Urgensi Materai pada Sebuah Perjanjian

Ahad, 15 April 2018 - 19:01:15 wib | Dibaca: 4768 kali 
Urgensi Materai pada Sebuah Perjanjian
Sarwo Saddam Matondang, S.H., M.H, Advokat Muada sekaligus Pengurus Komunitas Otomotif PSF Chapter Riau

GAGASANRIAU.COM, TEMBILAHAN -Konsep negara hukum yang melekat pada negara Indonesia (rechstaat) ditandai dengan beberapa asas diantaranya adalah bahwa semua perbuatan atau tindakan seseorang baik individu maupun kelompok, rakyat maupun pemerintah harus didasarkan pada ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum perbuatan atau tindakan itu dilakukan atau didasarkan pada peraturan yang berlaku. 
 
Negara berdasarkan atas hukum harus didasarkan hukum yang baik dan adil tanpa membeda-bedakan. Hukum yang baik adalah hukum yang demokratis, yaitu didasarkan pada kehendak rakyat sesuai dengan kesadaran hukum rakyat. Sedangkan yang dimaksud dengan hukum yang adil adalah hukum yang memenuhi maksud dan tujuan hukum yaitu keadilan.
 
Menggunakan sebuah konsep rechstaat berarti semua yang dilakukan oleh subjek hukum tergantung pada bagaimana bunyi atau teks ketentuan hukumnya. Sebagai contoh adalah hukum perikatan yang berlaku di Indonesia yang menganut asas kebebasan berkontrak (the principle of freedom of contract) dan asas konsesualisme (the principle of  consensualism). 
 
Salah satu sumber Hukum Perikatan adalah perjanjian. Sumber perikatan yang lain adalah undang-undang. Perbedaan antara perikatan yang bersumber dari perjanjian dengan undang-undang, terletak pada akibat hukum dari hubungan hukum tersebut. Akibat hukum perikatan yang lahir dari perjanjian dikehendaki oleh para pihak karena perjanjian dibuat atas dasar kesepakatan para pihak, sementara akibat hukum dari perikatan yang lahir dari UU ditentukan oleh UU. Lalu bagaimana akibat hukum dari suatu perjanjian yang tidak dikenai materai oleh para pihaknya ?
 
Menurut Undang-undang, materai secara pengertiannya disebut Bea Materai, yaitu Pajak secara tidak langsung dan Insidentil yang digunakan Masyarakat terhadap beberapa dokumen yang disebutkan oleh Undang-undang tentang Bea Materai, yang mana dokumen tersebut dapat digunakan sebagai alat bukti di Pengadilan. 
Nilai bea materai yang berlaku saat ini adalah Rp 3.000,- dan Rp. 6.000,- yang disesuaikan dengan nilai dan penggunaan dokumennya. 
 
Sejak UU Bea Materai diundangkan hingga sekarang, Bea Materai sudah 6 kali perubahan terakhir pada tahun 2000. Terdapat Beberapa dokumen yang bisa dikenakan Bea Materai dan ada yang tidak bisa dikenakan Bea Materai.
 
Menurut PP Nomor 24 tahun 2000 Pasal 1 sampai dengan 5, Beberapa Dokumen yang bisa dikenakan Bea Materai, adalah :
1. Akta Notaris dan juga salinan-salinannya
2. Surat Perjanjian dan surat-surat lainya yang dibuat untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata
3. Akta- akta yang dibuat oleh PPAT beserta rangkap-rangkapnya
4. Dokumen yang digunakan sebagai alat pembuktian dimuka pengadilan
5. Surat Berharga
6. Efek
7. cek dan bilyet Giro
8. Surat yang memuat Sejumlah uang
Selain itu ada juga yang tidak bisa dikenakan Bea Materai yaitu :
1.   Beberapa dokumen berupa :
• Surat angkutan Penumpang dan Barang
• Surat penyimpanan barang
• Konosemen
• Keterangan Pemindahan yang dituliskan beberapa dokumen
• Surat Pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan si pengirim
• Bukti untuk pengiriman dan Penerimaan barang
• Surat-surat yang disamakan dengan surat-surat diatas.
2. Segala bentuk Ijazah
3. Tanda Terima gaji, uang tunggu, uang tunjangan, Pensiun, dan Pembayaran lainnya
   mengenai Hubungan kerja
4. Tanda bukti penerimaan uang negara dari Kas Negara, Kas pemerintah daerah sampai Bank
5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan penerimaan lainnya yang disamakan dengan nomor 4
6. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan Intern Orfanisasi
7. Surat gadai yang diberikan oleh perusahaan seperti Pegadaian
8. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran Uang tabungan kepada penabung,
   yang disebutkan oleh Bank, Koperasi, dan Badan-badan lainnya yang sejenis
9. Tanda pembagian keuntungan atau Bunga dari Efek dengan nama dan dalam bentuk
   apapun.
 
Berdasarkan Undang-Undang No. 13 tahun 1985 tentang Bea Materai, Pasal 1 ayat 1, Fungsi dari Materai sendiri adalah Pajak dokumen yang dibebankan oleh negara untuk beberapa dokumen tertentu. Sehingga dari penjelasan Undang-undang dan Pengertiannya sendiri sudah terlihat bahwa fungsi materai tidak menentukan sah atau tidaknya suatu perjanjian. 
 
Sehingga dapat dikatakan bahwa yang menentukan sah atau tidaknya suatu surat perjanjian adalah apabila para pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut mengacu pada  Pasal 1320 KUHperdata yaitu, kesepakatan kedua belah pihak, kecakapan untuk membuat perikatan, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. 
 
Apabila dalam sebuah perjanjian melanggar syarat subjektif (kesepakatan dan/atau kecakapan) maka perjanjian tersebut dapat dilakukan pembatalan (canceling) dan apabila melanggar syarat objektif (suatu hal tertentu dan/atau suatu sebab yang halal) maka perjanjian tersebut batal demi hukum (null and void) 1335 KUHPerdata.
 
Suatu perjanjian yang telah memenuhi syarat sah sebagaimana dimaksud dalam pasal 1320 KUHperdata maka prestasi (kewajiban) dari perjanjian tersebut wajib dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Apabila salah satupihak lalai melaksanakan prestasinya maka telah dapat dikatakan terjadinya wanprestasi. 
 
Adanya kesepakatan dari beberapa pihak yang mampu secara hukum (cakap) dan adanya clausa yang halal. Apabila suatu perjanjian yang tidak dibubuhi materai ingin dijadikan sebagai alat bukti dalam persidangan di pengadilan maka pemegang surat perjanjian wajib melakukan pelunasan Bea Materai yang terhutang (pemateraian kemudian). 
 
Adapun dasar pemateraian kembali berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) dan (2) Kepmenkeu No. 476/KMK.03/2002 dimana pemegang dokumen (perjanjian) dapat melakukan pemateraian kemudian dengan menggunakan materai tempel atau surat setoran pajak dan kemudian disahkan oleh pejabat pos. Dokumen (perjanjian) yang ingin dilakukan permateraian kemudian dikenakan denda administrasi sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar yang besarnya disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 
Sekedar informasi, saat ini pelunasan Bea Meterai dapat dilakukan melalui aplikasi e-Meterai yang diatur oleh Peraturan Dirjen Pajak No. PER-66/PJ/2010 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelunasan Bea Materai Dengan Membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Mesin Teraan Materai Digital. 
 
Penggunaan Materai digital dilakukan dengan cara Wajib Pajak harus memiliki mesin teraan materai yang kemudian mengajukan permohonan izin kepada Kantor Pelayanan Pajak dan membayar deposit sebesar Rp.15.000.000,- dan kelipatannya dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke Kas Negara melalui Kantor Penerima Pembayaran. Setelah itu, wajib pajak dapat mencetak Tanda Bea Materai Lunas sesuai tarif Bea Meterai yang dikenakan.
 
Penulis: Advokat Muda sekaligus Pengurus Komunitas Otomotif PSF Chapter Riau, Sarwo Saddam Matondang, S.H., M.H 

Loading...
BERITA LAINNYA