GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU -Jikalahari menilai pernyataan Panglima TNI dan Kapolri terkait penegakan hukum terhadap korporasi pembakar hutan dan lahan, “hanya basa-basi, tidak sesuai fakta dan pencitraan semata,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari. “Sebab setiap karhutla tiap tahun, omongan mereka itu-itu juga.”
Pada 13 Maret 2019 Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian meninjau lokasi bekas kebun karet warga terbakar di Pulau Rupat, Bengkalis. Kedua petinggi TNI dan Polri menyatakan, “Penegakan hukum tidak hanya sebatas kepada masyarakat, namun juga perusahaan yang diduga kuat melakukan pembakaran lahan, baik untuk keperluan perluasan lahan maupun lalai dalam menjaga lahan mereka.”
“Kenapa tidak langsung mengecek areal korporasi yang terbakar di Rupat, padahal jelas areal PT Sumatera Riang Lestari, PT Sarpindo Graha Sawit Tani dan PT Marita Makmur Jaya terdapat hotspot yang tinggi,” kata Made lagi dalam rilisnya ke redaksi www.gagasanriau.com.
Sejak 2015, Kapolri kerap memberikan pernyataan keras agar penegakan hukum dilakukan kepada korporasi yang terlibat karhutla. Saat Kapolri dijabat Badrodin Haiti, ia mengusulkan korporasi yang terlibat karhutla dimasukkan dalam daftar hitam, sehingga ketika ia mengajukan izin, tidak perlu diberikan.
“Kalau vonis pidana terhadap korporasi tidak membuat jera, diblacklist saja,” kata Kapolri pada 2015 tersebut.
Saat pergantian Kapolda Riau dari Supriyanto ke Zulkarnain pada 2016, Kapolri Tito Karnavian berpesan agar Kapolda menangani kasus karhutla dengan baik sehingga tidak ada lagi peristiwa karhutla yang berdampak buruk bagi Indonesia dan negara tetangga.
Begitupula di tahun 2017, walaupun jumlah karhutla menurun dibanding tahun sebelumnya Kapolda Riau, Zulkarnain mewanti-wanti pelaku karhutla dan perusak lingkungan agar tidak merusak lingkungan dengan illegal logging maupun karhutla yang menyebabkan kabut asap.
Jikalahari mencatat sejak 2013–2015 Polda Riau memang memiliki prestasi besar melakukan penegakan hukum karhutla terhadap korporasi seperti PT Adei Plantation and Industry, PT National Sagoo Prima, PT Langgam Inti Hibrindo dan PT Palm Lestari Makmur. Korporasi ini berhasil mereka proses dan limpahkan ke Kejaksaan hingga divonis bersalah oleh pengadilan. Lalu, 2015 saat terjadi kebakaran melanda Riau, Polda Riau menetapkan 15 korporasi pembakar hutan dan lahan.
Namun, kasusnya dihentikan pada 2016. “Sejak saat itu, Polda Riau belum menetapkan tersangka korporasi padahal 2017-2019 lahan korporasi kembali terbakar,” kata Made Ali.
Sejak Januari 2019 hingga hari ini, pantauan satelit Terra-Aqua Modis menemukan ada 304 hotspot dalam areal konsesi korporasi dan 111 titik diantaranya berpotensi menjadi titik api. Hotspot dengan confidence >70 persen (berpotensi merupakan titik api) banyak terdapat di konsesi HTI milik PT Rimba Rokan Lestari, PT Sumatera Riang Lestari, PT Arara Abadi, PT Perkasa Baru, PT RAPP, PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa, PT Satria Perkasa Agung dan PT Rokan Permai Timber. Untuk korporasi sawit, 1 https://news.detik.com/berita/3019856/biar-jera-ini-usul-kapolri-bagi-perusahaan-yang-terlibat-kebakaran-hutan 2 http://www.tribunnews.com/nasional/2016/10/04/kapolda-riau-dapat-pesan-khusus-dari-kapolri-soal-kebakaran-hutan. 3 https://www.merdeka.com/peristiwa/ini-strategi-tni-polri-tekan-kebakaran-hutan-di-pekanbaru.html hotspot berada di areal PT Riau Sakti United Plantations dan PT Sarpindo Graha Sawit Tani.
Jikalahari juga mendesak Kapolri untuk membuktikan kata-katanya dengan membuka SP3 15 korporasi terlibat karhutla di 2015, karena ditemukan pada 2019 areal korporasi PT Sumatera Riang Lestari, PT Bina Duta Laksana dan PT Ruas Utama Jaya dipenuhi hotspot dan kembali terbakar.
“Jika tahun 2019 tidak ada korporasi menjadi tersangka karhutla, itu menandakan Kapolri dan Panglima TNI tidak punya keberanian memberantas kejahatan korporasi pembakar hutan dan lahan. Dan mereka berdua layak kita kasih penghargaan jenderal penakut yang beraninya cuma menetapkan warga sebagai pembakar hutan dan lahan,” kata Made Ali.