Hukum

Korupsi Water Front City Kampar, Pakar Hukum : Jika Pasal 55 dan 56 KUHPidana Digunakan, KPK Bisa Jerat Tokoh Utama Dan Tokoh Kunci

Ilustrasi (Foto tribunnews.com)
GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Pakar hukum optimis KPK akan seret tokoh penting dalam kasus dugaan korupsi Pengadaan dan Pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan Jembatan Water Front City Bangkinang. Lantaran Tersangka dari pihak Pemerintah Kabupaten Kampar yakni Adnan diduga kuat bukan pelaku tunggal kasus yang merugikan negara Rp 39,2 milyar tersebut.
 
"Untuk menyeret tokoh utama dan tokoh kunci Pasal 55 dan 56 KUHPidana dapat diterapkan, karena sangat tidak mungkin PPTK (Adnan) itu sebagai pelaku tunggal dari unsur Pemerintah). Dia orang teknis, apa bisa mengusulkan atau menyetujui penambahan anggaran?" ungkap DR Nurul Huda SH MH Direktur Forum Masyarakat Bersih Riau (Formasi) ini Rabu (4/12/2019).
 
 
Karena, lanjut Nurul lagi, proyek yang dikorupsi merupakan Program Multi Years pada Dinas Bina Marga dan Pengairan Pemerintah Kabupaten Kampar pada tahun anggaran 2015 - 2016, membutuhkan persetujuan lintas pimpinan.
 
"KPK akan menerapkan pasal Penyalahgunaan Wewenang dalam korupsi berjamaah ini. PPTK nya dulu, baru yang lain. Siapa yang mengusulkan penambahan anggaran, siapa yang menyetujui dan lainnya akan ketahuan," tutup dia.
 
Untuk diketahui, dalam perkara ini, penyidik KPK sudah memeriksa banyak saksi yang diduga berkaitan dalam kasus perampokan uang rakyat milyaran rupiah ini.
 
Mulai dari mantan Bupati Kampar Jefry Noer. Dimana informasi yang berhasil dirangkum, Jefry dimintai keterangan sebagai pihak swasta, di Pasar Syariah Ulul Albab.
 
Kemudian, Eva Yuliana anggota DPRD Riau yang juga istri dari Jefry Noer juga pernah diperiksa penyidik lembaga anti rasuah tersebut di Mako Brimob Polda Riau Jalan KH Ahmad Dahlan, Kecamatan Sukajadi, Pekanbaru, pada Jumat (6/9/2019).
 
Kemudian pada Kamis (31/10), KPK juga memeriksa 6 orang saksi. Mereka antara lain Kepala Badan Pendapatan (Bapenda) Kampar, Kholidah. Dia dimintai keterangan dalam kapasitas sebagai mantan Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kampar tahun 2015.
 
Selanjutnya pemeriksaan juga dilakukan pada Indra Pomi Nasution selaku mantan Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Kampar 2015-2016. Indra Pomi ini saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR Pekanbaru.
 
Penyidik juga memeriksa Rinaldi Azmi selaku Direktur CV Dimiano Konsultan, Azhari alias Datuk Supir, pegawai honorer di Setda Kambar yang juga bertugas sebagai supir mantan Bupati Kampar, Jefry Noer. Syafrizal, mantan Kepala Inspektorat Pemerintah Kabupaten Kampar 2017, dan Edi Susanto alias Datuk Anto, ASN di Bagian Umum Setdako Pekanbaru.
 
KPK juga pernah memeriksa Ketua DPRD Riau, 2014-2019, Ahmad Fikri, pada Jumat, 1 November 2019.
 
Saat itu juga selain Ahmad Fikri, KPK juga memeriksa empat saksi lainnya di Markas Komando Satuan Brigade Mobil (Mako Sat Brimob) Polda Riau, Jalan Durian, Harjosari, Sukajadi, Pekanbaru.
 
 
Ahmad Fikri saat itu diperiksa bersama, Adnan, ST, PPK, Chairussyah, Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan Kampar periode April 2012-Januari 2014, kemudian Afrudin Amga, Sekretaris Dinas PUPR Kampar, dan Fahrizal Efendi Staf bidang Jalan dan Jembatan Dinas PUPR.
 
Dalam perkara ini, KPK sudah menetapkan Manajer Wilayah II PT Wijaya Karya (Persero) sekaligus Manajer Divisi Operasi I PT Wijaya Karya (Persero) Tbk I Ketut Suarbawa sebagai tersangka.
 
Adnan dan Suarbawa diduga kongkalikong dalam proyek hingga menimbulkan kerugian negara Rp39,2 miliar.
 
Pengungkapan korupsi ini berawal dari laporan masyarakat. Setelah melalui proses penyelidikan dan penyidikan, akhirnya KPK menetapkan Adnan dan Ketut sebagai tersangka pada 14 Maret 2019 lalu.
 
Keduanya dijerat dengan pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar