Daerah

Maradona, Sepak Bola, Dan Anti-Imperialisme

Maradona by Kusturica (2008) Sutradara:  Emir Kusturica Tahun Produksi : 2008 Durasi : 90 menit Pemain : Maradona
maradonagagasanriau.com-Pada tahun 1982, Inggris menyingkirkan Argentina dari kepulauan Falkland. Ratusan tentara Argentina gugur dalam peristiwa itu. Namun, empat tahun kemudian, tepatnya 1986, Argentina membalas kekalahan itu melalui lapangan hijau. Adalah Diego Armando Maradona, pemain Timnas Argentina kalah itu, yang menjadi faktor penentu kekalahan Inggris. Pada menit ke-51, Jorge Valdano memberikan umpan lambung. Umpan itu disambut Maradona, bukan dengan kepala atau kakinya, tapi dengan tangannya. Dan GOLL! Itu gol “tangan Tuhan” yang terkenal itu. Emir Kusturica, yang menonton gol itu dari rumahnya di Sarajevo, Serbia, meloncat kegirangan bak orang gila. Dan Kusturica yakin, ada jutaan orang yang melakukan hal sama seperti dirinya. Dia berseloroh, “ini sebuah keajaiban, bahwa bumi ini tidak miring dari sumbuhnya ketika ada jutaan orang meloncar kegirangan memuji gol Maradona.” Emir Kusturica, sutradara Serbia pengagum Maradona itu, berusaha menyegarkan ingatan kejadian itu melalui filmnya “Maradona”. Meski berkisah soal sosok pemain bola, tetapi film ini justru banyak mengulas soal politik. Dan ini memang salah satu tujuan dari Kusturica: memunculkan Maradona sebagai pejuang anti-imperialis. Film ini dibuka dengan persiapan Maradona menumpang kereta menuju Mar Del Plata, Argentina, tempat berlangsungnya pertemuan rakyat Amerika Latin untuk menentang agenda perdagangan bebas (FTAA). Kusturica bilang, kalau Maradona tidak menjadi pesepak bola, mungkin dia seorang revolusioner. “Tetapi memang Maradona seorang revolusioner,” katanya. Maradona menceritakan pertemuannya pertama kali dengan pemimpin revolusi Kuba, Fidel Castro, pada tahun 1987. “Ketika banyak orang membela Amerika Serikat, saya memilih membela Kuba,” katanya. Maradona punya tattoo wajah Fidel di kaki kirinya, dan wajah Che Guevara di lengan kanannya. Film ini juga menceritakan gereja Maradona, gereja khusus yang dibuat oleh pengagum Maradona, yang ritual-ritualnya yang tidak bergeser dari pemujaan terhadap Maradona. Setiap jemaat baru di gereja ini harus bisa memperagakan gol tangan Tuhan. Kusturica juga mencoba melacak jejak Maradona di Napoli, Italia. Maradona mengisahkan, “ada orang yang bilang, kesebalasan dari Selatan (seperti Napoli) tidak akan bisa mengalahkan utara.” Maradona menjungkirkbalikkan anggarapn itu. Ketika Napoli bertandang ke Turin, Ia mencetak 6 gol ke gawang Juventus. Tidak hanya itu, Maradona berhasil membawa Napoli sebagai juara Seri-A Italia. Itu pertama kalinya dalam sejarah. Tak heran, Maradona dinobatkan oleh supporter Napoli sebagai “Mesiah dari Naples”. Film ini juga mengangkat masa-masa terpuruk Maradona. Ia divonis sebagai pencandu kokain dan, karena itu, dia dilarang bermain bola cukup lama. Maradona merasa “dicabut paksa” kakinya dari lapangan hijau—tempatnya hidup dan dikenal dunia selama ini. Namun, di dalam keterpurukan itu, Maradona merasa diselamatkan oleh istrinya, Claudia, dan dua orang anaknya, Dalma dan Giannina. Maradona adalah orang yang berkarakter, punya prinsip, dan tidak kenal menyerah. Ini pula yang membuatnya dikagumi oleh kawan-kawannya. Kehadirannya di lapangan hijau selalu menjadi energi bagi kawan-kawannya dan pendukungnya. Dan dia sukses mengembalikan martabat negaranya, Argentina, melalui pertarungan di lapangan hijau. Film garapan Kusturica ini memang banyak mengungkap sikap politik Maradona. Kusturica berhasil mengabadikan kehadiran Maradona di pertemuan rakyat Amerika Latin di Mar Del Plata, Argentina, untuk menentang agenda perdagangan bebas yang dipaksakan oleh Washington. Presiden Venezuela Hugo Chavez, yang memimpin forum itu, sengaja memanggil Maradona ke podium. Seusai berpelukan sebentar dengan Chavez, Maradona pun berkata kepada ratusan ribu rakyat yang hadir di pertemuan itu: “Terima kasih aku berada di sini. Argentina punya martabat sebagai sebuah bangsa. Mari menendang Bush keluar dari sini.” Banyak yang bilang film ini lebih pantas disebut “film propaganda”. Menanggapi komentar itu, Emir Kustruca hanya bilang, “Argentina dan Serbia (negaranya Kusturica) sama-sama dihancurkan oleh IMF. Karena itu, Argentina dan Serbia sama-sama berjuang melawan IMF. Ini yang membua saya dekat dengan Diego Maradona.” Kusturica menggarap film ini selama dua tahun (2005-2007). Dalam proses itu, ia bertemu banyak kesulitan. “Paling menyebalkan adalah mengintip kehidupan pribadi orang,” kata Kusturica. Saat ini, Kusturica sedang menyiapkan rencana membuat film tentang pejuang revolusioner Meksiko, Pancho Villa. Ulfa Ilyas//berdikarionline.com


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar