APRIL Bangun APR, Ancaman Karhutla di Riau Kedepannya Semakin Mengerikan
Penebangan Hutan dan Penggalian kanal di gambut lindung Pulau Padang tahun 2016 Dokumentasi: JMGR
GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Sekretaris Jenderal Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) Isnadi Esman menyatakan bahwa ancaman Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Bumi Lancang Kuning akan semakin mengerikan dari sebelumnya. Lantaran invasi besar-besaran modal besar untuk menguasai lahan gambut di Provinsi Riau.
Diungkapkan Isnadi kepada Gagasan Selasa malam (16/10/2018), hal ini lantaran langkah yang diambil oleh Royal Golden Eagle (RGE) induk dari grup besar Asia Pacific Resources International Holdings Ltd (APRIL) dengan melahirkan Asia Pacifik Rayon (APR).
"Lebih kurang satu tahun terakhir APR membangun pabrik pengolahan Viscose Staple Fiber (VSF) di Kerinci Kabupaten Pelalawan, yang akan menghasilkan semacam serat rayon pengganti kapas yang dapat digunakan dalam memproduksi barang harian seperti pakaian dan kebutuhan industri manufaktur lainnya" urai Isnadi.
Dikatakan Isnadi, VSF yang dihasilkan nantinya berbahan baku bubur kertas yang berasal dari kayu akasia yang ditanam di lahan gambut di Riau oleh PT. Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) yang juga perusahaan yang terafiliasi dengan RGE.
APR ini, tegasnya akan menjadi ancaman baru untuk gambut yang ada di Riau.
“Perusahaan APR ini akan mengunakan kayu akasia untuk memenuhi kapasitas produksinya, sudah pasti kayu yang digunakan berasal dari RAPP yang selama ini merusak gambut dengan melakukan penebangan hutan alam dan membuat kanal-kanal besar dengan mengeringkan air gambut untuk menanam akasia” ujarnya.
Diterangkannya, bahwa APR menargetkan akan memproduksi 240.000 ton/tahun, dengan target ini maka akan semakin banyak kayu akasia yang akan diproduksi menjadi bubur oleh RAPP dan ini pastinya memberikan ancaman yang semakin besar terhadap gambut-gambut yang menjadi areal konsesi perusahaan bubur kertas tersebut.
"Terutama untuk gambut dalam dengan fungsi lindung yang selama ini dialihfungsikan menjadi areal budidaya akasia RAPP” ujar Isnadi.
Hal tersebut menurutnya berbanding terbalik dengan pernyataan RAPP beberapa waktu yang lalu ketika Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meminta RAPP untuk merevisi Rencana Kerja mereka untuk mematuhi peraturan pemerintah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
"Saat itu mereka sempat akan mem-PHK ribuan pekerja, dan sempat melakukan gugatan hukum terhadap KLHK dan bahkan sempat terjadi aksi massa oleh pekerja, namun saat ini ketika mereka kalah di pengadilan dan harus merevisi RKU mereka sekarang malah membuat pabrik baru dan meningkatkan kapasitas produksi yang pastinya juga menambah tenaga kerja” bebernya.
Seharusnya katanya lagi, saat ini RGE dan grupnya fokus untuk melakukan upaya restorasi gambut termasuk melakukan upaya penyelesaian konflik dengan masyarakat.
Selain itu juga sarannya terbuka terhadap revisi RKU RAPP yang sudah disahkan oleh menteri.
Menurut Isnadi, revisi RKU tersebut sangat tertutup bahkan pemerintah pun tidak pernah membuka berapa luas yang direvisi dan dimana lokasinya.
"Ada isu katanya di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang tapi hingga kini tidak jelas”. ujar Isnadi.
Ditegaskan Isnadi, JMGR meminta kepada pemerintah dalam hal ini KLHK harus memberikan perhatian khusus terhadap RGE dan afiliasinya, serta memberikan pengawasan ekstra terhadap pelaksanaan restorasi gambutnya melalui perubahan RKU yang sudah ada.
"Dan seharusnya pemerintah tidak lagi meberikan izin pendirian industri-industri yang akan semakin memberikan daya rusak tinggi terhadap gambut. Khususnya di Riau”. Tutup Isnadi.
Editor Arif Wahyudi
Reporter Nurul Hadi
Tulis Komentar