Riau Masuk Dalam Daerah Paling Rentan Korupsi, Fitra : Alarm Darurat

Senin, 15 Desember 2025 | 10:36:49 WIB
Kordinator Fitra Riau

GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Rilis Survei Penilaian Integritas (SPI) 2025 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi peringatan keras bagi tata kelola pemerintahan di Provinsi Riau. 

Skor integritas Pemerintah Provinsi Riau sebesar 62,8, yang turun sekitar 5 poin dari tahun sebelumnya, menempatkan Riau dalam kategori daerah rentan korupsi.

Kondisi ini semakin memprihatinkan karena hampir seluruh kabupaten/kota di Riau berada di zona merah, atau wilayah dengan tingkat kerentanan korupsi tinggi. Hanya Dumai dan Kampar yang berada di zona kuning, sementara tidak satu pun daerah di Riau masuk zona hijau yaitu zona pemerintahan dengan tingkat integritas tinggi dan relatif bebas dari praktik korupsi.

Temuan SPI KPK tersebut sejalan dengan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Tahun 2024, yang mencatat terdapat 93 temuan terkait ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, serta indikasi pemborosan dan inefisiensi anggaran.

Lebih jauh, hingga tahun 2024, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau mencatat terdapat sekitar 31 kasus korupsi yang berkaitan dengan pengelolaan anggaran, suap, dan gratifikasi, dengan jumlah tersangka mencapai sekitar 76 orang, tersebar di seluruh kabupaten dan kota di Riau.

Ironisnya, tren tersebut belum menunjukkan perbaikan. Tahun 2025 justru diwarnai dengan pengembangan kasus dugaan SPPD fiktif DPRD Riau, serta Operasi Tangkap Tangan (OTT) di lingkungan PUPR Riau.

"Fakta ini semakin menegaskan bahwa korupsi di Riau bersifat sistemik, terorganisir, dan melibatkan aktor-aktor kunci kekuasaan,"ujar Kordinator Fitra Riau Tarmidzi Minggu (14/12/2925).

FITRA Riau menilai rendahnya skor integritas disebabkan oleh beberapa faktor utama, pertama komitmen antikorupsi yang bersifat formalitas, tidak diterjemahkan dalam kebijakan dan praktik nyata.

"Kemudian Transparansi anggaran yang masih rendah, terutama pada belanja perjalanan dinas, proyek infrastruktur, dan belanja pengadaan,"jelasnya.

Masalah lain lagi dalam pengamatan Fitra, Lemahnya pengawasan internal dan DPRD, serta minimnya tindak lanjut atas rekomendasi BPK.

"Budaya impunitas, di mana pelanggaran berulang tidak diikuti sanksi tegas dan efek jera,"tegasnya.

Maka untuk keluar dari zona merah dan memulihkan kepercayaan publik, Fitra Riau menurut Tarmidzi mendorong langkah-langkah konkret, reformasi tata kelola anggaran secara menyeluruh
pemerintah daerah harus membuka akses publik terhadap seluruh siklus APBD.

"Mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, hingga pelaporan dengan data yang mudah diakses dan dipahami,"harapnya.

Tarmidzi menambahkan, pembersihan praktik rawan korupsi
pemerintah daerah harus segera melakukan evaluasi dan pembatasan belanja-belanja rawan seperti perjalanan dinas, proyek fisik, dan pengadaan barang/jasa, termasuk digitalisasi penuh untuk mencegah manipulasi.

"Pelibatan publik dan masyarakat sipil
partisipasi masyarakat, media, dan organisasi masyarakat sipil harus dijamin sebagai bagian dari sistem pengawasan sosial,"tegasnya.

Tarmidzi juga mengingatkan, rendahnya skor integritas bukan sekadar reputasi buruk, tetapi ancaman serius bagi pelayanan publik, kesejahteraan rakyat, dan masa depan pembangunan Riau.

"Jika tidak ada perubahan, korupsi akan terus menggerogoti APBD dan merampas hak dasar masyarakat,"ujar Tarmidzi.(*)

Tags

Terkini