Lingkungan

PT Arara Abadi Distrik Nilo Pelalawan, Serobot Tanah Ulayat Masyarakat

Ratusan Masyarakat Desa Kesuma, Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan melakukan aksi blokir jalan masuk perusahaan PT Arara Abadi Distrik Nilo

GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Ratusan masyarakat Desa Kesuma, Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan melakukan aksi blokir jalan masuk perusahaan PT Arara Abadi Distrik Nilo Rabu (15/11/2017)

Tepatnya di Jalan Kondur Masyarakat menutup akses menuju perusahaan bubur kertas tersebut dengan kayu balok. Mobil tronton  PT Arara Abadi Distrik Nilo tidak diperbolehkan melewati jalan tersebut.

Tetapi untuk angkutan umum milik masyarakat diperbolehkan melalui jalan akses menuju Desa Kembang Bungo, Betung, dan Desa Gondai tersebut.

Aksi masyarakat ini dilakukan sebagai bentuk protes kepada perusahaan PT Arara Abadi. Hal ini karena PT Arara Abadi tidak pernah mau menyelesaikan permasalahan tanah masyarakat Desa Kesuma yang diserobot perusahaan sejak tahun 2002 lalu.

Pada kesempatan tersebut, aksi massa ini dpimpin oleh Koordinator aksi Suwandi hadir juga Kepala Desa Kesuma, Marzon Iwandi, dan beberapa tokoh masyarakat.

Dikatakan Kepala Desa Kesuma Marzon Iwandi, terkait aksi masyarakat ini, karena mereka kecewa dengan PT Arara Abadi operasional Distrik Nilo.

Dimana Sejak tahun 2002, masyarakat sudah meminta kepada perusahaan untuk melakukan pengukuran ulang di luas lahan yang dikelola.

Sampai sekarang tidak ada titik temu. Bahkan, masyarakat sudah menyurati perusahaan, tapi tidak ada tindak lanjutnya" ungkap Marzon Iwandi Rabu (15/11/2017).

"Laporan masyarakat ada lahan yang diserobot PT Arara Abadi di Distrik Nilo. Luas lahan yang dikelola PT Arara Abadi lebih kurang 10 ribu hektare. Diantaranya ada tanah masyarakat yang diambil perusahaan. Kita minta pak Presiden Joko Widodo bisa turun tangan dalam penyelesaian sengketa lahan tersebut," paparnya kepada Riau Pos, Kamis (16/11/2017).

Sejak tahun 1985 Desa Kesuma ini sudah ada perkampungan. "Datuk kami sudah menempati lahan di Desa Kesuma dan sekitarnya ini sejak tahun 1985 lalu. Di tanah yang diklaim lahan perusahaan ada makam datuk dan leluhur kami. Kami minta pengukuran ulang. Dan tunjukkan keabsahan dari pengelolaan PT Arara Abadi ini. Jangan main serobot saja," jelasnya.

Masyarakat disini, tegasnya, siap berjuang sampai titik darah penghabisan.  "Intinya hak masyarakat kembalikan. Dan hak perusahaan silahkan ambil kembali,"jelasnya lagi.

Marzon juga menegaskan, harus jelas mengenai tapal batas, dimana letaknya milik PT Arara Abadi.

Sementara itu, Ketua Koordinator Masyarakat, Suwandi mengatakan, keberadaan PT Arara Abadi yang beroperasi di Desa Kesuma telah menimbulkan banyak kerugian masyarakat.

Diantaranya pemindahan aliran Sungai Nilo yang menjadi kanal dilakukan perusahaan menyebabkan hilangnya mata pencaharian penduduk sebagai pencari ikan. Bahkan,  juga lahan pertanian masyarakat sekarang sudah menjadi areal HTI PT Arara Abadi.

"Pengelolaan lahan gambut oleh PT Arara Abadi masih terjadi di areal Desa Kesuma. Padahal menurut Permen Kemenhut No 17 tahun 2017, tentang pengolahan gambut. Tidak boleh mengelola lahan gambut. PT Arara Abadi mengelola lahan gambut untuk tanaman Akasia seluas lebih kurang 6000 hektare. Harus itu tidak boleh," ungkapnya.

Dalam pengelolaan lahan HTI, sambungnya, PT Arara Abadi hanya memakai SK 743/KPTS II/1996. Itu SK untuk Riau, tanpa diketahui berapa luas lahan yang diperuntukkan di wilayah Desa Kesuma .

"Kami minta bu Siti Nurbaya Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup bisa turun tangan menyelesaikan permasalahan lahan ini. Kami akan laporkan ini juga kepada Pak Presiden Jokowi dan Bu Menteri Siti,"ujarnya.

Pantauan dilapangan, Kamis (16/11/2017), palang kayu masih terpasang pada pukul 06.20 WIB. Baru sekitar pukul 10.12 WIB, palang kayu yang dipasang dibongkar masyarakat.

"Kita akan melakukan pertemuan lagi dengan PT Arara Abadi. Untuk mencari solusinya,"ungkapnya.

Sementara itu, Humas PT Arara Abadi Musherizal Yatim mengatakan, bahwa pengelolaan HTI yang dilakukan di Desa Kesuma sesuai dengan izin yang dikeluarkan pemerintah.

Jadi, jelas Musherizal, perusahaan dalam menjalankan operasional tetap berpegang pada perizinan yang diberikan oleh pemerintah.

"Perusahaan kami go internasional, tidaklah mungkin dalam pengelolaan lahan sembarangan saja. Sesuai dengan izin yang diberikan pemerintah," ujarnya.

Musherial menambahkan, ada masyarakat yang melakukan pengambilan kayu atau ilegal logging di kawasan HTI perusahaan.

Menurutnya, syah saja kalau masyarakat mengklaim lahan itu ada milik mereka. Namun lanjutnya, perusahaan selalu berpegang pada izin yang diberikan pemerintah dalam pengelolaan lahan.

"Tapi, kita tekankan dalam melakukan kegiatan dilapangan kita sesuai prosedur perizinan dari pemerintah. Tidak asal dalam melakukan pengelolaan,"ungkapnya.

Editor Arif Wahyudi


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar