Daerah

Dua Tersangka Kredit Fiktif BNI, Sudah Dilakukan Penahan Oleh Polda Riau

Gagasanriau.com ,Pekanbaru-Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau menahan dua tersangka kasus dugaan kredit fiktif BNI46 Cabang Pekanbaru yang merugikan negara lebih dari Rp37 miliar, Senin. "Mereka yang ditahan adalah debitur dan mantan pegawai BNI46 yang terlibat kasus ini," kata Kabid Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo, di Pekanbaru. Kedua tersangka kini masih menjalani pemeriksaan di kantor Ditreskrimsus Polda Riau. Tersangka pertama adalah Direktur PT BRJ Erson Napitupulu. Ia merupakan debitur yang menerima kredit dari BNI. Sedangkan, satu tersangka lagi adalah bernama AB Manurung yang merupakan mantan pegawai BNI. "Keduanya kini masih diperiksa dengan tujuan untuk diambil keterangan lanjutan untuk memenuhi berkas P19 dari Jaksa Penuntut Umum," katanya. Berdasarkan informasi, keduanya ditangkap di Hotel Ratu Mayang Garden, Pekanbaru, pada Senin siang sekitar pukul 12.00 WIB. Sebelumnya, kedua tersangka tidak memenuhi dua kali panggilan penyidik dan dinilai tidak kooperatif.
Kasus itu bermula saat Erson mendapatkan persetujuan kredit dari BNI46 Pekanbaru sebesar Rp17 miliar pada 2007, dan dilanjutkan pada 2008. Dalam kasus ini, audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Riau menunjukkan ada kerugian negara sekitar Rp37 miliar dari total kredit yang dikucurkan. Sebelum penangkapan, polisi juga telah mengajukan surat pencegahan kepada Dirjen Imigrasi terhadap Erson agar tersangka tidak kabur ke luar negeri. Ditreskrimsus Polda Riau sejauh ini telah menetapkan empat orang tersangka. Dua tersangka lainnya yang belum ditahan berinisial DS yakni Relation Officer BNI46, dan A yang saat kasus terjadi adalah pimpinan kredit skala kecil BNI46 Pekanbaru. Hasil pemeriksaan polisi menunjukkan PT BRJ milik Erson ternyata telah tutup dan setelah ditelusuri tidak memiliki aset. Kesalahan juga terjadi pada pihak BNI46 karena tidak mengikat agunan dalam proses persetujuan kredit tersebut. Polisi menemukan ada ketidakwajaran dalam persetujuan kredit karena wewenang tersangka A seharusnya hanya bisa memberikan kredit dengan pagu maksimal Rp3 miliar, dan tidak bisa dengan agunan dokumen surat tanah berupa Surat Kepemilihan Tanah (SKT). Kemudian, debitur melakukan permohonan kredit yang dikatakan untuk pembiayaan penanaman kembali kebun kelapa sawit, namun faktanya dana tersebut untuk membeli kebun baru. Sedangkan, hasil penelusuran polisi menemukan bahwa agunan lahan dan SKT ke BNI46 ternyata fiktif.(ant)


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar