Daerah

Inilah Pemicu Karlahut, Saat Ini PT RRL Serbu Sebuah Desa di Bengkalis dan PT SRL Serbu Rohil

GagasanRiau.com Pekanbaru - Dua perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) mulai beraksi untuk menyerbu dua daerah di Riau yakni Kabupaten Rokan Hilir dengan total luas lahan 42.320 hektar dan Kabupaten Bengkalis 14.875 untuk dibabat hutan dan menggarap lahannya dijadikan tanaman akasia.

Hal ini diungkapkan oleh Isnadi Esman Sekretaris Jenderal Jaringan Masyarakat Gambut Riau (Sekjen JMGR) kepada GagasanRiau.com Rabu (4/11/2015) melalui surat elektroniknya.

"Pemerintah harus mereview (meninja ulang. Red) dan mencabut perizinan Hutan Tanaman Industri (HTI) lama yang belum berjalan operasionalnya terutama diwilayah gambut, hal ini penting dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya konflik dimasyarakat dan Kebakaran Hutan dan Lahan penyebap asap dimasa mendatang"kata Isnadi.

Selain itu disampaikan oleh Isnadi lagi, adanya perizinan HTI lama yang akan mulai beroprasi seperti di Pulau Bengkalis Kecamatan Bantan dan Kecamatan Kubu Babusalam Kaupaten Rokan Hilir yang mayoritas wilayah gambut itu sangat berpotensi memicu terjadinya konflik dimasyarakat.

Di Riau dikatakannya konflik sosial dan sengketa lahan mayoritas bermuara dari perizinan HTI yang diberikan pemerintah yang dalam hal ini Kementrian Kehutanan kepada pihak swasta. Situasi ini semakin parah dengan buruknya tata kelola sumber daya alam gambut di Riau. Penebangan hutan alam dan kanalisasi menjadi contoh kongkrit buruknya tata kelola yang berujung kepada bencana dan konflik.

Konflik sosial dan sengketa lahan berada diwilayah gambut dipaparkan oleh Isnadi dari 4,04 Juta hektare wilayah gambut di Riau tahun 2014 hanya tersisa kurang dari 1 Juta hektare, dan sayangnya wilayah gambut tersisa saat ini sebangian besar sudah dibebani izin baik HTI dan HGU hanya menunggu waktu untuk ditebangi hutan alamnya dan dibuat kanal-kanal yang akan mengeringkan gambut. Sedangkan sebagian lagi wilayah gambut tersisa adalah kawasan lindung, sehingga ketersediaan lahan dan ruang hidup masyarakat diwilayah gambut sangat terbatas, hal ini juga yang rentan menyebapkan konflik masyarakat.

"Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan-Hutan Tanaman No.262/kpts-II/1998 di Pulau Bengkalis Kecamatan Bantan yang dimiliki PT. Rimba Rokan Lestari (RRL) seluas 14.875 ha dan perizinan PT. Sumatera Riang Lestari (SRL)-APRIL GROUP di Kab. Rokan Hilir (Kec. Bangko, Bangko Pusako, Kubu Babusalam dan Bagan Sinembah) No. SK. 208/Menhut-II/2007 seluas 42.320 ha, berpotensi akan menebang hutan alam dan menggali kanal di gambut jika izinya tidak direview dan dicabut"tegas Isnadi.

"Penolakan yang saat ini sedang dilakukan oleh masyarakat yang terdampak langsung dengan keberadaan perizinan tersebut cukup punya alasan kuat, masyarakat sadar bahwa wilayah desa, permukiman dan ruang kelola mereka berada didalam wilayah konsesi tersebut, sementara mereka berada diwilayah tersebut jauh sebelum perizinan tersebut diterbitkan"tegasnya lagi.

Pemerintah pusat punya kewenangan penuh untuk mereview dan mencabut izin tersebut, hal ini harus juga didorong kuat oleh pemerintah daerah baik legislatif dan eksekutif. Konflik didaerah lain antara masyarakat dan pemegang izin HTI seperti di Pulau Padang, Pulau Rangsang dan Pulau Rupat cukup menjadi contoh dan hal mendasar untuk membatalkan izin HTI di Pulau Bengkalis Kecamatan Bantan dan di Kecamatan Kubu Babussalam Kabupaten Rohil.

Karena disebutkan Isnadi sudah ada regulasi kuat yang dapat dijadikan dasar oleh pemerintah untuk mencabut izin HTI di wilayah gambut, Keppres 32 Tahun 1990 tentang kawasan lindung gambut, UU 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, serta yang terbaru adalah PP 71/2014 yang hingga kini tidak mampu diterapkan oleh pemegang izin HTI dan HGU tentang bagai mana mengatur tinggi muka air dikanal yang harus 40 cm dari permukaan tanah. Tinggal bagai mana penegakan regulasi tersebut oleh pemerintah, dengan mengutamakan keberpihakan kepada masyarakat.

"Masyarakat terbukti mampu mengelola gambut dengan baik dan bijaksana, bertahun-tahun mereka tinggal disana dan memanfaatkan gambut sebagai sumber kehidupan mereka. Tinggal peran pemerintah yang harus hadir untuk memperkuat dan memberikan kepastian hak mereka dalam mengelola gambut secara arif dan berkelanjutan untuk kehidupan mereka"tukasnya.

Reporter Arif Wahyudi


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar