Hukum

KPK Dinilai Tak Berperikemanusian, Tetapkan Tersangka Kepala Daerah Riau, Tapi Tak Jelas Nasibnya

GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai bermain-main dengan penegakan hukum terhadap pihak yang dituding korupsi. Pasalnya saat seseorang ditetapkan Tersangka yang dilakukan lembaga anti rasuah tersebut dibiarkan statusnya berlama-lama hingga tak memberikan kejelasan ujungnya, apakah bersalah atau tidak terkait pelanggaran yang dilakukan.
 
"Kalau KPK memang murni menegakkan hukum, harusnya dua kepala daerah di Riau yang statusnya sudah Tersangka ditahan dong, lebih istimewa terhadap Kepala Daerah di Riau daripada perlakuan terhadap Menteri" ungkap Dedi Harianto Lubis SH, Praktisi Hukum di Kota Pekanbaru Sabtu (28/9/2019).
 
 
Menurut Dedi, apa yang dilakukan KPK tersebut bukan sejatinya penegakan hukum terhadap orang yang sudah ditersangkakan bersalah."Dan dapat membunuh Hak Azazi sesorang bahkan terkesan tak berperikemanusian" tegas dia.
 
"KPK harus memberikan alasan dan penjelasan secara hukum, kenapa dua kepala daerah di Riau yang sudah ditetapkan Tersangka namun hingga kini belum ditahan" kritik Dedi.
 
Padahal dua kepala daerah yang ditetapkan Tersangka dugaan korupsi itu hingga kini masih menjabat dan menjalankan roda pemerintahan di Kota Dumai dan Kabupaten Bengkalis.
 
Sebelumnya, KPK menetapkan Wali Kota Dumai Zulkifli Adnan Singkah sebagai tersangka kasus dugaan suap mantan pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yaya Purnomo. Wako Dumai itu, juga juga disangkakan menerima gratifikasi.
 
 
Artinya Wali Kota Dumai 2016-2021 ditetapkan sebagai tersangka pada 2 perkara, begitu disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (3/5/2019).
 
Untuk perkara pertama yaitu suap, Zulkifli diduga memberikan Rp 550 juta ke Yaya untuk mengurus anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN-P tahun 2017 dan APBN tahun 2018 Kota Dumai.
 
Kemudian untuk perkara kedua yaitu gratifikasi, Zulkifli diduga menerima gratifikasi berupa uang Rp 50 juta dan fasilitas kamar hotel di Jakarta.
 
Untuk perkara pertama, Zulkifli disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan untuk perkara kedua, Zulkifli dijerat dengan Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
 
Dan dalam kasus Bupati Bengkalis, KPK menetapkan Amril Mukminin sebagai tersangka dalam perkara dugaan penerimaan suap atau gratifikasi terkait proyek multiyears pembangunan Jalan Duri-Sei Pakning, Kabupaten Bengkalis. Hal itu dikatakan oleh Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (16/5/2019).
 
 
Amril kata KPK, diduga menerima uang dengan nilai total sekitar Rp 5,6 miliar terkait kepengurusan proyek tersebut.
 
Pemberian uang itu diduga berasal dari pihak PT CGA selaku pihak yang akan menggarap proyek tersebut.
 
Duit itu diterima Amril agar bisa memuluskan proyek tahun jamak pembangunan Jalan Duri-Sei Pakning Tahun 2017-2019.
 
Dalam kasus dugaan suap itu, Amril disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau hurut b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.  


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar