Lingkungan

Jikalahari Desak 5 Menteri Kabinet Kerja Jokowi-JK Harus Meminta Maaf Kepada Rakyat Riau

Kabinet Kerja pimpinan Presiden Jokowi. (f: int)
GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU-Jikalahari mendesak Presiden Joko Widodo memecat Menteri Kabinet Kerja yang berkunjung ke perusahaan-perusahaan perusak lingkungan hidup dan kehutanan.
 
Di Riau, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani sedang meng’endorse’ produk kertas PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Pada 14 Maret 2018, Puan Maharani didampingi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengunjungi stand Rumah Batik Andalan di Pameran Teknologi Tepat Guna, Inovasi Teknologi, dan Potensi Daerah
Kabupaten Pelalawan di Techno Park Pelalawan.
 
Dalam twitt @RAPP_official: Saat diberi penjelasan tentang produk kertas yang diproduksi oleh @RAPP_Official, bu
@puan_maharani kontan berkomentar ''Oh ini kertas yang kami pakai di kantor''. Terima kasih atas kepercayaannya memakai @PaperOne bu, kami merasa terhormat #product #PROUD #business #paper #
 
Terima Kasih kepada Menko Bidang Pembangunan & Kebudayaan @puan_maharani, dan Mendikbud @muhadjir_ef atas kunjungannya ke stand Rumah Batik Andalan di Pameran Teknologi Tepat Guna, Inovasi Teknologi, dan Potensi Daerah Kab Pelalawan hari ini (14/3) di Techno Park, Pelalawan
 
''Komentar Puan ‘oh ini kertas yang kami pakai di kantor’ bertentangan dengan revolusi mental Nawacita Jokowi, karena PT RAPP bermental merusak dan mencemarkan lingkungan hidup dan kehutanan Provinsi Riau, PT RAPP juga terlibat dalam korupsi perizinan penebangan hutan alam,'' kata Made Ali, Wakil Koordinator Jikalahari, sebagaimana siaran pers yang diterima GagasanRiau.com.
 
Selain merevolusi mental, dalam Nawacita Jokowi-JK berkomitmen untuk melindungi hutan dan gambut dan memberikan akses kelola hutan dan tanah untuk masyarakat. Apalagi PT RAPP melakukan pembangkangan terhadap Jokowi. Pada akhir tahun 2017 PT RAPP tidak mematuhi kebijakan PP 57 tahun 2016 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Gambut untuk merevisi Rencana Kerja Usaha – Rencana Kerja Tahunan (RKU-RKT) agar areal gambut bekas terbakar dijadikan fungsi lindung.
 
''Bahkan PT RAPP menggugat pemerintah Indonesia—Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)—ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta meski akhirnya PT RAPP kalah dalam gugatan tersebut,'' kata Made Ali—PP 57 Tahun 2016 sendiri adalah komitmen Presiden Jokowi untuk melindungi gambut—, ''semestinya Puan Maharani merevolusi mental PT RAPP dan APRIL Group agar tidak merusak dan mencemari lingkungan hidup dan kehutanan serta mengembalikan hutan tanah masyarakat adat dan tempatan yang mereka rampas.''
 
Menteri-menteri lain yang sebelumnya juga melakukan kegiatan yang berseberangan dengan Nawacita Jokowi-JK ialah Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. Ia menanam pohon ekaliptus di kantor PT RAPP di Pangkalan Kerinci, Pelalawan pada 21 Januari 2018. ''Ini sikap keberpihakan Airlangga pada PT RAPP,'' kata Made Ali.
Pada Maret 2017 Airlangga Hartarto mengirim surat kepada Presiden Jokowi yang isinya meminta Presiden melakukan revisi PP 57 Tahun 2016 karena mengganggu industri korporasi pulp paper dan perkebunan kelapa sawit.
 
Dalam suratnya itu Menperin menampilkan angka statistik bahwa dampak penerapan PP 57 dan turunannya bagi perekonomian negara: pendapatan negara berupa pajak, PNBP, dan devisa (pulp and paper dan sawit) Rp 122 Triliun, pendapatan karyawan dan masyarakat (pulp and paper dan sawit) Rp 45,7 Triliun serta investasi termasuk UMKM (pulp and paper dan sawit) Rp 554 Triliun.
 
Menperin menggambarkan bahwa industri kelapa sawit hulu-hilir menyerap 5,3 juta tenaga kerja dan industri pulp and paper menyerap 1,49 juta tenaga kerja. ''Substansi dalam surat Menperin tersebut sangat mengakomodir kepentingan industri besar yaitu korporasi HTI dan korporasi Sawit, dan tidak berpihak pada korban polusi asap karhutla dan perlindungan gambut. Padahal RAPP selama beroperasi telah merugikan negara lebih dari RP 712,24 T,'' kata Made Ali. Rincian kerugian negara akibat aktivitas PT RAPP dan April Group:
 
1. Hilangnya nilai tegakan kayu hutan alam atas penerbitan IUPHHKHT dan RKT dalam kasus korupsi kehutanan Riau sebesar Rp 2,5 triliun.
2. Temuan pansus Monev Perizinan DPRD Riau sejak 2015 menemukan potensi kerugian negara dari pajak yang tidak disetor APRIL Group sebesar Rp 6,5 triliun.
3. Kerugian ekologis penerbitan 13 IUPHHKHT-RKT untuk korporasi yang terafiliasi dengan APRIL Group dalam kasus korupsi perizinan Rp 687 triliun.
4. PT Merbau Pelalawan Lestari /APRIL Group (Putusan MA 2016) menebang hutan alam di luar izin dan megakibatkan kerusakan lingkungan hidup mencapai Rp 16,4 triliun.
 
Menteri lainnya yang ‘berkunjung’ ke PT RAPP yaitu Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita bersama Kapolda Riau dan Gubernur Riau menanam pohon akasia dan ikut serta dalam Pasar Murah Ramadahan PT RAPP pada Mei 2017. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo juga ikut menanam pohon akasia di PT RAPP pada Juli 2016.
 
''Apa yang dilakukan oleh beberapa menteri Kabinet Kerja terhadap RAPP dan industri kertas sangat bertentangan dengan Nawacita Jokowi-JK untuk melindungi gambut, memperluas ruang kelola masyarakat atas hutan dan tanah melalui perhutanan sosial dan reforma agraria untuk kesejahteraan masyarakat serta revolusi mental,'' kata Made Ali.
 
Jikalahari merekomendasikan Presiden Joko Widodo untuk:
1. Memerintahkan Puan Maharani, Muhadjir, Airlangga Hartarto, Enggartiasto Lukita dan Tjahjo Kumolo meminta maaf kepada masyarakat Riau dan berjanji tidak mengulanginya
sebagai wujud revolusi mental.
2. Memecat Puan Maharani, Muhadjir, Airlangga Hartarto, Enggartiasto Lukita dan Tjahjo Kumolo karena tidak mendukung Nawacita pemerintahan Jokowi-JK.***
 


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar