Pendidikan

PARAH! Rapor Ditahan Jika Tidak Membayar SPP Bulan Juli

ILUSTRASI

GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Perangai maling di dunia pendidikan di penghujung periode belajar mengajar di mulai. Salah satunya modusnya adalah menahan rapor siswa jika tidak membayar sejumlah uang.

Sebagaimana yang terjadi, sejumlah orangtua siswa mengeluhkan kebijakan sekolah swasta setingkat SMA di Pekanbaru yang memungut uang SPP bulan Juli 2017 pada saat penerimaan rapor hari Sabtu (10/6) ini. Jika SPP bulan depan itu tidak dibayar sekarang, maka rapornya tidak dibagikan.

Keluhan para orangtua siswa itu dicurahkan kepada anggota Dewan Pendidikan Provinsi Riau Ir. H. Fendri Jaswir, MP. ''Hari ini saya menerima beberapa telepon dari orangtua siswa yang mengeluh soal kewajiban membayar SPP bulan Juli ini,'' ujarnya kepada wartawan di Pekanbaru, Sabtu (10/6).

Menurut Fendri, kewajiban itu tidak masuk akal karena bulan Juli belum masuk. Kecuali untuk bulan-bulan sebelumnya. ''Bulannya saja belum masuk, kok dipungut sekarang,'' kata mantan anggota DPRD Riau ini mengutip keluhan orangtua siswa.

Akibat kebijakan ini, di salah satu SMA favorit yang dikelola sebuah yayasan, terpaksa sejumlah orangtua pulang ke rumah mengambil uang. Sebab, mereka tidak siap dengan membawa uang SPP. Besarnya uang SPP di sekolah ini sekitar Rp 350.000 per bulan.

"Kami tidak terima karena bulan Juli belum masuk. Lalu dikait-kaitkan dengan pembagian rapor. Ini sudah menginjak hak-hak kami untuk mendapatkan pendidikan, '' ujar orangtua yang lain kepada Fendri.

Mereka bisa menerima jika anak-anak mereka belum membayar kewajiban bulan-bulan sebelumnya sampai Juni ini. ''Juli aja belum masuk, kok dipungut sekarang? Kecuali penerimaan siswa baru, boleh-boleh saja dipungut bulan Juli,'' tegas mereka seperti dikutip Fendri.

Walaupun pihak swasta, kata Fendri, seharusnya juga mempertimbangkan kewajaran dan kesulitan orangtua siswa.

"Swasta memang boleh memungut karena otonom, tapi juga harus mempertimbangkan kewajaran dan tidak terlalu memberatkan orangtua," tegasnya.

Menurut Fendri, kebijakan pemerintah yang melarang pungutan di sekolah negeri hendaknya juga diikuti pihak swasta dengan melakukan pungutan secara wajar. ''Jadi, jangan terjadi perbedaan mencolok antara negeri dan swasta,'' katanya.

Sebab, menurut Fendri, tidak semua anak-anak lulusan SMP dan MTs dapat ditampung di SMA Negeri dan MAN. Mereka tentu akan lari ke sekolah swasta. ''Namun swasta jangan pula terlalu mencekik leher mereka, dengan iming-iming pendidikan lebih berkualitas,'' tegasnya.

Editor Arif Wahyudi


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar