Daerah

Untuk Evaluasi Prilaku Anggota Parlemen, DPRD Riau Akan Sediakan Kotak Pengaduan Masyarakat

Gagasanriau.com Pekanbaru-Belajar dari kunjungan parlemen Aceh, Badan Kehormatan DPRD Riau menyatakan pihaknya akan menyediakan kotak pengaduan untuk masyarakat yang mengetahui adanya pelanggaran kode etik oleh wakil rakyat.

"Ke depan, kotak pengaduan akan kita sediakan langsung tanpa melalui sekretariat dewan (sekwan) lagi. Jadi pengaduan masyarakat itu, bisa langsung sampai kepada kita,"ujar BK DPRD Riau Zukri Misran di Pekanbaru, Kamis (23/5/2014).

Ide tersebut, katanya, tercetus setelah adanya diskusi bersama BK DPR Aceh yang mengunjungi BK DPRD Riau yang menyatakan bahwa BK adalah lembaga legislatif seperti di Aceh, mereka menyediakan kotak pengaduan untuk memantau prilaku anggota dewan.

Saat ini menurutnya, pengaduan masyarakat Riau terhadap prilaku anggota dewan masih melalui surat resmi. "Itu pun melalui Sekwan, sehingga lamban sampai kepada kita,"katanya.

Dalam pertemuan bersama DPR Aceh tersebut, dibahas tentang tata tertib anggota dewan yang salah satunya tentang tata cara penghentian anggota dewan.

Menurut peraturan BK DPR pusat, pemberhentian seorang anggota dewan khususnya dalam klausul tidak menghadiri rapat hanya berlaku bagi mereka yang tidak menghadiri rapat pada enam kali berturut-turut.

"Kalau saya mengharapkan jumlah ketidakhadiran tersebut dapat dipangkas menjadi tiga atau empat kali saja," ucapnya.

Selain itu, menurut dia, dari DPR Aceh pihaknya bisa mengambil masukan tentang pemberhentian diberlakukan juga untuk yang disebabkan karena tidak menghadiri rapat antara komisi bersama pemerintah.

"Kalau kita kan tidak, di DPRD Riau yang diberhentikan hanya untuk yang tidak menghadiri rapat paripurna,"katanya.

Kunjungan dari BK DPR Aceh sendiri dilakukan Ketua M Yusuf Ibrahim, Wakil Ketua Tengku Nurdin Cut, Sekretaris Abdul Hamid Z serta anggota Makhyaruddin Yusuf, T Syarifuddin dan Jamaluddin TM.

Yusuf mengatakan, lembaga legislatif di Aceh sendiri, memiliki keistimewaan sebagai daerah otonomi khusus seperti dalam penyebutan nama yaitu DPR Aceh atau tidak memakai singkatan DPRD.

Selain itu jumlah keanggotaannya juga diatur melebihi dari provinsi lain yakni 25 persen lebih banyak selain partai lokal. "Saya sendiri dari Partai Rakyat Aceh (PRA), tapi untuk periode berikut tidak lagi,"katanya.(Ant)


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar