Aktivitas Pasar Modal Selama Pandemi Covid-19

Jumat, 07 Januari 2022 - 13:55:46 wib | Dibaca: 982 kali 
Aktivitas Pasar Modal Selama Pandemi Covid-19
Ilustrasi/net

Tahun 2020 merupakan tahun yang sulit bagi sebagian besar orang. WHO (World Health Organization) secara remi menetapkan wabah Covid-19 sebagai sebuah pandemic pada tanggal 9 Maret 2020. Pandemi merupakan wabah yang menyebar serentak dimana-mana atau meliputi geografi yang luas.

WHO mendefinisikan pandemi sebagai keadaan ketika populasi seluruh dunia ada kemungkinan akan terkena virus ini dan berpotensi sebagian yang terkena akan jatuh sakit. Wabah Covid-19 yang melanda seluruh dunia ini memaksa semua negara membuat peraturan untuk mencegah atau menanggulangi wabah ini.

Contohnya seperti perberlakuan lockdown, pembatasan dalam berkegiatan bisnis berskala besar, hingga larangan bepergian ke luar daerah tidak terkecuali di Indonesia sendiri. WHO mengimbau dan mengajak mengajak masyarakat untuk melakukan physical distancing, yaitu saling menjaga jarak fisik sebagai salah satu cara untuk menghindari penyebaran Covid-19 yang lebih luas.

Oleh sebab itu, banyak sektor bisnis yang beralih ke media online supaya bisa tetap dapat menjalankan kegiatan sesuai dengan protokol yang berlaku. Hal ini menyebabkan kondisi keuangan masyarakat secara umum, ada yang di PHK dan ada yang harus mendapat pemotongan upah kerja.

Agar kegiatan bisnis berjalan dengan lancar tanpa melakukan pelanggaran terhadap protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah, kegiatan bisnis secara online mulai dijalankan oleh berbagai perusahaan. Termasuk perdagangan saham di Pasar Modal Indonesia.

Sebagaimana dalam data statistik publik yang dikeluarkan oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), dilihat dari akhir tahun 2018 hingga akhir tahun 2019 menunjukkan kenaikan jumlah investor dari 1.619.372 menjadi 2.484.354 atau terdapat peningkatan sebesar 53,41%.

Namun demikian, pada akhir tahun 2020, jumlah investor sudah mencapai 3.880.753 meskipun pandemi sedang berlangsung. Hal tersebut menandakan bahwa bisnis di pasar modal lebih menjadi pilihan masyarakat daripada bisnis real yang sedang terpuruk saat pandemi ini karena adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Tetapi, dalam Perdagangan Indeks harga Saham Gabungan (IHSG) pada awal munculnya Pandemi mengalami penurunan terparah yang dimana pada tahun 2019 perdagangan IHSG masih di angka 6.300 dan terus mengalami penurunan hingga mencapai titik terendah pada angka 3.900 dalam waktu tiga bulan di masa pandemi Covid-19.

Penurunan tersebut terdampak dikeluarkannya keputusan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 yang diteken pada 31 Maret 2020, yang mengatur pembatasan sosial berskala besar sebagai respons terhadap Covid-19.

Akibat keputusan tadi, mengakibatkan respon investor cukup beragam, sehingga IHSG terus menerus merosot atau rebound di kalangan investor.

Meskipun adanya peningkatan tingkat jumlah investor yang tinggi, jumlah volume transaksi di tahun 2019 ternyata masih lebih banyak dari tahun 2020. Dalam catatan Bursa Efek Indonesia (BEI), pada 2019 lalu volume transaksi mencapai 36.534.971.048, sedangkan pada 2020 atau masa awal pandemi Covid-19 jumlahnya mencapai 27.495.947.445.

Hal ini menandakan sebagian besar perilaku investor cenderung wait and see, menunggu waktu yang tepat untuk melakukan transaksi.

Kondisi pasar yang memiliki volatilitas yang lumayan tinggi apabila dilihat dari transaksi per hari atau per minggu pada kuartal dua hingga tiga tahun 2020. Investor yang biasa disebut “trader” memanfaatkan kondisi ini dengan cara melakukan transaksi cepat tentunya disertai risiko yang tinggi. 

Bulan Maret merupakan bulan dengan volatilitas tertinggi di tahun 2020 dengan indeks tertinggi area 5.700 dan terendah area 3.900.

Selain itu, pada kuartal empat tepatnya bulan Oktober, mulai menunjukkan rebound sehingga IHSG dapat kembali ke area 6.000. Secara umum, mulai dari bulan Maret 2020 hingga Desember 2020 IHSG mulai menunjukkan kestabilan harga meskipun masih ada penurunan di bulan September.

Strategi Pemerintah dalam memberlakukan PSBB dirasa tepat meski sedikit keterlambat melihat dari grafik kenaikan IHSG dimulai dari bulan April 2020 hingga tahun tutup buku 2020.

Di tahun 2021, BEI mengemukakan bahwa sebagai bentuk upaya mengembangkan Pasar Modal Indonesia supaya kegiatan perdagangan senantiasa berjalan dengan teratur, wajar, dan efisien, BEI telah mengumumkan jadwal Penerapan Free Float dalam Penghitungan Indeks.

Sampai saat ini, terdapat 38 indeks di BEI, dan terdapat 9 (sembilan) indeks yang sudah menggunakan metodologi Free Float. Indeks yang lainnya masih menggunakan metode ‘rata-rata tertimbang atas kapitalisasi pasar’ atau ‘Market Capitalization Weighting’ yang bobot penghitungan indeks harga sahamnya menggunakan seluruh saham tercatat.

Sebelumnya, perubahan atas metodologi penghitungan indeks dari Market Capitalization Weighting menjadi Free Float ini pernah diterapkan pada Indeks LQ45 dan IDX30 pada tahun 2019.

Sedangkan 7 (tujuh) indeks yang lainnya sudah menerapkan Free Float sejak awal dibuat, seperti pada indeks IDX80, IDX High Dividend 20, IDX Value30, IDX Growth30, IDX Quality30, IDX ESG Leaders, dan IDX MES BUMN 17.

Penerapan metodologi Free Float ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi pasar yang sesungguhnya, mengurangi beban Manajer Investasi (MI) dalam melakukan kegiatan pengelolaan portofolio investasi, serta mendorong Perusahaan Tercatat agar menambah porsi saham Free Float di pasar. Penerapan metodologi tersebut juga merupakan praktik umum yang dilakukan oleh penyedia jasa indeks bursa-bursa di dunia.

Penulis : Fia Hilmiyati 180301059, Sri Mulyani 180301060, Melia Putri Zahara 180301077
Dosen : Zul Azmi, SE.,M.Si,.Ak.,CA.,CSRS
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Riau


Loading...
BERITA LAINNYA