gagasanriau.com ,Pekanbaru– Riau bisa menjadi barometer kesuksesan pemerintah dalam melindungi kekayaan hayati hutan Indonesia dan habitat penting sejumlah satwa dilindungi, yaitu dengan penegakkan hukum dan menerapkan kebijakan nol deforestasi yang diikuti komitmen kuat dari sektor industri kehutanan dan perkebunan.
Dalam seminar sehari Hutan Riau yang mengambil tema Menuju Nol Deforestasi Melindungi Hutan Riau Tersisa yang digelar di Pekanbaru hari ini Kamis (19/12/2013), Greenpeace menilai Riau adalah jantung pengelolaan hutan Indonesia. Hutan dan gambut Riau juga memiliki cadangan karbon terbesar di Asia Tenggara.
Sementara di sisi lain, Riau adalah tempat kerusakan hutan tertinggi di Indonesia yang meliputi bencana tahunan kabut asap akibat kebakaran hutan untuk ekspansi perkebunan skala besar, banjir yang dipastikan terjadi karena degradasi lingkungan dan tingginya laju kerusakan hutan, terus terjadi.
“Pemerintah harus sungguh-sungguh menyelamatkan hutan Riau dari kerusakan yang didorong oleh perluasan perkebunan sawit dan HTI yang tidak terkendali. Seperlima dari kerusakan hutan Indonesia para periode 2009-2011 terjadi di Riau.
Keberhasilan menyelamatkan hutan tersisa Riau dapat menjadi kunci bagi perlindungan hutan Indonesia,” kata Yuyun Indradi, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia.
Selain kekayaan hutan yang besar dan tingginya konflik sumberdaya serta laju deforestasi, Riau juga adalah tempat lahirnya sejumlah inspirasi kebijakan pengelolaan hutan yang baik seperti hutan desa di Segamai dan Serapung di kabupaten Pelalawan dan pengelolaan sawit skala kecil di Desa Dosan, Kabupaten Siak Sri Indrapura.
Kampanye hutan Greenpeace memajukan penerapan kebijakan nol deforestasi yang berarti tidak ada konversi hutan oleh manusia, dari hutan menjadi non hutan. Namun tidak termasuk konversi skala kecil untuk keperluan subsisten masyarakat tempatan.
“Sejumlah perusahaan besar sawit dan bubur kertas telah menunjukkan komitmennya untuk menerapkan kebijakan nol deforestasi, tetapi itu belum cukup jika tidak diikuti sejumlah perusahaan lainnya seperti RAPP/APRIL, Cargill, dan Musim Mas, dimana Greenpeace dan sejumlah pihak dan konsumen telah meminta mereka untuk meninggalkan praktik buruknya,” ungkap Yuyun Indradi.
rilis