Dikhawatirkan Ada Penyalahgunaan, Gubri Syamsuar Diminta Evaluasi Penggunaan Anggaran Rumah Layak

Jumat, 15 Maret 2019 - 12:18:42 wib | Dibaca: 2235 kali 
Dikhawatirkan Ada Penyalahgunaan, Gubri Syamsuar Diminta Evaluasi Penggunaan Anggaran Rumah Layak
riono Hadi Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau

GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Gubernur Riau Syamsuar diminta melakukan evaluasi total soal penggunaan anggaran Rumah Layak Huni (RLH) dalam APBD Riau 2019. Lantaran penggunaan sebelumnya masih banyak ditemukan pelanggaran yang tidak tepat sasaran dan Pungutan Liar (Pungli) kepada penerima RLH tersebut.
 
 
"Program Rumah Layak Huni dilakukan pemerintah seharusnya dalam upaya untuk menurunkan tingkat kemiskinan warga di Riau. Untuk itu, agar tujuannya tercapai maka program tersebut harus dilakukan secara baik, tepat sasaran penerima manfatannya" kata Triono Hadi Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau kepada Gagasan Jumat (15/3/2019).
 
Karena kata Triono, program rumah layak huni Provinsi Riau, telah berlangsung beberapa tahun terakhir. misalnya tahun lalu 2018, terdapat lebih dari 2000 unit rumah layak huni dibangun melalui APBD provinsi. Dengan harga yang variatif sesuai zonasi wilayah, mulai dari 50 juta hingga 70 juta.
 
Namun lanjut Triono, pemerintah daerah perlu melakukan evaluasi, terhadap implementasi pembangunan rumah layak huni yang dilaksanakan tahun sebelumnya.
 
"Evaluasi tersebut mencakup, ketepatan penerima manfaat, sistem pelaksanaan dan dampak yang ditimbulkan dari program tersebut" kata dia.
 
Dan lanjut Triono, juga harus dilakukan evaluasi penerima manfaat,  karena menurut catatan Fitra Riau hasil dari kolaborasi monitoring yang dilakukan Forum Marwah tahun 2018 di beberapa lokasi target program bantuan rumah layak huni itu, menunjukkan bahwa masih terjadi masalah.
 
"Disebabkan oleh beberapa hal, standarasi penerima bantuan rumah layak huni, mekanisme verifikasi yang belum dilakukan secara baik. Sehingga ditemukan di desa ada warga yang sangat membutuhkan namun belum terdaftar sebagai penerima program" terang Triono.
 
Menurut Triono, penerima manfaat bantuan rumah layak huni, semestinya tidak dengan pendekatan sama rata.
 
"Pemerintah harus menentukan prioritas daerah (wilayah) terlebih dahulu untuk menentukan jumlah daerah yang perlu menjadi sasaran program tersebut" katanya.
 
Selain itu juga terangnya lagi, evaluasi mekanisme pelaksanaan. Karena kata dia lagi, dalam pelaksanaanya program bantuan rumah layak huni dilakukan melalui skema (Kelompok Masyarakat) POKMAS. Namun tegasnya perlu ditingkatkan pengawasannya.
 
Hal itu dilakukan terang Triono untuk memastikan bangunan rumah yang dibangun dilakukan sesuai standar dan layak.
 
Kemudian terang Triono lagi soal mekanisme pelaksanaan juga berkaitan dengan mekanisme pencairan anggaran. "Problemnya saat ini pencairan anggaran dilakukan tidak jelas, sehingga terdapat warga yang rumahnya dibangun namun terlalu lama untuk menempati rumah tersebut dan harus tinggal di pengungsian" kata dia.
 
Padahal untuk membangun satu rumah jika pendanaan lancar dapat dibangun hanya dalam waktu 1 bulan. "Oleh karena itu mekanisme pencairan anggaran harus dirubah" sarannya.
 
Triono juga mengungkapkan bahwa dalam pelaksanaan, juga masih ditemukan adanya biaya-biaya yang diminta oleh penerima manfaat. 
"Seperti yang kita temukan masyarakat penerima bantuan harus mengeluarkan uang untuk menimbun tanah. Dengan alasan, biaya penimbunan tidak termasuk dalam biaya program RLH tersebut. ada juga masyarakat mengeluarkan biaya untuk cerocok pondasi, dengan alasan yang sama dalam RAB tidak ada biaya tersebut" ungkapnya.
 
Tidak hanya itu, Triono juga menyarankan agar dilakukan juga evaluasi dampak yang mesti harus dilakukan, apakah dengan adanya program tersebut maka terjadi penurunan angka kemiskinan di daerah.
 
"Jika tidak maka perlu evaluasi mendalam mengapa program tersebut tidak berdampak?" ujarnya.
 
Diuraikan Triono, bahwa program bantuan rumah layak huni anggarannya bukan hanya dari Provinsi, juga ada dari Kementerian melalui dana APBN dan Kabupaten.
 
"Tentu penyelarasan menjadi penting agar tidak tumpang-tindih dan penumpukan program di satu lokasi. Kondisi ini juga terjadi, misalnya di satu desa menerima program bantuan rumah layak huni dari Provinsi, dari APBN, dan Kabupaten. Sementara terdapat desa lainnya yang sama sekali tidak menerima, padahal jhuga dibutuhkan" ungkap dia.
 
"Terkait dengan itu, maka Dinas terkait, harus serius dalam melakukan pendataan penerima manfaat, serta memastikan pelaksanaan pembangunan dilakukan secara baik tepat prosedur dan tanpa korupsi" tutup Triono.
 
Sementara itu Kepala Dinas Pemukiman, Kawasan dan Pertanahan  (Perkim) Provinsi Riau, M. Amin saat dihubungi Gagasan terkait data penerima dan peruntukan RLH ini pada Selasa 12 Maret 2019 hingga kini Jumat 15 Maret 2019 belum memberikan keterangan resmi.
 
Menurut data yang dihimpun dalam APBD Riau 2019 program Rumah Layak Huni mendapat anggaran Rp.32 milyar. Dan akan digunakan dalam mengentaskan kemiskinan.
 
Reporter Nurul Hadi
Loading...
BERITA LAINNYA