Sidang Ke 6 Inilah 16 Kejanggalan SP3 Polda Riau

Senin, 21 November 2016 - 19:29:00 wib | Dibaca: 7232 kali 
Sidang Ke 6 Inilah 16 Kejanggalan SP3 Polda Riau
Deputi I Walhi Bagian Hukum Boy Even Sembiring saat melakukan Konferensi Pers

GagasanRiau.Com Pekanbaru - Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Riau menilai ada 16 kejanggalan dari hasil proses peradilan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Kepolisian Daerah (Polda) Riau.

"Bahwa penghentian penyidikan perkara kebakaran hutan dan lahan atas nama tersangka PT. Sumatera Riang Lestari merupakan sesuatu yang tidak adil dan harus dilawan. Dan perjuangan yang kami lakukan melalui jalur praperadilan ini perlu juga diingat bukan untuk kepentingan WALHI, tapi seluruh rakyat Riau, termasuk Ibu Hakim, jajaran Polda beserta keluarga mereka,” kata  Indra Jaya Kuasa Hukum Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Senin (21/11/2016).

Pada sidang keenam ini ditegaskan Indra, WALHI secara tegas memberikan kesimpulan bahwa penerbitan Surat Penghentian Penyidikan atas nama PT. Sumatera Riang Lestari oleh Polda Riau merupakan suatu yang bertentangan dengan prosedur hukum dan keadilan.

"Alasan penghentian penyidikan atas nama kepastian hukum merupakan hal yang mengada-ngada. Adapun dalam kesimpulan ini, WALHI mencatat kejanggalan dan cacat hukum penghentian penyidikan ini paling tidak meliputi hal-hal sebagai berikut, yaitu:

Pertama, Penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan diindikasikan sebagai suatu kebohongan, karena tidak terdapat berkas tanda terima atau bukti pengiriman ekspedisi ke Kejaksaan NegeriTembilahan.

Dan kedua, Surat Pemberitahuan Penghentian penyidikan yang diterbitkan pada 09 Juni 2016 baru diberitahukan kepada Kejaksaan NegeriTembilahan melalui surat tanggal 15 September 2016 dan baru dikirimkan melalui ekspedisi pada 22 September 2016 atau lebih dari 3 bulan setelah penghentian penyidikan dibocorkan oleh Jikalahari melalui siaran persnya pada Juli 2016.

Ketiga, Polda Riau hanya mengajukan 4 orang saksi, yang 3 diantaranya mempunyai hubungan pekerjaan dengan PT. Sumatera Riang Lestari;

Keempat, berdasarkan fakta-fakta yang diuraikan, maka jelas penyidikan dilakukan “tidak” sesuai dengan Standar Operasional Procedure (SOP) penyidikan yang menurut Ahli Dr. Muhammad Arif Setiawan, SPDP wajib diberitahukan penyidik kepada penuntut umum untuk menjadi kontrol antara Kejaksaan dengan Penyidik. Penuntut Umum berhak mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara secara periodik dari Penyidik. Sehingga dengan tidak diberitahukannya SPDP kepada Kejaksaan serta tidak adanya koordinasi antara penyidik dengan penuntut umum saat mengeluarkan SP3 membuktikan penyidik belum sungguh-sungguh dalam melaksanakan penyidikan;

Dan yang kelima, Polda Riau patut diduga menutup-nutupi keterangan ahli yang dijadikan dasar penghentian penyidikan, karena tidak satupun ahli yang menjadi rujukan penghentian penyidikan dihadirkan di sidang praperadilan;

Keenam alasan Polda Riau menghentikan penyidikan karena PT. Sumatera Riang Lestari sudah melakukan pemadaman merupakan suatu hal yang dipaksakan, karena memperhatikan konsesi seluas 48.635 hektar korporasi yang terafiliasi dengan APRIL ini hanya mempunyai 3 unit semprot air, dua menara pemantau, bahkan pemadaman baru bisa berhasil setalah dibantu 20 personel TNI dan belasan personel Kepolisian;

Ketujuh Areal konsesi yang terbakar tidak seproduktif areal pada blok lainnya dan tidak secara transparan menyebutkan apakah areal yang terbakar mempunyai asuransi atau tidak;

Kedelapan kebakaran juga tidak bisa dipastikan apakah berasal dari luar atau dari dalam areal konsesi PT. SRL;

Kesembilan, kondisi kanal PT. SRL dalam kondisi kering dan dangkal, yang mana fakta ini telah menyalahi kewajiban dan larangan dari ketentuan Pasal 23, Pasal 26 huruf , Pasal 27 ayat (2)  Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Eko sistem Gambut;

Dan kesepuluh PT. SRL tidak melakukan pencucian kanal guna merawat kanal agar tetap berair dan basah sesuai dengan kondisi ekologisnya telah menyalahi kewajibannya sebagaimana ditentukan oleh Pasal 5 ayat (3) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2010 tentang Mekanisme Pencegahan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup;

Kesebelas, Kebakaran di areal konsesi PT. SRL pada 2015 bukanlah yang pertama, menurut pantauan WALHI dan keterangan saksi dari PT. SRL diketahui bahwa tahun-tahun sebelumnya juga PT. SRL mengalami kebakaran;

Kedua belas Berdasarkan keterangan ahli Dr. Muhammad Arif Setiawan, maka dengan tidak dipenuhinya kewajiban yang harus dilaksanakan oleh PT. SRL, maka sebenarnya sudah dapat dikategorikan memenuhi unsur kelalaian, sehingga dalil TERMOHON yang menyebutkan PT. SRL telah melaksanakan kewajibannya untuk melakukan upaya pencegahan dan pemadaman api yang sebagaimana AHLI Dr. Erdianto dan Nelson Sitohang yang dijadikan dasar tidak terpenuhinya unsur kelalaian adalah tidak berdasar dan harus ditolak;

Ketiga belas, berdasarkan keterangan Ahli Dr. Muhammad Arif, maka terhadap keterangan Ahli yang dijadikan rujukan penghentian penyidikan bisa diabaikan dengan mencari second opinion dari keterangan ahli lainnya;

Ke empat belas, Polda Riau dalam melakukan penyidikan perkara hanya menerapkan satu ketentuan pidana pada Pasal 108 UU PPLH tanpa memperhatikan penerapan pasal lainnya, khususnyaPasal  98 dan 99 UU PPLH.

Kelima belas Polda Riau mengabaikan ketentuan  BAB V  ketentuan Keputusan Ketua Mahkamah AgungNomor: 36/ KMA/ SK/ II/ 2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup, padahal ketentuan ini mensyaratkan pembuktian Pasal  98 dan 99 UU PPLH harus terlebih dahulu memperhatikan akibat berupa pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, pencemaran lingkungan hidup dibuktikan dengan terjadinya pelanggaran baku mutu ambien (udara); dan perusakan lingkungan hidup dibuktikan dengan terjadinya pelanggaran kriteria baku kerusakan lingkungan.

Terakhir, Polda Riau belum sama sekali melakukan uji laboratorium untuk memeriksa dampak dari kebakaran yang terjadi di areal konsesi PT. SRL, maupun meminta keterangan keterangan ahli Prof. Bambang Hero dan Dr. Basuki Wasis untuk melihat akibat berupa pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang terjadi di areal konsesi PT. SRL yang terbakar.

“Dari rangkuman kecacatan penerbitan penghentian penyidikan perkara pembakaran hutan dan lahan serta kerusakan lingkungan tersebut, maka WALHI secara tegas menyatakan dan menyampaikan ke Hakim yang terhormat, Polda Riau serta seluruh rakyat Riau bahwa tidak ada dasar sama sekali bagi Polda Riau maupun Hakim untuk menolak tuntutan rakyat melalui Riau untuk mencabut SP3 ini,” ujar Riko Kurniawan, Direktur WALHI Riau. “

"Oleh karena itu, kami mengajak masyarakat sipil, mari secara bersama kita tagih peluh-peluh kita dalam melawan asap sepanjang tiga tahun belakangan ini di Ruang Sidang Cakra Pengadilan Negeri Pekanbaru pukul 10 pagi selasa esok,” tutupnya.

Editor Arif Wahyudi


Loading...
BERITA LAINNYA