Daerah

Apa Yang Bisa Kita Berikan Kepada Guru Honorer di sekolah

Kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) sekitar 6 persen yang akan dibayarkan pada bulan Juli 2015. Selain gaji juga akan mendapat rapelan kenaikan gaji bulan Januari sampai bulan Juni ditambah lagi bagi guru yang sudah sertifikasi dengan Tunjangan Profesi Pendidik (TPP) Triwulan 2 bayangkan saja, gaji PNS untuk seorang guru golongan III.a yang berijazah S.1 akan menerima lebih kurang Rp. 12 jutaan

Coba sekarang bandingkan dengan honor yang diterima pegawai honorer hampir di semua instansi, nominal di atas harus mereka dapatkan dengan bekerja selama berbulan-bulan. Lebih ironis lagi dengan guru honorer, pendapatan sebesar itu hampir mustahil dicapai. Padahal tanggung jawab yang dituntut dari sekolah sama tidak ada perbedaan antara guru honor dan PNS.

Kenapa guru dalam hal ini yang disorot. Bukankah banyak pegawai honorer di instansi lain, yang juga nasibnya tak jauh lebih baik dari guru honorer?. Tanpa bermaksud menepikan keberadaan dan nasib pegawai honorer lain, kita kembali mengingat ucapan dan janji pemerintah yang ingin mensejahterakan kehidupan guru di seluruh Indonesia.

Tentu saat itu, seluruh guru honorer seperti mendapatkan energi dan semangat baru dengan harapan ucapan dan janji itu segera terealisasi. Tapi, setelah waktu berlalu, ternyata ucapan dan janji itu hanya diperuntukkan untuk guru PNS, tidak untuk guru honorer. Ini karena faktanya:

Pertama Pemerintah hanya memikirkan kenaikan gaji PNS (termasuk guru) tak perduli apakah mereka (pegawai PNS) bertambah baik kinerjanya atau malah menurun. Karena menurut mereka, kinerja baik atau tidak, gaji dijamin naik terus. Sedangkan untuk honorer, jangan harapkan pemerintah menyisihkan sebagian anggaran dengan dasar keprihatinan terhadap nasib dan kesejahteraan honorer. Kalaupun ada (seperti tunjangan fungsional untuk guru honorer) harus memenuhi kriteria tertentu baru bisa mendapatkan (baca Syarat mendapatkan tunjangan fungsional guru non pns tahun 2015 )

Kedua tunjangan sertifikasi guru yang bertujuan meningkatkan profesionalitas guru, nampaknya juga terkesan pilih kasih, pemerintah lebih memprioritaskan guru PNS yang notebene sudah cukup sejahtera (jika dibanding guru honorer) dalam memperoleh tunjangan sertifikasi guru. Pengajuan sertifikasi di sekolah negeri mesti merampungkan dahulu guru PNS baru setelah kelar giliran guru honorer bisa mendaftar padahal syarat dan ketentuan sudah terpenuhi. Jadilah guru honorer semakin jauh tertinggal.

Pertanyaannya, mengapa guru honorer bertahan pada profesinya, padahal gajinya sangat kecil? Setidaknya ada beberapa jawaban tentang ini. Pertama, guru honorer sangat berharap menjadi PNS. Menjadi PNS merupakan dambaan mayoritas masyarakat karena dianggap menjanjikan kesejahteraan dan jaminan hari tua. Karena itu, apa pun akan dilakukan untuk bisa menjadi PNS.

Kedua menjadi guru honorer merupakan satu cara untuk menjadi PNS dengan pertimbangan telah mengabdi (loyal) sampai waktu tertentu. Namun, meski sudah mengabdi 10 tahun sekalipun, belum ada jaminan guru bisa diangkat menjadi PNS. Sebaliknya, banyak guru yang pengabdiannya baru seumur jagung diangkat PNS.

Meski mengalami kekecewaan berat, guru yang tidak lulus lantas tidak beralih ke profesi lain setidaknya masih berharap suatu saat giliran dirinya yang ”lolos” sebagai PNS.

Hari Raya Idul Fitri 1436 H adalah hari penuh dengan kebahagiaan, penuh dengan perayaan dan suka cita. Namun bagi Guru Honorer Hari Raya Idul Fitri belum bisa dinikmati dengan penuh kegembiraan, karena minimnya pendapatan mereka. Memberikan kebahagiaan kepada Guru Honorer jelang Idul Fitri 1436 H, menjadi sebuah bentuk kepedulian kita terhadap nasib guru honorer,

Kepedulian terhadap guru honorer bisa kita lakukan di sekolah kita masing-masing dengan menyisihkan pendapatan berbagai tunjangan yang kita dapat di bulan Juli tahun 2015 ini bagi guru yang PNS sehingga kita dapat membantu Guru Honorer dalam merayakan Hari Raya Idul Fitri 1436 H dalam bentuk kegiatan Pemberian Paket Lebaran atau THR untuk Guru honorer.

Idul Fitri juga dapat digunakan sebagai moment untuk mengasah kepekaan sosial kita terhadap lingkungan sekitar, perlu kita ingat bahwa ketika kita berbahagia berkumpul bersama sanak saudara dengan pakaian baru, makanan serba lengkap, kendaraan yang siap sedia mengantarkan kita pergi kemana saja, tapi disisi lain banyak saudara kita yang menangis karena beban hidup yang demikian berat.

Jangan lagi untuk membeli baju atau bertamasya, untuk makan sehari-hari saja masih sulit dapat dipenuhi. Untuk itu sudah selayaknya rasa syukur kita kepada Allah SWT dalam merayakan Idul Fitri dilakukan dengan memberikan bantuan kepada saudara-saudara kita yang membutuhkannya. Penulis Oleh. M.syamsi,S.Pd Guru SMPN 3 Tanah Merah Inhil Riau


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar