Lingkungan

Temuan EoF, PT Sari Lembah Subur Diduga Garap Hutan Tak Milik Izin Dan Tanpa HGU

Peta 10. Foto 1-5 menunjukkan kebun sawit PT. Sari Lembah Subur Divisi Pangkalan Tampoi yang diperkirakan umur tanaman sekitar 8 - 11 tahun. Areal PT. Sari Lembah Subur Divisi Pangkalan Tampoi berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 173/Kp
GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - PT Sari Lembah Subur (SLS) berdasarkan hasil laporan dari Eye On The Forest (EoF) menggarap kawasan hutan tanpa izin dan tak memiliki Hak Guna Usaha (HGU) di wilayah Tampoi serta Mak Teduh Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau.
 
Hal itu terungkap dalam laporan investigasi gabungan organisasi lingkungan yang tergabung di EoF. Laporan itu mereka beri judul Legalisasi perusahaan sawit melalui perubahan peruntukan kawasan hutan di Provinsi Riau", diterbitkan pada Maret 2018.
 
EoF sebagaimana dituliskan dalam lampiran laporan investigasi itu bertujuan untuk memonitor deforestasi dan status dari hutan alam yang tersisa di Sumatra dan Kalimantan dan mendiseminasi informasi
secara luas. 
 
Diterang EoF, selama periode Juni hingga Agustus 2017, mereka melakukan investigasi pada 29 lokasi atau areal yang secara kajian GIS (geographic information system; sistem informasi geografis) mengalami perubahan peruntukan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor SK 673/Menhut-II/2014. 
 
EoF juga menerangkan soal pilihan lokasi investigasi merujuk hasil analisis tumpang susun SPOT (Satellite Pour l’Observation de la Terre) 2015 dengan kawasan hutan yang mengalami perubahan peruntukan menjadi bukan kawasan hutan. Ada beberapa kabupaten yang diinvestigasi EoF terkait dengan kejanggalan dalam operasi kebun sawit seperti Kampar, Pelalawan, Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, Rokan Hilir, Rokan Hulu, Siak, dan Bengkalis.
 
Dan salah satu dalam laporan EoF adalah kebun yang diduga milik PT SLS di Tampoi Kabupaten Pelalawan. EoF menduga PT SLS tidak memiliki izin pelepasan hutan dan tidak memiliki HGU pada konsesi mereka.
 
Dalam laporan EoF itu diterangkan bahwa PT Sari Lembah Subur Tampoi merupakan perkebunan kelapa sawit yang tergabung dalam grup atau mitra dari Astra di Provinsi Riau. Secara administratif lokasi kebun PT Sari Lembah Subur berada di Desa Tampoi, Kecamatan Kerumutan, Kabupaten Pelalawan. Lokasi perkebunan kelapa sawit ini berada pada salah satu titik koordinat N0°3'36.43" E102°16'7.42".
 
Menurut mereka, berdasarkan analisa Citra SPOT 2015 dan pengamatan di lapangan oleh EoF pada Juli 2017, diperkirakan luas perkebunan PT Sari Lembah Subur Tampoi lebih kurang 874 hektar dan ditemukan tanaman sawit yang telah berumur 11 tahun. Berdasarkan Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2013 dan 2016, tidak ditemukan pelepasan kawasan hutan untuk PT Sari Lembah Subur Tampoi. Begitu juga berdasarkan data BPN Provinsi Riau, PT Sari Lembah Subur Tampoi tidak memiliki HGU.
 
Diterangkan dalam laporan itu, bahwa tumpang susun areal perkebunan PT Sari Lembah Subur Tampoi dengan kawasan hutan berdasarkan SK 173/Kpts-II/1996 dan SK 7651/Menhut-VII/KUH/2011, areal perkebunan milik PT Sari Lembah Subur Tampoi berada pada kawasan hutan, diantaranya lebih kurang 210 hektar pada HP dan 560 hektar pada HPK.  Terdapat 104 hektar pada Areal Penggunaan Lain APL.
 
Setelah terbitnya SK 878/Menhut-II/2014 pada 29 September 2014, tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau, areal PT Sari Lembah Subur Tampoi yang sebelumnya hanya memiliki 104 hektar APL telah bertambah lebih kurang menjadi seluas 665 hektar APL. Sementara sisanya sekitar 210 haktar masih berada pada  kawasan HP.
 
Bila dikaitkan dengan umur tanaman sawit PT Sari Lembah Subur Tampoi yang diperkirakan telah berumur 11 tahun dan perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan pada Agustus 2014. Maka PT Sari Lembah Subur Tampoi diindikasi telah mengembangkan tanaman sawit pada kawasan hutan lebih dulu sebelum keluar SK 673/Menhut-II/2014, 8 Agustus 2014 dan SK 878/MenhutII/2014, 29 September 2014
 
Dan yang kedua, EoF juga membuat laporan operasi PT Sari Lembah Subur di kawasan Mak Teduh Kabupaten Pelalawan. Dalam laporan itu, EoF menyatakan dugaan pelanggarannya bahwa perusahaan tersebut tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan dan tidak memiliki HGU
 
Kemudian, di Desa Mak Teduh PT Sari Lembah Subur diduga juga mengelola kawasan hutan tepatnya, Kecamatan Kerumutan, Kabupaten Pelalawan. Lokasi perkebunan kelapa sawit ini berada pada salah satu titik koordinat S0°0'6.37"E102°19'43.83"
 
Berdasarkan laporan EoF, analisa Citra SPOT 2015 dan pengamatan lapangan oleh EoF Juli 2017, luas perkebunan milik PT Sari Lembah Subur Mak Teduh sekitar 686 hektar dan tanaman sawit yang telah berumur 8 tahun. Berdasarkan Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2013 dan 2016, tidak ditemukan pelepasan kawasan hutan untuk PT Sari Lembah Subur Mak Teduh. Begitu juga berdasarkan data BPN 2016 Provinsi Riau, PT Sari Lembah Subur Mak Teduh tidak memilik HGU.
 
Menurut EoF, tumpang susun areal perkebunan PT Sari Lembah Subur Mak Teduh dengan kawasan hutan berdasarkan SK 173/Kpts-II/1996 dan SK 7651/Menhut-VII/KUH/2011, hampir keseluruhan areal perkebunan milik PT Sari Lembah Subur Mak Teduh berada pada kawasan hutan, yaitu sekitar 682 hektar berada pada HPK.
 
Dirincikan EoF, setelah terbitnya SK 878/Menhut-II/2014 pada 29 September 2014, tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau, areal PT Sari Lembah Subur Mak Teduh yang sebelum arealnya merupakan HPK telah berubah menjadi APL lebih kurang 255 hektar dan sisanya  431 hektar masih berada di kawasan HPK.
 
Menurut EoF lagi, bila dikaitkan dengan umur tanaman sawit PT Sari Lembah Subur Mak Teduh yang diperkirakan telah berumur 8 tahun dan perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan pada September 2014, maka PT Sari Lembah Subur Mak Teduh diindikasi telah mengembangkan tanaman sawit pada kawasan hutan lebih dulu sebelum keluar SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014.
 
Dalam laporan itu, EoF menyimpulkan bahwa Keputusan Menteri Kehutanan terkait perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan telah dimanfaatkan oleh perusahaan dengan kebun sawit ilegal untuk memutihkan statusnya, padahal mereka sudah bertahun-tahun memproduksi sawit dengan cara melanggar aturan.
 
Maka kata EoF, Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 673/Menhut-II/2014, Tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 1.638.249 hektar, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan seluas 717.543 hektar, dan penunjukan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan seluas 11.552 hektar di Provinsi Riau.
 
Dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, Tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau tak ubahnya cara pintas ‘MELEGALKAN’ Perusahaan Sawit yang lama beroperasi dengan melanggar peraturan kehutanan.
 
Sukmayanto, Humas PT Sari Lembuh Subur saat Gagasan, meminta penjelasan terkait hal ini mengatakan bahwa perusahaannya tidak memiliki kebun di kawasan Tampoi dan Mak Teduh.
 
"SLS tidak punya kebun inti di Tampoi itu punya koperasi. Mitra SLS" terang dia kepada Gagasan Senin (24/6/2019).
 
Dia mengatakan kebun sawit di kawasan itu milik masyarakat." Milik masyarakat" terangnya lagi.
 
Dan untuk di kawasan Desa Mak Teduh, dia juga mengatakan bahwa itu juga milik masyarakat dengan pola kemitraan KKPA ( Kredit Kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya). "Sama milik masyarakat kemitraan KKPA. Sertifikatnya per dua ha milik petani, SLS nggak punya kebun di areal tersebut, semua milik masyarakat" terang dia.
 
 
Dia mengatakan bahwa PT SLS punya kebun hanya di Pangkalan Lesung dan Kelurahan Kerumutan.
 
Reporter Nurul Hadi
Editor Arif Wahyudi


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar