Daerah

22 SKPD Riau Berkinerja Buruk, Dinas Kesehatan Paling Terburuk

GagasanRiau.com Pekanbaru - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau menyatakan sebanyak 22 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) berkinerja buruk dan paling terburuk adalah Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi.Hal ini dinilai berdasarkan rendahnya serapan anggaran dan buruknya sistem birokrasi. Seperti analisis yang disampaikan melalui pesan elektronik kepada Gagasan Riau.com Selasa malam (8/9/2015), dimana kajian berdasarkan serapan APBD tahun 2015. "Saat ini sebanyak 22 SKPD dan Badan yang telah melaksanakan penggunaan anggaran tahun 2015 untuk belanja modal. Satker paling terburuk, yakni Dinas Kesehatan hanya mampu menyerap anggaran sebesar Rp. 215,1 Milyar (0,01 persen), Dinas kehutanan sebesar 225 milyar (0,01 persen), Disperindag sebesar Rp. 269,8 milyar (0,01%). Menariknya, potensi serapan terbesar adalah Dinas Bina Marga sebesar Rp, 1,4 Triliun (51,2 persen) dari total belanja modal, yang sebagian besar kegiatannya dialokasikan untuk pembangunan fisik"kata Triono Peneliti FITRA Riau. Berikutnya, ada RSUD Afirin Ahmad dengan belanja modal sebesar Rp. 123,2 miliyar (4,23 persen), serta Dinas cipta karya sebesar 74,7 milyar (2,5 persen) dari total belanja modal. Selebihnya, terburuk dalam menyerap anggaran SKPD dan badan lainnya hanya mampu menyerap rata-rata dibawah 2.00 persen saja"tambah Triono. Berikut ini adalah daftar SKPD berkinerja buruk

[caption id="attachment_30060" align="aligncenter" width="600"]22 SKPD Riau Berkinerja Buruk, Dinas Kesehatan Paling Terburuk 22 SKPD Riau Berkinerja Buruk, Dinas Kesehatan Paling Terburuk[/caption]

Selain itu, rendahnya serapan anggaran disebabkan besarnya pagu anggaran yang ditetapkan pemerintah karena bertambahnya beberapa item pendapatan daerah tahun 2015, seperti Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 41,9% (Rp. 3,65 Triliun), meningkat dari tahun sebelumnya dengan pertumbuhan sebesar 25,9% dan Dana Perimbangan sebesar Rp. 4,41 Triliun atau sebesar 50,6%. Serta Lain-lain pendapatan daerah yang sah sebesar 648,1 Miliyar atau hanya sebesar 7,4 persen.

Rata-rata setiap tahun pendapatan daerah terbesar bersumber dari Dana Perimbangan, ketergantungan pemerintah daerah terhadap pusat masih tinggi, artinya kemandirian daerah dalam meningkatkan pengelolaan keuangan daerah sangat lemah, kekhawatiran terhadap pemotongan dana transfer yang berakibat pada penurunan pendapatan daerah, implikasinya berhentinya program – program yang menyangkut kepentingan masyarakat. Melihat struktur APBD 2015, sangat optimis pemerintah dalam meningkatkan Pendapatan Daerah sebesar Rp. 8,7 Triliun yang tumbuh sebesar 22% dari tahun 2014 sebesar Rp. 7,4 Triliun, sedangkan Belanja Daerah di proyeksikan sebesar Rp. 10,7 Triliun, maka akan ketemu Silpa sekitar Rp. 2,00 Triliun, ditutup dengan Silpa tahun 2014 dengan besaran yang sama, artinya untuk silpa tahun berjalan di prediksi nihil.

Belanja daerah meningkat drastis menjadi sebesar Rp. 10,7 Triliun dengan pertumbuhan sebesar 29,5% dari tahun 2014 sebesar Rp. 8,87 Triliun.

Meningkatnya belanja tersebut karna besarnya Silpa tahun 2014 yang tidak terserap sehingga pemerintah memaksakan belanja untuk menghabiskan Silpa tersebut, artinya besarnya APBD Riau tahun 2015 bukan karna bertambahnya pendapatan daerah tetapi membengkaknya silpa tahun lalu.

Proyeksi tahun 2015 yang diprediksi Silpanya nihil semakin pesimis dengan kinerja pemerintah yang tidak cermat dalam menentukan nomenklatur belanja dan bisa ditaksir untuk silpa tahun 2015 juga semangkin membengkak. Kondisi seperti ini kerap terjadi beberapa tahun belakangan, tahun 2014 realisasi APBD hanya sebesar Rp. 5,6 Triliun atau sebesar 63,4% dari Total belanja daerah sebesar Rp. 8,8 Triliun.

FITRA Riau melihat serapan anggran tahun 2015 lebih buruk dari tahun sebelumnya, buruknya serapan anggaran tersebut diperkirakan potensi Silpa tahun 2015 sebesar Rp.4,1 triliun atau 39 persen dari total belanja daerah.

Penyebab buruknya serapan anggaran tentu berakibat pula pada buruknya kinerja dan program, maka pemerintah daerah harus memaksimalkan program/kegiatan sesuai ketentuan Perundang-undangan, jika tidak mau terjebak dalam praktek korupsi yang disebabkan kesalahan dalam tata kelola keuangan.

Pemerintah daerah Eksekutif dan Legislatif harus segera memaksimalkan program kegiatan yang telah di lelang dan memasuki APBD Perubahan pemerintah tidak neko-neko dengan menambah program kegiatan, tetapi memaksimalkan serapan anggaran melebihi prediksi FITRA.

"Pesimis sekali ketika pemerintah untuk mencapai visi misi Riau sesuai yang tertuang dalam RPJMD jika melihat kinerja birokrasi terhadap tata kelola keuangan, selain itu pemerintah provinsi harus memperbesar transfer terhadap pemerintah kabupaten sesuai dengan kondisi pembangunan daerah, beberapa tahun belakangan uang rakyat hanya menumpuk di Provinsi dan menjadi Silpa tiap tahunnya"tukas Triono.

Reporter Arif Wahyudi


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar