Merajut Moderasi, Memperkuat Integrasi

Sabtu, 19 Februari 2022 - 10:20:21 wib | Dibaca: 2289 kali 
Merajut Moderasi, Memperkuat Integrasi
Sekretaris Umum DPD IMI Riau, Alpin Jarkasi Husein Harahap

Kehidupan kebangsaan abad 21 di ikuti dengan kemajuan, kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun perkembangan yang begitu masif menyebabkan terjadinya disrupsi (tercerabut dari akarnya) dalam lingkup kehidupan, tidak terkecuali agama. Disrupsi dalam aspek keyakinan keimanan (agama) mengalami signifikansi yang cukup bias, acap kali agama diyakini secara konsep mampu mengatasi berbagai problema kehidupan, di sisi lain dapat sebagai pemicu yang mengakibatkan perpecahan.

Fanatisme (fundamentalism) dapat menjadi pemicu melahirkan sikap beragama yang eksklusif, radikal, dan bahkan berujung tindakan (terrorism). Bukan agama yang tidak relevan, melainkan cara pandang keagamaan dengan yang dangkal (tekstual). Konsep dan sikap beragama demikian harus didorong melakukan reinterpretasi ulang atas pengetahuan dan pengamalan agama dengan pendekatan yang dialogis dan persuasif, membuka ruang dialog bukan berarti menyamakan menyatukan agama melainkan menemukan titik temu kandungan nilai untuk memakmurkan mensejahterakan kehidupan makhluk hidup, diantaranya kehidupan manusia. Pemahaman keagamaan yang dangkal akan berkontribusi aktif melahirkan disintegrasi antar warga bangsa, sebab bangsa Indonesia sangat rentan dengan konflik SARA (agama, suku, budaya) sebagaimana pernah terjadi dan membekas dalam historis kehidupan kebangsaan keindonesiaan.

Isu SARA (spesifik agama) kerap kali muncul menjelang momentum eletektoral (pemilihan umum) sebagai pandang politik yang tidak cukup dewasa (kemunduran demokrasi). Tidak  bermaksud menistakan agama dari gelanggang perpolitikan, melainkan lebih kepada praksis ajaran agama yang penuh nilai-nilai keteladanan dalam bersifat bersikap (uswatun khasanah) seharusnya teraktualisasi kedalam realitas politik. Pemilihan umum tahun 2019 memberi pelajaran yang cukup untuk melakukan refleksi atas tingkah laku politik berjupa agama, bahkan melahirkan polarisasi berkepanjangan antar sesama warga bangsa, barang tentu akan berkontribusi pada kelambanan kemajuan bangsa tercinta. 
Moderasi beragama merupakan cara pandang keagamaan yang moderat (tengahan), demokratis tasamuh (toleransi aktif), terhadap sesama pemeluk agama tidak ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. tidak mengumbar memonopli agama yang dianutnya paling benar namun juga menghargai bila agama lain melakukan klaim truth.

Nilai dan pemahaman moderasi harus membumi tumbuh dan berkembang biak ditengah kehidupan kemanusiaan kebangsaan sekaligus sebagai perekat warga bangsa. Sikap dan pandang moderat akan melahirkan integrasi dan stabilitas negara bangsa. Apakah konsep moderasi beragama yang dikampanyekan oleh pemerintah (melalui kemenag) dapat menjadi jawaban ditengah kemarau solidaritas dan toleransi? Atau justru melahirkan pandang keagamaan baru yang lebih ekstrim? Bagaimana seharusnya konsep moderasi dan toleransi bukan hanya dominan dalam lingkup agama, tetapi selaras juga dengan keadilan ekonomi, sosial, politik, dan kebudyaan, kesejahteraan kehidupan manusia! Karena agama bukan hanya mengajarkan tentang nilai-nilai moral dan etika melainkan ajaran universal di segala aspek kemajuan kehidupan.

Oleh karena itu, dalam rangka merayakan kebhinekaan sebagai upaya memperkuat pemahaman pentingnya integrasi antar sesama warga bangsa dapat tersosialisasikan hingga teramalkan melalui momentum musyawarah daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah di Provinsi Riau. Bentuk kontribusi aktif seraya mengamalkan peran andil pemuda (tangung jawab) demi kemajuan bangsa tercinta.

Penulis: Alpin Jarkasi Husein Harahap


Loading...
BERITA LAINNYA