GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Polda Riau dikritik lantaran perusakan kawasan hutan lindung baru diungkap setelah 2 tahun berlangsung. Aksi kejahatan lingkungan itu terjadi diperkirakan sejak dua tahun lalu. Kinerja Kapolda Riau sebelumnya Irjen Pol M Iqbal dipertanyakan.
Untuk itu Satgas Generasi Muda Peduli Lingkungan (GMPL) mendesak agar pengusutan praktik perambahan dan perusakan kawasan hutan lindung di Kabupaten Kampar harus menyasar hingga ke aktor intelektualnya.
Bahkan pengusutan harus dilakukan hingga ke Aparat Penegak Hukum (APH) jika ada dugaan terlibat dalam kasus perusakan secara massif kawasan hutan lindung di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau tersebut.
Selain itu juga, Satgas GMPL secara terang-terangan memberikan dukungan kepada langkah tegas Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan yang dengan gagah berani membongkar praktik perambahan hutan lindung di Kampar tersebut.
Satgas Generasi Muda Peduli Lingkungan ini, salah satu Working Group Indonesian Greenline Foundation (IGF).
Baca juga : Lahan Masyarakat Diserobot Pengusaha Hiburan Malam, AMUK Bergerak Siap Melawan Dedi Handoko Alimin
“Ini bukan semata penegakan hukum, tapi bentuk nyata keberpihakan negara terhadap masa depan lingkungan hidup,” kata Dodi Sugiarto, S.IP, salah satu Koordinator Satgas Generasi Muda Peduli Lingkungan dalam keterangannya, Senin, 9 Juni 2025.
Menurut Dodi, pengungkapan kasus perusakan hutan di Desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar, menjadi sinyal kuat bahwa hukum tidak tunduk pada kekuatan modal atau jaringan mafia lahan.
Kata dia operasi ini sebagai momentum awal untuk membongkar jaringan yang lebih besar di wilayah tersebut.
Dingkapkan Dodi, dari hasil pengungkapan Polda Riau, lahan yang telah dirambah mencapai sekitar 60 hektare.
Sebanyak 50 hektare sudah ditanami sawit dengan usia antara 6 bulan hingga 2 tahun. Sisanya, sekitar 10 hektare, masih dalam proses pembukaan.
Namun lanjut Dodi, berdasarkan laporan masyarakat dan pengamatan Satgas, luas kawasan yang berpotensi terancam bisa mencapai 6.000 hektare
"Ini bukan hanya soal satu titik, tapi soal pembiaran yang mungkin sudah berlangsung sejak 2023, jadi perlu kita pertanyakan, Polda Riau 2 tahun lalu kemana aja ? kok baru sekarang baru diungkap? " ujar Dodi.
Dodi menggarisbawahi bahwa upaya menjaga lingkungan bukan hanya tugas polisi, tetapi juga tanggung jawab kolektif.
Ia menyinggung deklarasi Satgas Generasi Muda Peduli Lingkungan yang dilakukan bersama Mayjen TNI Purwito, Deputi III Kemenko Polhukam, dalam agenda Coffee Meeting Karhutla pada April lalu.
Baca juga : Hati-hati Terprovokasi, Beredar Video Oknum Sebut Abdul Wahid Gubernur Intoleran
“Kapolda sudah bergerak, giliran kami dari kalangan muda untuk ikut menjaga. Ini bukan pekerjaan musiman, tapi gerakan panjang,” tambah Dodi.
Dalam wawancara berbeda, Muhammad Rezkiansyah yang juga merupakan Koordinator di Satgas Generasi Muda Peduli Lingkungan menyatakan IGF tengah menyusun sistem pelaporan cepat berbasis teknologi dan memperluas edukasi publik di titik-titik rawan karhutla dan konflik agraria.
Mereka juga merancang kerja sama langsung dengan penegak hukum untuk mendukung deteksi dini perusakan.
Kasus Desa Balung membuka mata banyak pihak tentang skala dan metode baru yang digunakan pelaku perambahan, mulai dari manipulasi dokumen hibah hingga penyalahgunaan simbol adat. Bagi Dodi dan Rezky, serta jaringan IGF, yang dipertaruhkan bukan hanya luasan tanah, tapi ekosistem, air, udara, dan warisan yang akan diterima generasi berikutnya.
“Kami tidak hanya ingin hukum ditegakkan, tapi hutan dikembalikan. Karena kalau yang tersisa pun tidak dijaga, maka kita akan hidup dari luka yang tak bisa disembuhkan,” pungkas Rezky.