Daerah

Sekretaris PGI Nilai Sby Langgar Konstitusi, Terkait Kebebasan Beragama

gagasanriau.com ,Jakarta-Orang bisa saja berbeda pendapat dengan penilaian Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Pendeta Gomar Gultom (GG) bahwa Presiden SBY melakukan pelanggaran konstitusi dalam kasus-kasus GKI Yasmin, HKBP Filadelfia, Syiah, dan Ahmadiyah.

Namun pengamat politik AS Hikam sepakat bahwa dengan ucapan Pendeta GG bahwa "tindakan diskriminatif terhadap jemaat GKI Yasmin, HKBP Filadelfia, penganut kepercayaan asli, dan umat Syiah serta Ahmadiyah, tidak boleh didiamkan. "Mungkin soal pembiaran (impunity) inilah yang oleh Pendeta GG dianggap sebagai pelanggaran konstitusi. Pembiaran memang akan menyebabkan penindasan dan tindakan diskriminatif seakan-akan legal," kata eks menristek ini kepada Aktual.co, Jumat (27/12). Para pelaku (perpetrators) akan menganggap sepi kritik dan menindas perlawanan dari korban, karena merasa mendapat perlindungan dari Pemerintah, bahkan dari Negara. Sementara itu di pihak para korban, selain hak-hak untuk mendapat perlindungan HAM-nya dicederai, mereka juga tidak mungkin mengharapkan aparat Pemerintah (Polisi, TNI, Kejaksaan dan lain-lain) untuk membela mereka. "Dengan demikian, para korban menderita dua kali. Sedangkan Pemerintah bisa dianggap lalai terhadap kewajiban konstitusionalnya, sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945; 'Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia'," sambungnya. Pihak Pemerintah menolak tudingan telah melakukan impunitas seperti yang dikatakan oleh Pdt. GG karena telah mengeluarkan berbagai kebijakan seperti SKB Menteri tentang kehidupan beragama. Para pendukung sikap Pemerintah juga mengajukan argumen bahwa mereka memiliki hak asasi yang sama dalam berkeyakinan dan melaksanakan keyakinan tersebut. "Walhasil, pendekatan legal formal dan politis saja, saya kira, tampaknya sulit membawa kepada kedamaian dan resolusi konflik yang permanen. Harus juga ditambah dengan pendekatan budaya yang ditopang dengan komunikasi sosial yang mengedepankan kepentingan berbangsa serta etika pergaulan dalam msyarakat yang plural," demikian Hikam.*actual.co


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar