Ini Penyebab Desa Di Riau Terisolir
gagasanriau.com ,Pekanbaru-Ternyata Seluruh Kabupaten yang ada di Riau, berdasarkan analisis Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau terkait Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) pada pos anggaran bantuan keuangan kepada pemerintahan desa telah dikebiri hak-hak pemerintah desa.
Meskipun dana perimbangan terus meningkat namun Alokasi Dana Desa (ADD) tak mengalami kenaikan sama sekali dan ini terjadi terjadi di seluruh Kabupaten di Riau.
Amanat Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 2005 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 37 tahun 2007 dikangkangi oleh para Bupati.
Dua kabupaten yang mengalami peningkatan mendapatkan dana perimbangan dari pusat setelah dikurangi Dana Alokasi Khsusus (DAK) medio 2011-2013 yakni Bengkalis dan Rokan Hilir. Dimana pada tahun 2011 Kabupaten Bengkalis Rp 1,9 Triliun, tahun 2012 meningkat menjadi Rp 2,1 Triliun dan 2013 Rp 3 Triliun.
Sementara Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) 2011, Rp 1,4 Triliun, dan tahun 2012 Rp 1,6 Triliun pada tahun 2013 Rp 2,03 Triliun namun anggaran ADD yang diberikan ke desa hanya tahun 2011 Rp 29.828 juta (2,1%), tahun 2012 Rp 28.828 juta (1,8%) dan tahun 2013 cuma Rp 40 juta (2,0%).
Hanya Kabupaten Bengkalis yang mencapai 13-16% sedangkan Rohil tidak mencukupi 10% diikuti 8 kabupaten lainnya dalam mengalokasikan dana ADD ini.
Dana ADD ini kelak berguna sebagai penunjang pembangunan desa dan juga dalam upaya pemerataan distrubusi anggaran hingga ke desa.
Namun, fakta menunjukan aturan yang dibuat oleh pemerintah hanya sebatas aturan yang nol dalam implementasi di daerah. Para kepala daerah/ Bupati di Riau secara ramai-ramai melabrak kedua aturan dengan mengebiri alokasi anggaran yang seharusnya mutlak menjadi hak pemerintah desa.
FITRA merilis data bahwa Kabupaten Rokan Hilir paling banyak yang tidak menyalurkan ADD ini setiap tahunnya Rp. 100 Milyar tidak tersalurkan kepada desa.
Di ikuti kabupaten lainnya secara merata hampir diatas Rp 50 Milyar.
Dari pengkebirian yang dilakukan oleh para bupati ini satu diantara banyak faktor ketertinggalan desa di Riau hingga tingkat pembangunan pun lambat dan cenderung memarjinalkan desa sebagai lumbung pangan Riau kedepan.
Dalam catatan penting yang diberikan oleh FITRA Riau dalam rilisnya bahwa tidak diberikannnya hak-hak desa atas anggaran APBD sepenuhnya itu merupakan cerminan dari prilaku boros dan berfoya-foya para raja kecil (bupati) yang terus merajalela, tanpa ada pengawasan ketat dua lembaga negara yakni DPRD Kabupaten dan Penegak hukum sendiri didaerah.
Dalam hal ini FITRA mendesak agar Presiden RI harus bertanggungjawab atas diterbitkannya PP nomor 72 tahun 2005 dan Permendagri nomor 37 tahun 2007 untuk menegaskan kepada pemerintah daerah menjalankan aturan-aturan tersebut.
Ady Kuswanto
Tulis Komentar