Daerah

Pemuda Riau Desak Jokowi Segera Cabut Izin Perusahaan HTI Grup Sinar Mas dan APRIL

GagasanRiau.com Pekanbaru - Pesan berantai (Broadcast) yang disebar melalui Blackberry atas nama Pemuda Riau, meminta Presiden Joko Widodo segera mencabut izin perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang dimotori oleh Grup Sinar Mas dan Grup APRIL dan juga perkebunan di Provinsi Riau. Karena disebutkan perusahaan HTI dan perkebunan sawit tersebut merupakan otak pelaku dari kabut asap yang disebabkan Kebakaran Lahan dan Hutan di Pulau Sumatera pada umumnya dan Provinsi Riau pada khususnya.

Didik Arianto aktifis lingkungan dan petani dari Kabupaten Bengkalis kepada GagasanRiau.com Kamis sore (22/10/2015) menyebutkan Jokowi harus tegas dan berani segera mencabut izin dan mendesak agar perusahan-perusahaan tersebut bertanggungjawab secara materi mengganti kerugian selama terjadi kebakaran hutan dan mengakibatkan kabut asap selama 100 hari lebih ini. "Terutama Grup Sinar Mas dan APRIL merekalah biang segala kerusakan lingkungan di Bumi Lancang Kuning ini, ada juga perusahaan sawit seperti grup Wilmar"kata Didik.

Senada yang disampaikan oleh Ikhsan Arif Suzaki aktifis petani dari Kabutaen Kampar, selain mendesak agar izin perusahaan-perusahaan tersebut dicabut. Ia juga meminta agar Bupati dan Gubernur Riau lebih konkrit dalam mengatasi kebakaran lahan dan hutan ini dengan segera merekomendasikan perusahaan-perusahaan yang lahannya terbakar untuk dilakukan pengusutan secara hukum maupun pencabutan izin kepada pihak-pihak berwenang.

"Jangan seperti pemadam kebakaran, seperti Plt Gubri melaporkan layaknya ketua pramuka saja, kita butuh langkah konkrit, jika pun ini asap kiriman dari provinsi tetangga, bagaimana upaya menyelamatkan warga dari kabut asap ini, seperti posko yang layak dan dilengkapi fasilitas bukan asal-asalan saja"tukas Ikhsan.

Dipaparkan Ikhsan, akibat kabut asap disebabkan kebakaran lahan dan hutan yang menyelimuti Riau kembali Rabu pagi (21/10/2015) seorang bocah, berumur 9 tahun, bernama Ramadhan Lutfi Aerli, warga Jalan Pangeran Hidayat, Pekanbaru, ini meninggal akibat penipisan oksigen pada jantung dan paru-parunya. Disebutkan bahwa pemicu sakit sang bocah akibat paparan kabut asap.

Dikutip dari Mongabay.co.id Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) merilis daftar perusahaan besar di balik kebakaran hutan dan lahan. Daftar itu hasil analisis kebakaran hutan dan lahan di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.

“Hasil analisis menunjukkan mayoritas titik api di dalam konsesi perusahaan. Di HTI 5.669 titik api, perkebunan sawit 9.168,” kata Edo Rahkman, Manajer Kampanye Walhi Nasional di Jakarta, pekan lalu.

Dia merinci daftar berbagai grup besar terlibat membakar hutan dan lahan, di Kalteng Sinar Mas tiga anak perusahaan, Wilmar 14. Di Riau, anak usaha Asia Pulp and Paper (APP) enam, Sinar Mas (6), APRIL (6), Simederby (1), First Resources (1) dan Provident (1).

Di Sumsel (8) Sinar Mas dan 11 Wilmar, (4) Sampoerna, (3) PTPN, (1) Simederby, (1) Cargil dan (3) Marubeni. Kalbar Sinar Mas (6), RGM/ APRIL (6). Di Jambi Sinar Mas (2) dan Wilmar (2).

Berdasarkan data LAPAN periode Januari-September 2015 ada 16.334 titik api, 2014 ada 36.781. Berdasarkan data NASA FIRM 2015 ada 24.086 titik api, dan 2014 ada 2.014.

Kebakaran hutan dan lahan menyebabkan warga terserang ISPA. Di Jambi ada 20.471 orang, Kalteng 15.138, Sumsel 28.000, dan Kalbar 10.010 orang.

Arie Rompas Direktur Eksekutif Walhi Kalteng mengatakan, kebakaran karena pola penguasaan lahan korporasi terlalu luas. Dari 15,3 juta hektar luas Kalteng, 12,7 juta hektar (78%) dikuasai investasi. Baik HPH, sawit maupun pertambangan.

“Kalteng memiliki lahan gambut paling luas 3,1 juta hektar. Sudah habis untuk investasi perkebunan sawit. Kesalahan pemerintah yakni pembangunan lahan gambut sejuta haktar zaman Soeharto dan membuka gambut yang menjadi titik api. Gambut itu ekosistem basah yang ketika kering mudah terbakar,” katanya.

Tahun 2015, ada 17.676 titik api di Kalteng. Kebanyakan di konsesi. Namun upaya penegakan hukum masih kurang. Baru ada 30 perusahaan disidik, 10 disegel, tetapi belum jelas tindak lanjut seperti apa.

“Yang ditetapkan tersangka Mabes Polri cuma tiga. Itupun perusahaan kecil. Ini menunjukkan penegakkan hukum belum mengarah aktor besar yang mengakumulasi praktik besar pembakaran hutan.”

Dia menyebutkan, grup besar yang seharusnya disasar dalam upaya penegakan hukum antara lain Grup Wilmar, Best Agro International, Sinar Mas, Musimas, Minamas, dan Julong Grup.

Grup-grup ini, katanya, mengakumulasi mulai pemilik lahan, membeli CPO dari perusahaan menengah dan kecil, hingga mendapatkan keuntungan dari pembakaran hutan dan lahan.

Reporter Arif Wahyudi


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar