 triliun itu. Ia menilai langkah KPK yang bertele-tele dalam menangani skandal rekayasa bailout Bank Century yang terbukti hanya menimbulkan kegaduhan politik dan menghabiskan energi rakyat Indonesia yang sedang dirundung derita panjang di hampir semua bidang kehidupan. "Kami rakyat Indonesia sudah bosan dan muak menyaksikan para petinggi negeri ini, memamerkan keculasan dan kebohongannya tanpa rasa malu sedikitpun untuk melepaskan tanggungjawabnya atas skandal mega korupsi Bank Century,"kata dia. "Tidak ada keraguan sedikit pun bagi kami, dan orang-orang yang berpikir, bahwa bailout Bank Century pada 2008 adalah sebuah rekayasa politik pembobolan uang negara Rp 6,7 triliun. Maka alasan “berdampak sistemik” sesungguhnya merupakan kebohongan yang nyata dan terkutuk,"tambahnya. Sumber Asatunews