Riau

Divonis Bersalah, PT Jatim Jaya Perkasa Malah Kriminalisasi Saksi Ahli

Proses sidang di Pengadilan Negeri Bagansiapiapi Rohil dengan terdakwa Herman Gazali Direktur PT JJP
GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU — Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mengecam keras gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang diajukan PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) terhadap Prof Dr Ir Bambang Hero Saharjo, M.Agr, Guru Besar Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan ahli kebakaran hutan dan lahan di PN Cibinong pada 17 September 2018.
 
“Ini bentuk kriminalisasi, intimidasi, menakut-nakuti dan menghina kepakaran Guru Besar Bambang Hero Saharjo,” kata Made Ali Koordinator Jikalahari kepada Gagasan 3 Oktober 2018.
 
Diterangkan Made Ali, PT JJP dalam gugatannya meminta agar Prof Bambang Hero dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyatakan surat keterangan ahli kebakaran hutan dan lahan yang disusunnya cacat hukum, tidak memiliki kekuatan pembuktian dan batal demi hukum.
 
Sehingga lanjut Made, segala surat–surat yang diterbitkan merujuk atau didasari surat keterangan ahli tersebut cacat hukum, tidak memiliki kekuatan pembuktian dan batal demi hukum.
 
Kemudian lanjutnya lagi, PT JJP juga meminta agar Prof Bambang Hero dihukum membayar kerugian materil berupa biaya operasional pengurusan permasalahan lingkungan hidup, biaya akomodasi dan biaya lainnya sebesar Rp 10 miliar serta kerugian moril PT JJP apabila dinilai sebesar Rp 500 miliar.
 
“Mengapa PT JJP tidak menggugat majelis hakim PN Rokan Hilir, majelis hakim PN Jakarta Utara, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Mahkamah Agung, termasuk menggugat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)?” kata Made Ali.
 
“Bukankah keterangan ahli yang disampaikan Prof Bambang Hero di depan majelis hakim terbukti benar, lalu dijadikan pertimbangan hakim memutus perkara, bahwa PT JJP terbukti melakukan tindak pidana maupun melakukan PMH karena secara sengaja dan lalai membiarkan konsesinya terbakar?” tegas Made lagi.
 
Diungkapkan Made, pada 2013, PT JJP ditetapkan sebagai tersangka oleh PPNS KLHK karena melakukan tindak pidana pencemaran dan pengrusakan lingkungan hidup berupa membiarkan lahan gambutnya seluas 1000 ha terbakar.
 
Kemudian pada 10 Juli 2017 majelis hakim Lukmanul Hakim, Rina Yose dan Crimson memvonis PT JJP terbukti karena kelalaiannya mengakibatkan 120 ha lahan gambut terbakar.
 
PT JJP terang Made, harus membayar denda Rp 1 miliar dengan catatan, jika denda tidak dibayarkan, aset PT JJP akan disita dan dilelang untuk membayar denda.
 
Selain dipidana, KLHK juga menggugat perdata PT JJP. Pada 15 Juni 2016, majelis hakim PN Jakarta Utara menghukum PT JJP membayar ganti rugi materil Rp 7,1 milyar dan melakukan perbaikan lingkungan terhadap lahan yang terbakar seluas 120 ha Rp 22,2 milyar.
 
Pada November 2016 majelis hakim PT DKI Jakarta Adam Hidayat A, Sri Anggarwati dan Pramodana memvonis PT JJP membayar ganti rugi Rp 119,8 miliar dan perbaikan lingkungan terhadap lahan yang terbakar
seluas 1000 ha dengan biaya Rp 371,1 miliar dan tidak diperbolehkan menanam kembali di lahan gambut bekas terbakar. Pada 28 Juni 2018 Mahkamah Agung menguatkan putusan PT DKI Jakarta.
 
“Tindakan yang dilakukan PT JJP bentuk kriminalisasi dan serangan terhadap pejuang lingkungan hidup,” ujar Made.
 
Padahal kata Made pejuang lingkungan tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata sesuai Pasal 66 UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.
 
"Prof Bambang Hero Saharjo merupakan salah satu pejuang lingkungan dalam penanganan kasus karhutla di Indonesia. Ia sudah menjadi ahli lebih dari 200 kasus baik perkara pidana maupun perdata kasus karhutla di Indonesia. Berdasarkan keterangan ahlinya, sudah banyak pelaku
karhutla yang divonis bersalah" papar Made.
 
Untuk Riau khususnya, menurut Made, keterangan ahli Prof Bambang Hero Saharjo digunakan untuk memvonis bersalah para terpidana seperti PT Adei Plantation and Industry (korporasi dan General Manager Daneshuvaran KR Singam), PT Nasional Sagu Prima (korporasi dan General Manager Ir Erwin), PT Langgam Inti Hibrindo (Manager Operasional, Frans Katihokang), PT Palm Lestari Makmur (Direktur, Iing Joni Priyana dan Manager Plantation, Edmond Jhon Pereira), PT Jatim Jaya Perkasa
(Korporasi dan Asisten Kepala, Kosman Vitoni Emanuel Siboro) dan PT Wana Subur Sawit Indah (Pimpinan Kebun, Thamrin Basri).
 
PT JJP merupakan anak perusahaan Wilmar Grup, memiliki perkebunan kelapa sawit seluas 20.300 ha di Rokan Hilir. PT JJP juga menerima buah sawit dari kawasan hutan milik Siswaja Mulyadi alias Aseng anggota DPRD Provinsi Riau dari Partai Gerindra.
 
Pada 31 Agustus 2016 Mahkamah Agung menvonis Aseng pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 1 miliar dan lahan seluas 453 ha areal perkebunan yang dikuasai Aseng dirampas untuk dikembalikan kepada Negara melalui Dinas Kehutanan Rokan Hilir. “Bukankah menerima buah sawit dari kawasan hutan adalah tindak pidana kehutanan?” kata Made Ali.
 
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan PT JJP terhadap Prof Bambang Hero bukanlah yang pertama kali. Sebelumnya PT JJP juga melakukan kriminalisasi terhadap Dr Basuki Wasis ahli Kerusakan Lingkungan Hidup dan Tanah dari Institut Pertanian Bogor yang menjadi ahli dalam kasus kebakaran hutan dan lahan tahun 2013.
 
PT JJP ungkap Made, melaporkan Dr Basuki Wasis dengan dugaan memberikan keterangan palsu sewaktu persidangan. Padahal hakim memvonis PT JJP terbukti melanggar Pasal 99 ayat (1) Jo pasal 116 ayat (1) huruf a UU Nomor 32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup berdasarkan pada pada keterangan ahli, bukti berupa hasil uji lab para ahli terhadap kondisi tanah bekas terbakar diperoleh data bahwa karena kebakaran yang terjadi mengakibatkan terjadinya perubahan sifat fisik, kimia tanah serta hilangnya flora dan fauna serta mikroorganisme tanah yang sangat penting di areal gambut.
 
Dr Basuki Wasis saat ini juga sedang digugat oleh Nur Alam Gubernur Sulawesi Tenggara karena melakukan perbuatan melawan hukum dalam memberikan keterangan ahli yang mengakibatkan kerugian materil dan immateril Rp 5 triliun bagi Nur Alam.
 
Dr Basuki Wasis diminta menjadi ahli untuk menghitung kerugian Negara akibat kerusakan lingkungan hidup oleh KPK.
 
“Keahlian kerusakan lingkungan hidup dan tanah Dr Basuki Wasis juga dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim dalam perkara diamana Prof Bambang Hero Saharjo juga menjadi ahli" ujar Made.
 
Dua ahli ini diminta oleh penegak hukum karena keahliannya untuk membuktikan scientific evidence, dan ternyata terbukti saat pemeriksaan di depan majelis hakim. Oleh karenanya keahlian mereka berdasarkan hukum dan pro justicia.
 
“Basuki Wasis dan Bambang Hero telah berkontribusi menyelamatkan lingkungan hidup dan memberikan keadilan bagi warga Indonesia yang terkena polusi asap karena karhutla yang berasal dari korporasi,” kata Made Ali. “tindakan PT JJP dan Nur Alam wujud nyata bentuk kriminalisasi korporasi terhadap pejuang lingkungan hidup.” tukasnya.
 
Jikalahari kata Made Ali, mendesak agar Pengadilan Negeri Cibinong tidak menerima/ menolak gugatan yang diajukan diajukan PT Jatim Jaya Perkasa terhadap Prof Dr Ir Bambang Hero Saharjo, M.Agr.
 
Kemudian juga Pengadilan Negeri Cibinong menolak gugatan Nur Alam seluruhnya.
 
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan KPK bertanggungjawab membela keselamatan dan keamanan Prof Dr Ir Bambang Hero Saharjo, M.Agr dan Dr Basuki Wasis.
 
"Menyerukan kepada seluruh pejuang lingkungan hidup khusunya kepada akademisi untuk melawan kriminalisasi yang diajukan oleh korporasi" tutup Made.
 
Editor Arif Wahyudi


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar