Daerah

Perusahaan Perkebunan Di Riau Hanya Rugikan Daerah

Gagasanriau.com, Kuantan Singingi- Sebanyak 22 pabrik kelapa sawit dan ratusan perusahaan perkebunan di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau, dinilai belum dapat mendongkrak pendapatan asli daerah, apabila tidak memiliki kebun plasma untuk warga.

"Perusahaan tersebut hanya akan menguntungkan pusat dan pihak perusahaan itu sendiri, jika perusahaan tidak memiliki kebun plasma untuk warga," kata Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Kuantan Singingi Wariman SP di Taluk, Jumat (4/4/2014).

Ia mengatakan semua perusahaan membayar pajak ke pusat, daerah hanya memperoleh pendapatan dari retribusi izin lokal seperti pengurusan Izin Membuat Bangunan (IMB), Izin Tempat Usaha (HO), izin lain yang sifatnya rekomendasi dan peluang penempatan tenaga kerja.

Menurut dia, otonomi daerah yang dikumandangkan selama ini belum sepenuhnya menguntungkan daerah, perjuangan daerah sudah optimal namun belum berhasil.

Seperti pembayaran pajak sejumlah perusahaan perkebunan membayar ke pusat, daerah hanya penonton. Sementara risiko yang dihadapi sangat tinggi, misalnya saja terjadi konflikasi ditengah masyarakat pemerintah daerah harus tanggap sementara warga juga menjadi korban.

Semestinya, kata dia, pemerintah pusat juga memikirkan hal itu sehingga daerah dapat meningkatkan PAD untuk melanjutkan program pembangunan agar kesejahteraan masyarakat dapat terwujud.

"Dapat dibayangkan luas secara total perkebunan di daerah mencapai 279.000 hektar, terdiri dari jumlah kebun plasma 35.992 hektar, jumlah kebun inti milik perusahaan 55.895 hektar, kebun swadaya murni 32.762 hektar, Pola swadaya berbantuan 1001 hektar, pola PEK 901 hektare," katanya.

Ia menyebutkan kebun milik pemerintah daerah berkisar 500 hektar yang dapat dinikmati oleh daerah, jika perusahaan memiliki kebun plasma maka masyarakat setempat akan terbantu.

Menurut Wariman, di kabupaten Kuantan Singingi ada sebagai perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) dan ada juga milik warga negara Indonesia. Ini berarti daerah respon dan menerima investor, namun investor yang taat aturan.

Selain itu, kata dia, perusahaan diminta untuk mengoptimalkan program Corporate Sosial responsibility (CSR) bukti kepedulian sosial ditengah masyarakat.

Dengan demikian warga dilingkungan perusahaan akan jelas merasakan untungnya berada di lingkungan perusahaan tersebut.

"Tetapi sebaliknya, jika CSR minim dilakukan maka ini jelas merugikan masyarakat," tandasnya.

Sebagai contoh sebut Wariman, hasil perkebunan sawit milik perusahaan dibawa melalui jalan desa, kalau ratusan mobil sawit itu lewat setiap harinya maka dapat dibayangkan akan resiko yang terhadap warga di sepanjang jalan. Itu belum dilihat dari kerusakan jalan, kemacetan dan kecelakaan akibat lalu lintas truk perusahaan itu.

"Maka sebaiknya semua perusahaan perkebunan sawit, perkebunan karet dan PKS menggalakkan program CSR-nya," kata Wariman.(Ant)

 


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar