Daerah

Ada Rp.120 M Uang Negara Hilang, Hasil Kajian Pansus Lahan DPRD Riau

Gagasanriau.com Pekanbaru-Ekspolitasi Sumber Daya Alam (SDA) dari sektor kehutanan tercatat negara mengalami kehilangan pemasukan senilai Rp.120 milyar yang dilakukan oleh koorporasi beroperasional di Provinsi Riau.

"Temuan kita sementara, di luar pleno, dari jumlah pajak Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) saja diduga ada penyimpangan dari Rp120 miliar yang seharusnya masuk ke kas negara, yang masuk hanya Rp61 miliar. Berarti ada penyimpangan lebih kurang Rp60 miliar,"kata Suhardiman Amby Ketua Panitia Khusus Monitoring dan Evaluasi Perizinan lahan DPRD Riau Jumat (17/4/2015) di Pekanbaru.

Kajian yang dilakukan oleh Pansus Lahan ini terungkap setelah dilakukan pemanggilan 69 perusahaan Hutan Tanaman Industri dan perusahaan Perkebunan Sawit. Dan mirisnya ada beberapa perusahaan HTI yang enggan untuk hadir saat dilakukan pemanggilan oleh Pansus Lahan DPRD Riau.

Pemanggilan ini menurut Suhardiman Amby, sudah dilakukan sejak Maret sampai saat ini. "HTI ada tiga perusahaan yang masih mangkir, nanti akan kita lakukan pemanggilan ulang setelah Reses," kata Suhardiman Amby. Dirincikannya bahwa Perusahaan HTI yang belum dipanggil sebanyak 23 lagi ditambah tiga yang mangkir tersebut. Sedangkan Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit yang akan dipanggil masih banyak lagi yakni sejumlah 379 perusahaan. Menurut Suhardiman, selama proses dengar pendapat dengan perusahaan, pihaknya banyak mendapati penyimpangan, kejahatan kehutanan, pajak dan lingkungan. Hal tersebut, katanya, akan terus didalami pansus hingga perizinan dan pajaknya bisa diperbaiki kedepannya.

Hal itulah, kata dia, yang akan ditelusuri salahnya dari mana. Apakah itu, lanjut dia, karena salah pencatatannya oleh dinas terkait atau memang ada penggamblangan yang saat ini masih belum ada keputusan dan baru dugaan sementara. Kemudian dia mengatakan bahwa dalam hal penyimpangan di bidang lingkungan, menurutnya hampir seluruh perusahaan yang melakukan pelanggaran. Itu dimulai dari menanam di pinggir sungai, pinggir danau, limbah cair, limbah padat, penutupan limbah ke sungai, penutupan anak sungai, dan lainnya yang semuanya melanggar undang-undang. "Dalam undang-undang, bagi perusahaan yang melanggar akan didenda Rp 5 miliar per perusahaan. Kalau itu kita tegakkan pastilah mereka akan terhukum oleh aturan. Hanya saja Pansus bukanlah eksekutor. Pansus hanya melahirkan rekomendasi. Semuanya, temuan kejahatan mereka soal lingkungan, pajak, produksi mereka, akan kita rekomendasikan," sebut Sekretaris Komisi A DPRD Riau ini. Dia menambahkan dari 66 perusahaan yang sudah memenuhi panggilan, hasil produksi yang dilaporkan juga hanya rata-rata 100 meter kubik per hektare (ha) tanamannya, bahkan ada yang 80 meter. Padahal, katanya, dalam ilmu kehutanan baik rawa atau pun tanah daratan, minimal harus 140 meter kubik per hektare. "Berarti ada penyimpangan 40 meter kubik per hektare. Kita akan terus buka fakta, tentunya harus didukung pihak terkait lainnya. Kita berharap BPN melengkapi datanya, dinas perkebunan juga demikian, dan kantor wilayah pajak," ungkapnya. Dia berharap Kanwil Pajak Riau mau membuka simpul ini karena jika menutup diri, masalah ini tak akan selesai. Pajak tersebut ada dua jenis yakni pajak untuk daerah dan pajak untuk negara.

Editor Brury MP sumber antarariau


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar