Daerah

Suku Asli Akit Pulau Rupat Dalam Lilitan Kemiskinan Karena Ulah PT. SRL

PT SRL mengangkut kayu alam dari hutan-hutan di Pulau Rupat

GagasanRiau.Com Bengkalis- Suku Akit merupakan suku asli di Pulau Rupat di Kabupaten Bengkalis. Suku ini hidup secara berkelompok terdapat di Kecamatan Rupat dan Kecamatan Rupat Utara di Pulau terluar Indonesia yang tersebar dibeberapa Desa dan Kelurahan.

Suku Akit menggantungkan hidup mereka pada alam dengan berburu binatang atau memanfaatkan hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu juga Suku Akit memanfaatkan hutan untuk mencari ramuan obat-obatan yang sudah diwariskan secara turun temurun.

Selain dari hutan mata pencarian Suku Akit juga memanfaatkan laut dan sungai untuk menangkap ikan, udang, kepiting dan sejenisnya dengan menggunakan bubu yaitu perangkap ikan sederhana yang dibuat sendiri dan menggunakan jaring yang diperjual belikan dipasaran.

Pulau Rupat adalah pulau kecil dan terluar yang berbatasan dengan negara Malaysia di Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau. Pulau ini memiliki luas lebih kurang 1.500 km2 dan dihuni sekitar 47.000 jiwa penduduk.

Kehidupan Suku Akit berubah sejak keberadaan PT. Sumatera Riang Lestari di Pulau Rupat, perusahaan ini bergerak dibidang hutan tanaman industri (HTI)  izin SK Menteri Kehutanan  No.208/Menhut-II/2007.

Luas konsesi PT.SRL di Pulau Rupat tak tanggung–tanggung yaitu seluas 38.210 hektar separuh dari luas Pulau Rupat.

Suku Akit menjadi terisolasi dari kehidupannya hutan yang menjadi sumber kehidupan sejak turun temurun habis ditebang oleh PT.SRL digantikan menjadi hutan tanaman industri yang telah menjadi hak milik privat perusahaan.

Tokoh suku Akit Hatas Atan.S Desa Titiakar ketika diwawancarai GagasanRiau.Com menceritakan kesusahan kehidupan sukunya sejak hutan Pulau Rupat di tebang oleh PT. Sumatera Riang Lestari.

“Dulu suku kami kerja berburu dan mengambil obat tradisional di hutan, sekarang semua hutan sudah habis ditebang, mencari obat tidak bisa, berburu tidak bisa, mencari damar tidak bisa, mencari kayu tidak bisa, mencari makan jadi susah, hidup kami menjadi susah” kata Atan.

Prihatinnya kehidupan suku Akit Hatas Desa Titiakar tidak hanya karena hilangnya sumber kehidupan dihutan saja tetapi kehidupan nelayannya pun saat ini begitu memprihatinkan.

Sukarto putra terbaik dari suku Akit yang saat ini dipercayai oleh masyarakatnya menjadi kepala Desa Titiakar menceritakan keresahan warganya karena ulah PT. SRL.

Aktifitas pekerjaan nelayan mencari ikan dan udang dengan menjaring dan memasang gombang di Laut dan disepanjang Sungai Selat Morong terganggu serta sangat dirugikan, karena kesibukan lalu lintas kapal pengangkat kayu milik PT.SRL hasil tangkapan nelayan berkurang.

“Jaring nelayan kami berulang kali dirusak karena ditabrak kapal pengangkat kayu milik PT.SRL dan tidak ada ganti rugi dari perusahaan, sisa - sisa kayu milik perusahaan yang berjatuhan bisa tersangkut dijaring dan gombang milik nelayan hal ini sangat mengganggu nelayan kami” ungkap Sukarto.

Reporter Anto Guevara


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar