Gegara Kegagalannya Bangun Kebun Sawit KKPA, PTPN V Malah Gugat Petani Koppsa-M Kampar

Jumat, 07 Februari 2025 | 15:00:16 WIB
Armilis Ramaini, Tim Kuasa Hukum para anggota petani yang tergabung dalam Koppsa-M

GAGASANRIAU.COM , PEKANBARU - Sejumlah 825 Kepala Keluarga (KK) anggota koperasi dengan kerjasama kemitraan dengan skema Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA) digugat oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V.

Gugatan ini dilakukan PTPN V lantaran telah lalai melakukan pembangunan dan pengelolaan kebun sawit di wilayah Desa Pangkalan Baru, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.

Selain itu juga, PTPN V gagal untuk membangun kebun plasma di Desa Pangkalan baru.

Sehingga alih-alih bertanggungjawab, PTPN V justru seolah hendak lepas tangan dengan membebankan biaya kegagalan pembangunan kebun plasma tersebut kepada para petani yang tergabung dalam Koperasi Petani Sawit Makmur (Koppsa-M).

PTPN juga dengan gugatan tersebut, diduga bermaksud mencoba mengklaim tanah para petani yang berasal dari hak ulayat masyarakat Desa Pangkalan Baru melalui gugatannya.

Demikian hal itu disampaikan Armilis Ramaini, perwakilan Tim Kuasa Hukum para anggota petani yang tergabung dalam Koppsa-M kepada Gagasan, 30 Januari 2025 lalu.

Padahal jelas Armilis, PTPN V ini dalam perjanjian kontrak berperan sebagai perusahaan inti yang bertanggungjawab penuh untuk mengelola dana kredit pinjaman Perbankan.

Selain itu juga melakukan pembangunan kebun, sekaligus melakukan pengelolaan penuh atas kebun sawit masyarakat, sedangkan Koppsa-M merupakan badan hukum Koperasi (dahulu Koperasi Unit Desa atau KUD) yang mewadahi kepentingan anggotanya yakni masyarakat Desa Pangkalan Baru.

"PTPN V telah mengikatkan diri dan berjanji kepada para petani Koppsa-M untuk membangun kebun plasma seluas seluas 1.650 Ha untuk 825 Kepala Keluarga (KK) sebagai anggota koperasi. Selain itu dalam perjanjian tersebut diatur pula bahwa PTPN V bertanggungjawab penuh atas pengelolaan kebun serta pengelolaan dana kredit dari perbankan yang diberikan untuk pembangunan kebun " beber Armilis.

Dan lanjut Armilis, skema pembayaran dan pengembalian kredit perbankan dalam skema KKPA, tersebut diatur dalam SK Gubri No. 07/2001.

"Dimana untuk pembayaran angsuran kredit pembangunan kebun plasma berikut bunganya kepada Bank pelaksana maksimal 30 persen dari penjualan hasil produksi, " ujarnya.

Namun lanjut Armilis, berdasarkan Laporan Hasil Penilaian Fisik Kebun Kelapa Sawit KKPA Koppsa-M yang bermitra dengan PTPN V di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, pada 16 November 2016 dilakukan oleh Dinas Perkebunan, Peternakan Dan Kesehatan Hewan Kabupaten Kampar banyak yang gagal.

Hasil laporan dari Dinas Perkebunan Kampar tersebut jelas Armilis , diantaranya dengan kesimpulan luas kebun KKPA Kopsa-M yang diusulkan untuk dinilai seluas 1.650 ha, setelah dilakukan identifikasi oleh Pemda Kampar luasan areal kebun yang dinilai seluas 1.433 ha.

Luas tersebut termasuk sarana jalan dan drainase sesuai dengan peta kerja dari Koppsa-M terdiri dari 46 blok dengan luas 1,41 5,7 ha.

Dengan rincian jumlah blok kebun yang dilakukan penilaian sebanyak 46 blok atau seluas 1.415,7 hektar.

Blok yang bisa dilakukan penilaian fisik kebun sebanyak 24 blok  atau seluas 745,1 ha sedangkan sisanya sebanyak 22 blok atau seluas 670,6 hektar tidak dilakukan penilaian karena kondisi kebun semak dan tidak bisa dimasuki.

Total persentase areal yang tidak bisa dinilai seluas 670,6 ha ditambah dengan 375,4 hektar total 1.046 ha  atau sejumlah 73,88 persen, sedangkan total areal yang dilakukan penilaian itu seluas 369,7 ha atau 26,20 persen.

Berangkat dari data tersebut ujar Armilis, dikarenakan buruknya produktifitas dan kondisi kebun yang dibangun dan dikelola oleh PTPN V sebagaimana lapora Dinas Perkebunan, Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Kampar.

Serta adanya pengaturan mengenai batasan maksimal angsuran kredit yakni sebesar maksimal dari 30 persen hasil penjualan produksi kebun, maka hasil produksi kebun sangat tidak mencukupi untuk membayar angsuran kredit perbankan berikut bunganya.

Hal tersebut jelas Armilis diakibatkan oleh tidak profesionalnya PTPN V dalam membangun kebun petani plasma milik anggota Koppsa-M.

"Oleh karena itu, seharusnya PTPN V lah yang seharusnya bertanggungjawab atas kegagalan kebun plasma di Desa Pangkalan baru " tegas Armilis.

Namun demikian lanjut Armilis, alih-alih bertanggungjawab, PTPN V justru seolah hendak lepas tangan dengan membebankan biaya kegagalan pembangunan kebun plasma tersebut kepada petani

"Serta mencoba mengklaim tanah para petani yang berasal dari hak ulayat masyarakat Desa Pangkalan Baru melalui gugatan " tutp Armilis.

Terkini