GagasanRiau.Com Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI, Rofi Munawar berpendapat, terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Polda Riau terhadap 15 perusahaan yang sempat menjadi tersangka pembakaran hutan dan lahan pada tahun 2015, menunjukkan penanganan yang tidak fokus pada pencegahan dan penindakan kebakaran hutan dan lahan, hanya lebih pada reaktif situasional.
Menurut Rofi, pemerintah lewat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan belum optimal mengumpulkan bukti-bukti penyebab kebakaran hutan dan 'memonitoring' perkembangan tuntutan terhadap pelaku kebakaran hutan tersebut.
"Jika kasus ini di 'monitoring' dengan baik dan dikumpulkan bukti-bukti yang memadai dalam prosesnya, maka tidak perlu ada keterkejutan dari Pemerintah, Presiden, maupun usaha tiba-tiba menemukan proses novum baru dalam penyelidikan," kata Rofi dalam keterangan tertulisnya, Minggu (4/9).
Menurut Rofi, SP3 tersebut membuat publik seakan menafsirkan bahwa peristiwa Karhutla yang berdampak hebat pada 2015 ternyata hanyalah kejadian alam biasa dan bukan tindakan pelanggaran korporasi. Padahal kejadian kebakaran hutan dan lahan terjadi di area hutan produksi dan terjadi sangat masif yang berdampak pada polusi udara, gangguan penyakit, dan sampainya asap hingga negara lain.
"Tindakan pencegahan dan Penindakan belum menjadi perhatian utama dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan, pemerintah selama ini lebih cenderung terjebak kepada pemadaman saat kejadian dibandingkan mengusut tuntas kebakaran yang kerap terjadi setiap tahun," ujarnya.
Rofi juga menyinggung kabar di sosial media mengenai pertemuan pejabat kepolisian Riau dengan Pengusaha hutan agar dijadikan pelajaran bahwa para penegak hukum harus mampu menempatkan diri dengan profesional dan proporsional dalam berinteraksi.**/RTC
Editor: Arif Wahyudi