Perusahaan Dengan Mudah Kriminalisasi Masyarakat di Desa

Ini Resikonya Jika Ranperda RTRW Riau Ngotot Ditetapkan

ILUSTRASI

GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Organisasi lingkungan Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) menyatakan bila wakil rakyat di DPRD Provinsi Riau ngotot mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Ranperda RTRW) 2016-2035 menjadi Peraturan Daerah (Perda).

Masyarakat hukum adat dan masyarakat tempatan yang bergantung pada hutan dapat dengan mudah dikriminalisasi oleh korporasi Hutan Tanaman Industri (HTI) pulp and paper seperti grup APP dan APRIL.

"Korporasi akan mudahnya melaporkan masyarakat adat dan tempatan yang mengambil kayu hutan dan berkebun di dalam areal korporasi HTI dengan tuduhan melakukan tindak pidana kehutanan dan tindak pidana penataan ruang" kata Okto Yugo Tim Advokasi dan Kampanye Jikalahari kepada GAGASANRIAU.COM, Jumat (11/8/2017).

"Meski masyarakat adat dan tempatan sudah ada di dalam konsesi korporasi HTI jauh sebelum Indonesia merdeka" ujarnya lagi.

Baca Juga Dipastikan HUT Riau Pengesahan RTRW Ditunda

Dan diuraikan Okto lagi, sebagaimana tercantum didalam UU tentang Penataan Ruang, berbunyi setiap orang yang tidak mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 huruf a (mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan) yang mengakibatkan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta 23.

"Kata ditetapkan merujuk Pasal 22 ayat 6 UU 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang: Rencana tata ruang wilayah provinsi ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi. Artinya pidana penataan ruang berlaku sejak Perda tata ruang Provinsi ditetapkan DPRD Riau dan disahkan Gubernur Riau setelah mendapat persetujuan substansial dari Menteri Dalam Negeri" ulas Toto.

Implikasinya, tegas Okto, Hutan Produksi (HPT, HP, dan HPK) dalam Draft RTRWP Riau 2016-2035 masuk dalam Pola Ruang Kawasan Budi Daya. Konsesi HTI berada di dalam ruang Hutan Produksi Tetap (HPT, ada juga dalam Hutan Produksi Terbatas).

Baca Juga Ada Apa Suhardiman Amby Ngotot Ingin Sahkan Raperda RTRW ?

Dimana kata Okto lagi, kawasan Budidaya Hutan Produksi Tetap di lapangan telah dikuasasi oleh APP dan APRIL grup seluas 2,3 juta hektar. Di dalam 2,3 juta hektar itu adalah hutan tanah milik adat dan tempatan yang dihuni oleh masyarakat adat dan tempatan.

"Menurut pidana tata ruang masyarakat adat dan tempatan yang berada di dalam kawasan Hutan Produksi Tetap tidak sesuai dengan fungsi ruang, karena fungsi ruang telah berstatus HP milik APP dan APRIL. Masyarakat dapat dilaporkan oleh korporasi telah melakukan tindak pidana Penataan Ruang" tutup Okto.

Baca Juga Perusahan HTI Gagal Kelola Gambut di Indonesia

Hingga saat ini Ranperda RTRW 2016-2035 yang dibahas oleh Pansus DPRD Riau belum ditetapkan.

Okto memaparkan, bahwa Jikalahari mencatat banyak persoalan akan muncul jika RTRWP Riau tetap disahkan saat ini.

Baca Juga Grup APRIL Dan APP Ditagih Janjinya

Karena lanjut Okto, berbagai persoalan dasar seperti tidak transparannya pemerintah dalam proses penyusunan, masyarakat adat dan tempatan kian mudah dipidana. Selain itu monopoli penguasaan lahan oleh korporasi hingga minimnya ruang kelola masyarakat akan menjadi pemantik api konflik jika tak diselesaikan.

Editor Arif Wahyudi


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar