Lingkungan

Perusahaan Pembakar Lahan di Riau di Vonis Bebas

Terdakwa Manajer Operasional PT Langgam Inti Hibrindo, Frans Katihokang

GagasanRiau.Com Pekanbaru - Perusahaan yang didakwa telah membakar lahan dan menyebabkan terjadinya keracunan massal jutaan masyarakat di Provinsi Riau di vonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pelalawan. Dimana terdakwanya Manajer Operasional PT Langgam Inti Hibrindo, Frans Katihokang, dalam kasus kebakaran lahan dan hutan di Provinsi Riau.

Dalam sidang pembacaan vonis yang berlangsung pada Kamis malam itu, Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Budhi Dharma Asmara menjelaskan, terdakwa tidak terbukti secara sengaja dan dinilai tak melakukan kelalaian hingga mengakibatkan kebakaran di konsesi perusahaan seperti yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

“Menyatakan bahwa terdakwa Frans Katihokang  tidak terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana seperti dalam tuntutan JPU. Karena itu membebas terdakwa dari semua dakwaan dan membebaskan terdakwa dari tahanan,” kata Hakim I Dewa Gede Budhi.

Sebelumnya, JPU menuntut terdakwa Frans Katihokang dengan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp1 miliar dengan subsider enam bulan kurungan.  JPU menyatakan terdakwa melakukan kelalaian yang mengakibatkan kebakaran di konsesi perusahaan di Afdeling Gondai, Kabupaten Pelalawan, seluas 533 hektare pada Juli 2015.

Ia mengatakan vonis bebas itu berdasarkan pertimbangan, bahwa dari data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setempat menyatakan, sebelum tanggal 27 Juli 2015 di lahan Langgam Inti Hibrindo (LIH) di Gondai tidak terdapat titik api, melainkan api di luar konsesi LIH. Menurut hakim, kebaran dari luar konsesi yang berada sebelah Tenggara itulah yang kemudian merambat ke kebun Gondai LIH.

Menurut hakim, pertimbangan lainnya adalah berdasarkan hasil sidang lapangan  pada 26 April 2016, bahwa sumber api berasal dari luar lahan perusahaan yang terbukti dengan ditemukannya lahan masyarakat yang juga terbakar telah ditanami karet yang baru berumur enam bulan. “Sidang lapangan membuktikan bahwa lahan diluar LIH terbakar dan ditanami karet. Dari sini sumber api berasal,” ungkapnya.

Menurut majelis hakim, terdakwa Frans juga tidak terbukti memerintahkan kepada karyawan untuk membuka  lahan baru di Gondai. Ini sejalan dengan ketentuan IPOP (Indonesian Palm Oil Pledge), dimana LIH sebagai salah satu anggotanya dilarang untuk membuka kebun sawit baru di lahan gambut, melakukan pembukaan lahan dengan pembakaran dan merusak ekosistem di sekitar kebun sawit. Dengan ketentuan IPOP ini LIH tidak lagi melakukan pembukaan lahan baru lagi sejak tahun 2014.

“Sehingga motif LIH membakar lahan untuk penanaman sawit di kebun Gondai tidak terbukti,” kata majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya.

Selain itu, majelis hakim dalam pertimbangannya juga menyatakan bahwa kualitas bibit sawit yang tertanam di kebun Gondai sangat baik karena ada sertifikasi dari Socfindo, perusahaan bibit sawit terkemuka di Indonesia. Dengan begitu, lanjutnya, tuduhan bahwa pembakaran lahan di kebun Gondai terjadi karena kualitas bibit sawit yang buruk tidak terbukti.

Dalam putusannya, hakim juga mengabaikan keterangan saksi ahli Prof. Basuki Wasis yang dijadikan dasar tuntutan JPU terkait kebakaran di Gondai. Dalam pertimbangannya, hakim mengatakan bahwa pengambilan sampel uji yang dilakukan oleh ahli Basuki Wasis terhadap materi tanah di lahan Gondai diragukan kebenarannya karena dinilai metode pengambilan sampelnya keliru.

“Keterangan ahli Basuki Wasis mengenai kualitas bibit sawit yang buruk dan motif membakar lahan untuk penanaman sawit yang dijadikan dasar tuntutan JPU tidak terbukti,” jelasnya.

Dalam pertimbangan lainnya majelis hakim menyatakan bahwa LIH telah memiliki sarana dan prasarana yang baik untuk antisipasi kebakaran lahan. LIH juga telah menjalankan standar prosedur operasi dalam pencegahan kebakaran lahan.  “LIH sudah memiliki struktur Tim Kesiapan Tanggap Darurat dan tim itu telah mendapatkan pelatihan pengendalian lingkungan hidup secara berkala. Sehingga tersangka tidak bisa dipersalahkan dalam masalah kelalaian seperti tuduhan JPU,” ujar majelis hakim.

Penasehat Hukum Frans Katihokang, Hendry Muliana Hendrawan mengapresiasi putusan hakim yang membebaskan kliennya, karena keputusan ini didukung oleh fakta-fakta persidangan dan sesuai dengan keterangan seluruh saksi fakta baik yang didatangkan JPU maupun ahli yang dihadirkan oleh terdakwa selama persidangan.

“Kami bersyukur bahwa akhirnya majelis hakim telah memberikan keadilan dan membebaskan orang yang tidak bersalah. Vonis majelis hakim ini juga sesuai dengan keterangan seluruh saksi-saksi fakta selama persidangan berlangsung,” ujar Hendry.

Editor Arif Wahyudi
sumber antarariau


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar