Lingkungan

Kebun Sawit PT Hutahaean, Investigasi EoF Diduga Garap Kawasan Hutan Tanpa Izin

Peta 11. Foto 1-8: kebun sawit yang umur tanaman 15 tahun hingga umur 26 tahun. Berdasarkan SK No 903/Menlhk/Setjen/PLA.2/12/2016 seluas 2.648 ha berada di dalam kawasan Hutan Produksi dapat Dikonversi dan 132 ha berada di kawasan Hutan Produksi Terbatas.
GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Perusahaan perkebunan sawit di Riau diduga masih banyak melakukan pelanggaran dalam membuka usahanya. Perambahan kawasan yang tidak memiliki izin bahkan terang-terangan melanggar hukum yang berlaku. Mulai dari merambah kawasan hutan hingga perampasan lahan milik masyarakat tempatan dan mengelola diluar Hak Guna Usaha (HGU) yang dimiliki.
 
Dalam laporan gabungan organisasi lingkungan di Provinsi Riau, Eye On The Forest (EoF) terungkap adanya perusahaan yang diduga merambah kawasan hutan. Laporan itu dalam bentuk investigasi EoF pada tahun 2017 lalu, dan diterbitkan pada tahun 2018.
 
Laporan itu diberi judul "Kebun sawit beroperasi dalam kawasan hutan di Provinsi Riau tanpa izin maupun pelanggaran lainnya.   Analisis penggunaan Kawasan hutan berdasarkan SK Nomor 903/MENLHK/SETJEN/PLA.2/12/2016, 07 Desember 2016, Tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau
 
Satu diantaranya adalah, PT Hutahaean. Disebutkan bahwa konsesi PT Hutahean ini sebagian berada di dalam kawasan HPK (Hutan Produksi yang dapat dikonversi) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT).
 
Dimana, PT Hutahaean merupakan anggota dari Hutahaean grup yang berlokasi di Tambusai, Kunto Darussalam, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Provinsi Riau.
 
Dalam laporan EoF itu, beberapa titik koordinat areal PT Hutahaean antara lain; 1°9'49.96"N 100°20'14.96"E, 1°9'10.11"N100°20'15.08"E, 1°11'15.13"N 100°22'17.38"E,  1°10'8.32"N  100°22'17.40"E, 1°9'31.28"N100°22'17.68"E, 1°8'59.89"N 100°21'53.24"E, 1°8'29.95"N  100°22'55.76"E dan 1°7'21.53"N100°22'28.63"E.  
 
EoF mengacu pada laporan Pansus DPRD Riau tahun 2015 terhadap monitoring dan evaluasi perizinan kebun kelapa sawit di Riau, PT Hutahaean memiliki izin pelepasan kawasan seluas 5.065 hektar sesuai SK Nomor 723/Kpts-II/1989 tanggal 25 November 1989, izin lokasi seluas 4.800H hektar sesuai SK Nomor Kpts.09/IL.VI/88 tanggal 13 Juni 1988, IUP seluas 6.200 sesuai SK Nomor HK.350/E4.47406.93 tanggal 26 Juni 1993 dan izin HGU seluas 4.584 hektar sesuai SK Nomor 17/HGU/1993 tanggal 07 Januari 1993. 
 
Pemantauan EoF November 2017 membuktikan bahwa indikasi areal PT Hutahaean seluas 8.284 hektar (berdasarkan analisis citra 2015) telah ditanami kelapa sawit yang diperkirakan berumur antara 15 hingga 26 tahun.
 
Kawasan hutan berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor. 903/Menlhk/Setjen/PLA.2/12/2016 jika di-overlay dengan areal kebun kelapa sawit PT Hutahaean, menunjukkan bahwa sebagian Areal perkebunan PT Hutahaean atau sekitar 2.648 hektar berada pada Kawasan Hutan Produksi dapat Dikonversi dan 132 ha berada pada Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).
 
Sementara itu tumpang susun perizinan areal HGU dari BPN tahun 2016 PT Hutahaean seluas 4.615 ha, lebih kurang 2.780 ha berada pada Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) dan Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).
 
Dalam kajian dan pengamatan lapangan oleh EoF, mereka menyimpulkan indikasi dugaan pelanggaran yang dilakukan PT Hutahaean, itu pertama mengembangkan kebun sawit di luar HGU yang diberikan pemerintah.
 
Kedua, berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 903/Menlhk/Setjen/PLA.2/12/2016, terdapat areal perkebunan PT Hutahaean seluas 2.648 hektar pada kawasan Hutan Produksi dapat Dikonversi. 
 
Atas temuan tersebut, menurut EoF pengembangan kebun sawit oleh PT Hutahean di dalam kawasan hutan sangat jelas melanggar peraturan di Indonesia yang tidak membolehkan ekspansi kebun sawit di dalam kawasan hutan.
 
Karena EoF memaparkan bahwa hal tersebut diatur dalam Undang-undang No. 18/2013 “Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan” Pasal 17,  yang berbunyi (2) Setiap orang dilarang: b. melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri di dalam kawasan hutan; 
 
Kemudian, Undang-undang No 41/1999 “Kehutanan”  Pasal 50, (3) Setiap orang dilarang: a. mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah; dimana yang dimaksud dengan mengerjakan kawasan hutan adalah mengolah tanah dalam kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang, antara lain untuk perladangan, untuk pertanian, atau untuk usaha lainnya. 
 
Untuk itu, Eyes on the Forest meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penindakan terhadap perusahaan sawit yang telah mengembangkan kebun sawit pada kawasan hutan seperti dipantau oleh EoF terhadap PT Hutahean ini.
 
Reporter Nurul Hadi
Editor Arif Wahyudi


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar