GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Riau Tahun Anggaran 2024. Temuan ini menjadi "kado pahit" bagi Gubernur Riau yang baru memasuki 100 hari masa kerjanya.
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK mengungkap utang Pemerintah Provinsi Riau mencapai Rp1,76 triliun, terdiri atas kewajiban yang belum dibayarkan hingga akhir tahun anggaran, termasuk utang kepada pihak ketiga sebesar Rp40,81 miliar—yang mencakup kontraktor dan penyedia jasa yang belum menerima pembayaran atas layanan yang sudah diberikan.
Selain itu, BPK juga menemukan kelebihan pembayaran perjalanan dinas sebesar Rp16,98 miliar, yang mencerminkan lemahnya pengawasan internal serta indikasi pemborosan belanja aparatur. Hal ini kontras dengan semangat efisiensi yang digaungkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, yang mengatur alokasi perjalanan dinas sebesar Rp352,6 miliar.
Opini WDP ini memperlihatkan tantangan besar yang dihadapi Gubernur Riau untuk memperbaiki tata kelola keuangan daerah. Temuan ini juga menjadi pengingat bahwa predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada tahun-tahun sebelumnya tidak menjamin absennya praktik korupsi, sebagaimana banyak kasus korupsi justru terungkap saat opini WTP diraih.
Masalah yang Berulang dan Minimnya Komitmen Perbaikan
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau mencatat bahwa temuan BPK ini bukan hal baru. Kelebihan pembayaran perjalanan dinas dan lemahnya sistem pengawasan juga ditemukan pada tahun 2023. Rekomendasi BPK tahun lalu dinilai tidak ditindaklanjuti secara signifikan, yang menunjukkan minimnya komitmen reformasi pengelolaan keuangan daerah secara menyeluruh.
Fitra juga menyoroti bahwa alokasi anggaran belum sepenuhnya mengedepankan prinsip efisiensi dan akuntabilitas. Banyak program tidak sesuai dengan output yang diharapkan, dan belanja rutin masih mendominasi dibandingkan belanja yang produktif.
Agenda 100 Hari Gubernur: Layanan Pendidikan Masih Jauh dari Harapan
Dalam agenda 100 hari kerjanya, Gubernur Riau menargetkan peningkatan akses dan kualitas layanan pendidikan. Namun, Fitra Riau menyebutkan bahwa capaian ini masih jauh dari harapan. Meskipun alokasi anggaran untuk pendidikan mencapai Rp3,05 triliun atau 32% dari total belanja daerah (melebihi mandatory spending 20%), penggunaan anggaran di luar gaji guru hanya 15%, masih di bawah batas minimal 20%.
Sementara itu, infrastruktur pendidikan masih menjadi persoalan. Persentase Ruang Kelas Belajar (RKB) dalam kondisi baik masih rendah: SMP (51,28%), SMA (61,58%), dan SMK (64,34%).
Masalah akses juga belum terselesaikan. Sebanyak 955 anak SD tercatat putus sekolah pada 2024, dan sekitar 9.000 anak lainnya terancam putus sekolah akibat keterbatasan daya tampung di sekolah menengah negeri serta tingginya biaya di sekolah swasta.
Hal ini bertolak belakang dengan misi Gubernur Riau yang ingin membangun manusia sehat dan berkualitas melalui pendidikan yang merata dan berkeadilan, termasuk keberpihakan kepada penyandang disabilitas dan kelompok marjinal.
Rekomendasi Fitra Riau
Fitra Riau menegaskan pentingnya langkah cepat dan tegas dari Pemerintah Provinsi Riau untuk memperbaiki tata kelola keuangan dan memastikan anggaran publik digunakan secara bertanggung jawab. Beberapa rekomendasi yang disampaikan antara lain:
Menindaklanjuti rekomendasi BPK untuk memperbaiki pengelolaan keuangan dan mencegah pengulangan masalah serupa.
Meningkatkan sistem pengawasan internal dan transparansi anggaran untuk mencegah potensi korupsi.
Mengalihkan fokus anggaran ke sektor pelayanan dasar masyarakat seperti pendidikan dan kesehatan, bukan sekadar belanja rutin.(*)