Dewan Pendidikan Riau : Walikota Harus Carikan Solusi
Dokumen aksi unjuk rasa guru bersertifiakasi di Pekanbaru (5/3/2019) lalu.
GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU -Walikota Pekanbaru Firdaus MT harus mencarikan solusi atas tuntutan guru sertifikasi SD dan SMP terhadap dihapuskannya tunjangan transportasi guru. Ini untuk menghindari gelombang unjuk rasa guru yang akan berakibat merugikan anak didik kita.
"Walikota harus jumpai guru-guru itu. Ajak berdialog dan carikan solusinya,'' ujar anggota Dewan Pendidikan Provinsi Riau, Ir H Fendri Jaswir MP, Rabu (20/3/2019), menanggapi kembalinya unjuk rasa guru-guru sertifikasi di kantor walikota.
Menurut Fendri, apa yang dituntut tenaga pendidik itu sesuatu yang wajar, pantas dan memenuhi rasa keadilan. Sebab, di daerah-daerah lain, bahkan di tingkat Provinsi Riau untuk guru SMA dan SMK juga diberikan tunjangan tambahan dari daerah. DKI malahan jumlahnya lebih besar lagi.
Tinggal sekarang, katanya, walikota mencarikan solusi agar tidak melanggar aturan 'single salary' . Nomenklaturnya harus disesuaikan. Bukan tunjangan profesi guru, tapi dengan istilah lain seperti tunjangan penghasilan pegawai dan lain-lainnya.
''Walikota Pekanbaru bisa konsultasi ke Pemprov Riau atau DKI, '' ujarnya.
Dikatakan, dengan dihapuskannya uang transportasi guru sertifikasi yang selama ini diterima semua guru di Pekanbaru, timbul ketidakadilan. Sebab, guru non sertifikasi justru ditambah dari Rp2 juta menjadi Rp3 juta. Begitu juga pegawai tata usaha atau tenaga kependidikan.
''Ini yang dinilai tidak adil, padahal kewajiban guru sertifikasi lebih banyak,'' katanya.
Mantan anggota DPRD Provinsi Riau itu menyayangkan Walikota Pekanbaru baru mengetahui bahwa guru sertifikasi tidak mendapatkan seutuhnya tunjangan profesi (sertifikasi). Sebab, terikat pada kewajiban mengajar tatap muka 24-40 jam seminggu. Sehingga tidak semua guru sertifikasi bisa diusulkan tunjangan sertifikasinya karena kekurangan jam mengajar.
Akibatnya, kata Fendri, yang diusulkan hanya beberapa orang dari sejumlah guru mata pelajaran.
''Misalnya, guru Bahasa Indonesia, lima orang, tapi yang diusulkan dua orang. Maka, tunjangan sertifikasi yang dua orang itu, dibagi untuk lima orang secara proporsional. Ini sudah berlangsung lama,'' paparnya.
Sehingga dana sertifikasi yang diterima guru tidak utuh sekitar Rp 3,5 juta, tapi berkisar Rp 1,5 juta. Padahal mereka terikat waktu mengajar. Sebaliknya, guru non sertifikasi tidak terikat waktu mengajar.
''Di sini ketidakadilan yang mereka tuntut,'' tuturnya.
Fendri berharap Walikota Pekanbaru lebih bijak menyikapi persoalan ini sehingga tuntutan guru-guru itu dapat terpenuhi. Jumlahhya tidak terlalu besar hanya Rp850 ribu sebulan. Tahun-tahun sebelumnya, Rp1,5 juta, lalu turun Rp 1.250.000, dan turun lagi menjadi Rp 850.000.
Editor: Munazlen Nazir
Tulis Komentar