Daerah

Balada Negeri Asap

Kabut asap sudah menjadi bencana tahunan yang selalu melanda masyarakat Provinsi Riau semenjak delapan belas tahun silam. Musibah yang disebabkan kegiatan pembakaran lahan dan hutan, baik yang dilakukan masyarakat maupun korporasi tersebut laksana drama yang tidak berkesudahan. Episode demi episode selalau dijajahkan kepada masyarakat tahun berganti tahun tanpa diketahui siapa yang menjadi sutradara dari musibah massal tersebut.  kebakaran yang sudah menjadi agenda tahunan di bumi lancing kuning ini ibaratkan sebuah misteri seolah terjadi sendiri tanpa ada penyebabnya, lagi-lagi kemarau berkepanjangan dan asal muasal puntung rokok dikambinghitamkan atas bencana ini. Padahal kalu kita berbicara jujur, tanpa menafikan memang adanya kebakaran tanpa disengaja, salah satu tujuan pembakaran lahan dan hutan tersebut terutama dimaksudkan untuk pembukaan areal perkebunan kelapa sawit, sungguh ironis negeri ini. Balada Negeri Asap Bencana kabut asap seolah-olah menjadi sajak yang mengisahkan cerita perjuangan rakyat Riau yang menharukan berperang melawan asap untuk mendapatkan udara yang baik untuk hidup yang lebih berkualitas. Kebakaran lahan selalu berulang setiap tahun, tanpa disadari ini sudah mensengsarakan masyarakat Riau selama delapan belas tahun terhitung dari tahun 1997 silam. Sudah selayaknya petinggi negeri ini merasa malau karna tidak bisa merumuskan problem solving selama delapan belas tahun berjalan. Setiap kali musibah melanda selalu dihadapi dengan rapat-rapat dan peninjauan yang hanya bersifat seremonial belaka. Mungkin sudah ada banyak rapat, sudah ada banyak peninjauan, atau pernyataan, tetapi hasilnya tetap nol, buktinya Asap masih terus muncul. Ini menjadi ironi bagi bangsa Indonesia yang sering menyebut diri sebagai bangsa pembelajar dan menjadi balada dari negeri yang dikepung asap Mempertaruhkan Kesehatan Kebakaran hutan dan lahan terjadi sepanjang tahun di Riau yang disebabkan oleh keserakahan manusia harus menuai jalan pahit. Bencana tahunan ini harus ditebus dengan mempertaruhkan kesehatan masyarakat provinsi Riau. Bencana asap ini menyebabkan angka kesakitan terkait asap mencapai 15.234 orang, dan 12.262 orang di antaranya menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), bahkan penderita terbanyak berada di Kota Pekanbaru berjumlah 2.160 orang (Kompas, 9/9/15). Angka itu tentunya ibaratkan gunung es ditengah samudera yang maha luas yang kita tidak tahu sebesarapa besar gunung es tersebut. Bahkan menurut Agus Dwi Susanto, Ketua Divisi Penyakit Paru akibat Kerja dan Lingkungan Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menjelaskan bahwa kabut asap hasil pembakaran lahan mengandung partikel dan gas yang membahayakan kesehatan sehingga efeknya pada tubuh bisa bersifat akut ataupun kronis (Kompas, 9/9/15). Asap merupakan hasil pembakaran yang mengandung partikel dan gas seperti sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), dan nitrogen dioksida (NO2) yang akan berakibat akan menimbulkan iritasi pada tubuh antara lain pada membran mata, kulit, hidung, dan paru yang berujung kepada mata akan berair, hidung bersin-bersin dan berair, sakit tenggorokan, serta muncul dahak berlebih ketika menghirup asap Dampak Ekonomi Dampak yang ditimbulkan asap bukan saja terbatas pada kesehatan. Dampak asap juga menjalar keberbagai sector tak terkecuali dalam lingkup ekonomi. Merujuk kepada data yang dikeluarkan oleh Kompas (5/9/15) asap memberikan dampat yang sangat luar biasa terhadap ekonomi nasional sebesar Rp. 7,3 T pertahunnya yang diakibatkan oleh berkurangnya wisatwan domestic, mengganggu aktivitas bisnis sampai kepada penutupan Bandar udara diberbagai kota. Selain Ekonomi, asap juga berdampak kepada dunia pendidikan, lembaga pendidikan yang ada di Peknabaru mulai dari TK, SD, SMP dan bahkan perkulihan terpaksa diliburkan disebabkan karna kualitas udara di pekanbaru berada dalam status “bahaya”, entah sampai kapan instansi pendidikan akan diliburkan mengingat maneuver asap semakin hari semakin parah. Lingkungan adalah domain pertama yang mengalami kerugian, Merajalelanya berbagai kelompok masyarakat melakukan pembakaran lahan dan hutan bisa berdampak terhadap hancurnya sebuah kawasan ekosistem. Kehancuran sebuah kawasan ekosistem berarti petaka bagi umat manusia karena berbagai sumber kehidupan ikut hancur, terutama sumber daya air yang merupakan kebutuhan pokok bagi setiap makhluk hidup. Penegakan Hukum yang Adil Untuk menghindari terjadinya bencana yang lebih besar, kiranya pemerintah perlu memasukkan para pihak yang membakar lahan dan hutan sebagai pelaku ”kejahatan luar biasa” layaknya seperti korupsi dan perilakuextra ordinary crime lainnya.  Membakar hutan adalah kejahatan kemanusiaan dan sepantasnya oknum-oknum yang terlibat dijatuhi hukuman berat. Kalau hukum dijalankan, sesungguhnya kebakaran hutan dan lahan bisa dicegah oleh pemerintah dengan menerapkan secara konsisten UU No 32/2009 tentang Lingkungan Hidup. Dalam UU tersebut dijelaskan, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dapat memidanakan dan menuntut ganti rugi para pembakar lahan dan hutan, baik secara perseorangan maupun kelompok. Tanpa penegakan hukum yang tegas, sudah barang pasti kawasan hutan di Riau terancam punah berikut cagar biosfernya. Dengan demikian, tak ada artinya uang dalam jumlah ratusan miliar yang dikeluarkan untuk mengatasi bencana kebakaran lahan dan hutan, sementara para pelakunya tidak pernah disentuh hukum. Hanya berharap pada penegakan hukum yang adil untuk mewujudkan masyarakat Riau hidup tanpa asap dimasa yang akan datang. ASSYARI ABDULLAH,S.Sos.,M.I.Kom. Dosen Komunikasi Universitas Muhammadiyah Riau


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar